Liputan6.com, Jakarta - Apa saja bisa terjadi dalam dunia politik. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang biasa terkenal tegas pun kelu.
Ahok sempat jual mahal kepada PDIP. Dia ogah mengikuti mekanisme PDIP untuk mendapatkan dukungan politik dari partai banteng moncong putih itu. Sementara, PDIP bersikukuh memintanya mengikuti seleksi bakal calon Gubernur DKI Jakarta partai tersebut.
Baca Juga
Hingga pada akhirnya, PDIP merasa sakit hati dan suara di bawah pecah, menolak untuk mendukung Ahok.
Tak habis akal, Ahok memutar otak untuk merebut dukungan dari PDIP. Dalam hitungan hari, dia pun menemukan jurus ampuhnya. Cara untuk memotong jalur resmi penjaringan bakal calon Gubernur DKI Jakarta dari PDIP.
Akhirnya, 17 Agustus 2016, Ahok mengungkapnya. Pada hari ulang tahun Kemerdekaan RI ini, Gubernur DKI itu mengaku telah mengantongi restu Megawati Soekarnoputri.
Ternyata, Ahok diam-diam menemui Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. Mega, kata Ahok, telah merestuinya berpasangan dengan kader PDIP yang saat ini menjadi wakilnya, Djarot Saiful Hidayat, di Pilkada DKI. Oleh karena itu, Ahok tak perlu mendaftar di PDIP.
Advertisement
"Dari tiga opsi, Bu Mega cenderung opsi ke petahana. Tapi PDIP butuh proses. Yang pasti kata Bu Mega, aku enggak perlu mendaftar. Karena aku pernah mendaftar pada 2012," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu malam 17 Agustus 2016.
"Sinyalnya kalau dengan PDIP berarti dengan Pak Djarot, beliau (Mega) kan kalau Pak Heru enggak kenal, mesti mendaftar, Pak Heru kan tidak mendaftar PDIP," tambah Ahok.
Sejak awal memutuskan maju dengan jalur parpol pada 27 Juli 2016, kabar Ahok akan rujuk2563451 dengan Djarot Saiful Hidayat memang menguat.
Ahok mengaku sejak awal cocok dengan Djarot. "Kan memang lebih suka dengan Pak Djarot. Djarot juga nggak ada masalah apa-apa," ucap Ahok, Kamis 28 Juli lalu.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat pun membenarkan kedatangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ke kantor DPP PDIP, Menteng.
Pada pertemuan dengan Megawati itu, Djarot mengakui ada sinyal kuat dukungan dari putri Proklamator Sukarno tersebut terkait duetnya bersama Ahok pada Pilkada DKI 2017.
"Betul bahwa kemarin Pak Ahok itu datang ke DPP partai di Diponegoro dan kita terima dengan baik. Memang indikasinya ke sana (Ahok dan Djarot) tapi kita lihat juga untuk menunggu mekanisme partai," ujar Djarot di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis 18 Agustus 2016.
Pecah Suara
Internal PDIP sendiri belum satu suara soal dukungan kepada Ahok yang ingin berpasangan dengan Djarot. Protes pun dilancarkan sekelompok kader PDIP di Jakarta.
Beberapa waktu lalu, beredar video penolakan Ahok. Pada video berdurasi 31 detik itu, sejumlah kader PDIP menyanyikan sebuah yel-yel yang menolak mantan Bupati Belitung Timur tersebut. Mereka bernyanyi dengan penuh semangat meski tanpa iringan musik.
"Satu padu untuk menang. Gotong royong untuk menang. Perjuangan untuk menang. Ahok pasti tumbang."
Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu PDIP DKI, Gembong Warsono mengatakan video itu hanyalah ekspresi perbedaan pendapat di internal PDIP.
"Kita memaknainya ini hanya perbedaan, ini hanya dinamika," ucap Gembong kepada Liputan6.com, Jumat 19 Agustus 2016.
Namun, dia menegaskan sikap menolak Ahok itu bisa berubah jika partainya sudah memutuskan Djarot Saiful Hidayat kembali berpasangan dengan Ahok dalam Pilkada DKI 2017.
"Partai ini kan belum memutuskan. Kalau sudah putusan partai, semua akan tunduk. Ini doktrin PDIP. Siapapun yang sudah akan diputuskan, semuanya akan ikut," tegas Gembong.
Sementara, Sekjen PDIPÂ Hasto Kristiyanto mempersilakan Ahok memegang teguh keyakinannya telah mendapat dukungan dari Megawati.
"Keyakinan penting bagi seorang calon pemimpin. Partai juga yakin. Itulah watak yang kita bangun," kata Hasto usai menghadiri peringatan Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta.
Dia mengatakan, kedatangan Ahok bersama Djarot menyelipkan harapan agar dapat diusung oleh partai berlambang kepala banteng moncong putih itu.
"Dialog-dialog yang dilakukan perspektifnya positif dan merupakan bagian kelembagaan partai dalam menentukan siapa yang akan ditetapkan sebagai cagub dan juga ditetapkan sebagai cawagub," kata Hasto.
Meski begitu, PDIP masih belum memutuskan siapa yang akan diusung dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Semua keputusan masih menunggu Megawati.
"Momentum ambil keputusan memang belum dilakukan dan legalitas politik nanti akan diukur dari adanya rekomendasi yang ditandatangani Ibu Ketum. Dengan begini memang keputusan belum diambil, tetapi kunjungan tersebut bermakna positif, dan ada ruang dialog antara bakal cagub dengan DPP PDIP," ucap Hasto.
Advertisement
Ke Lain Hati
Keputusan Ahok menggandeng kembali Djarot, menimbulkan pertanyaan. Bagaimana nasib Heru Budi Hartono yang dipinangnya saat masih maju Pilkada DKI Jakarta 2017 melalui jalur independen?
Pada saat itu, Ahok ngotot berpasangan dengan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta tersebut.
"Cawagubnya tetap Pak Heru," kata Ahok, di Jakarta, Selasa 12 Juli 2016.
Mantan Anggota Komisi II DPR tersebut menjelaskan Heru ikhlas. Dia pun yakin Heru tetap mendukungnya. "Tidak apa-apa, Pak Heru kan prinsipnya dukung saya, Pak Heru selalu lihat yang terbaik mana. Bisa juga keputusan PDIP Ahok-Heru. Kita tidak tahu," jelas Ahok.
Heru pun tidak mempermasalahkan terpilih atau tidak jadi cawagub oleh Ahok.
"Pak Ahok deklarasi begitu atas kehendak Tuhan, kita dukung. Kalimatnya Alhamdulilah (Ahok) dapat jalan terbaik," ujar Heru di Balai Kota Jakarta, Kamis 28 Juli 2016.
Ahok pun menawarkan jabatan kepada Heru sebagai ganti tak jadi maju bersama ke Pilkada DKI 2017. Heru bisa menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) DKI. Namun, ada syarat yang harus dipenuhinya.
"Mungkin Pak Heru bisa dites (Heru). Ada harapan bisa jadi Sekda," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Kamis 18 Agustus 2016.
Terlebih, Sekda DKI saat ini, Saefullah, berencana maju di Pilkada DKI 2017 bersama Sandiaga Uno. Kursi Sekda DKI akan kosong sebab Saefullah harus mengundurkan diri dari PNS.
"Karena Pak Saefullah mungkin mau keluar. Kalau dia keluar, berarti kan mesti tes siapa yang pantas menggantikan Pak Saefullah. Berdasarkan tes saja," tutur Ahok.