Wakil Ketua MPR: Polemik Tanah Abang Sudah Bergaya Preman

"Kok polemik tidak sepadan dengan jabatan mereka, polemik itu dengan kata-kata kasar, kata-kata itu bergaya preman," kata Hajriyanto.

oleh Liputan6 diperbarui 02 Agu 2013, 20:07 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2013, 20:07 WIB
pasar-tanah-abang-2-130722c.jpg
Polemik penertiban pedagang kaki lima yang memenuhi jalanan di kawasan Pasar tanah Abang, Jakarta Pusat, membuat Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hajriyanto Y Tohari angkat bicara. Politisi Golkar itu mengungkapkan kekecewaannya karena polemik itu diwarnai dengan lontaran kata-kata kasar.

Menurut Hajriyanto, polemik yang telah melibatkan Pemprov DKI Jakarta, anggota DPRD, dan para pedagang itu tak ubahnya seperti perseteruan para preman.

"Kok polemik tidak sepadan dengan jabatan mereka, polemik itu dengan kata-kata kasar, kata-kata itu bergaya preman," kata Hajriyanto di Kompleks gedung DPR, Jakarta, Jumat (2/8/2013).

Menurut dia, pernyataan-pernyataaan kasar yang kerap dilontarkan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hanya akan menyebabkan persoalan semakin meluas. "Pada persoalan psikologis dan personal, itu yang akhirnya masalah gengsi," kata dia. Sehingga, dia mengimbau agar polemik itu segera diselesaikan.

Hajriyanto menambahkan, problemnya Tanah Abang itu meliputi aspeknya yang sangat luas dan perlu penyelesiaan komprehensif. Sehingga antara Pemprov DKI dan DPRD harus duduk bersama secara dingin. "Jangan polemik dengan bahasa kasar dan vulgar, dan memalukan dilakukan seorang pembesar," tutur dia.

Pasar Tanah Abang, tambah Hajriyanto, memang dikuasai oleh para preman. Sebab, lahan pasar merupakan lahan subur untuk preman. "Sudah bukan rahasia lagi, yang berkuasa di perdagangan. Bukan hanya Tanah Abang, Senen, Jatinegara, yang berkuasa preman, itu fakta," ujar Hajriyanto "Karena yang berkuasa itu kompromi."

Sehingga, penertiban yang dilakukan pemerintah membuat para preman tersebut kehilangan kekuasaannya. Oleh karena itulah para preman akan mempertahankan lahan kekuasaannya.

"Kalau (pedagang) tetap di pinggir jalan. Itu grey area, kabur, siapa yang berkuasa, siapa yang punya kewenangan," pungkas Hajriyanto. (Eks/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya