Wacana Ganjil Genap Sepeda Motor Harus Dikaji Lebih Dalam

Perluasan ganjil genap tersebut, termasuk wilayah dan juga kendaraan roda dua yang akan berlaku mulai 5 sampai 31 Agustus 2019.

oleh Arief Aszhari diperbarui 05 Agu 2019, 15:02 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2019, 15:02 WIB
Dishub DKI Jakarta Kaji Skema Ganjil Genap Sepeda Motor
Pengendara sepeda motor saat melintas di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (2/7). Pemprov DKI Jakarta akan menerapkan sistem ganjil-genap untuk sepeda motor di Jalan MH Thamrin dan Medan Merdeka Barat. (Merdeka.com/ Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Menjadi solusi tingkat polusi yang semakin parah, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan resmi menerbitkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Dalam Ingub tersebut, terdapat sejumlah instruksi kepada kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD), dan salah satunya meminta Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk menyiapkan peraturan gubernur tentang perluasan sistem pembatasan kendaraan bernomor polisi ganjil dan genap (gage).

Perluasan tersebut, termasuk wilayah dan juga kendaraan roda dua yang akan berlaku mulai 5 sampai 31 Agustus 2019.

Menanggapi hal tersebut, Pemerhati Masalah Transportasi, Budiyanto mengatakan rencana pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang akan memberlakukan pembatasan lalu lintas sepeda motor dalam skema ganjil genap tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun 2009, tentang LLAJ.

Selain itu, terdapat juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) 32 Tahun 2011 tentang Management, Rekayasa dan Kebutuhan lalu lintas, bahwa pembatasan lalu lintas diperbolehkan pada kawasan tertentu,waktu, dan jalan tertentu, baik itu kendaraan perseorangan, kendaraan barang, sepeda motor, dan seterusnya. Pembatasan bisa dalam skema ganjil genap, ERP (electronic road pricing) atau skema lainnya.

"Dengan adanya rencana Pemerintah DKI ingin melakukan pembatasan kendaraan bermotor roda dua dalam skema ganjil genap ( Gage ). Dari aspek hukum diperbolehkan atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan," jelas Budiyanto dalam pesan elektroniknya kepada Liputan6.com, Senin (5/8/2019).

Lanjutnya, hanya saja yang perlu diperhatikan, adalah pengguna sepeda motor yang populasinya cukup banyak dari semua strata masyarakat, sehingga perlu ada pengkajian yg mendalam baik dari aspek filosofis, sosial, ekonomi, keamanan, dan penguatan aspek hukum serta aspek-aspek lalu lintasnya.

"Mengapa dari aspek keamanan perlu dikaji, karen populasinya cukup tinggi sehingga resistensi yg berkaitan dengan masalah keamanan pun relatif tinggi juga," tegasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Undang-Undang

Dalam Undang- Undang lalu lintas , pasal 133 berbunyi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan lalu lintas berdasarkan kriteria, pertama perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan, lalu ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum, serta kualitas lingkungan.

"Dari kajian aspek tersebut, nanti akan ketahuan bagaimana rasio pelayanan angkutan umum dan kontribusi terhadap masalah-masalah kualitas udara atau polusi udara. Dari aspek keamanan dan keselamatan memang sepeda motor memiliki resistensi keselamatan yang cukup tinggi," tambahnya.

Sementara itu, menurut data dari Ditlantas Polda Metro jaya (PMJ), kecelakaan 63 persen melibatkan sepeda motor, baik sebagai pelaku maupun korban, termasuk yang terlibat dalam pelanggaran lalu lintas. Jadi, dengan adanya rencana pembatasan sepeda motor perlu diberikan ruang, sepanjang sudah ada pengkajian secara mendalam dari beberapa aspek dan hasilnya memungkinkan hal tersebut dilaksanakan.

"Hal yg perlu menjadi pertimbangan, adalah kebijakan ganjil genap hanya untuk jangka pendek, kalau jangka panjang tidak akan efektif karena populasinya akan bertambah terus seiring dengan perkembangan atau pertambahan kendaraaan bermotor lainya," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya