Harapan Terakhir Budi, Petugas KPPS yang Meninggal Dunia

Budi Suhada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS),Kelurahan Guntur, Setiabudi, Jakarta, yang meninggal dunia, menyisipkan sebuah pesan terakhir.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 28 Apr 2019, 19:26 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2019, 19:26 WIB
Keluarga Petugas KPPS yang meninggal
Salah satu keluarga petugas KPPS yang meninggal (Ahda: Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta Raut muka sedih terus diperlihatkan Ana (55), saat berulangkali membuka foto dan video, yang memperlihatkan tampilan adiknya, Budi Suhada (52), di telepon genggamnya.

Dia tak menduga harus ditinggal begitu cepat oleh adiknya, yang meninggal lantaran kelelahan saat menjadi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Kelurahan Guntur, Setiabudi, Jakarta, tepatnya di TPS 13. Budi pun menambah daftar panjang para pahlawan demokrasi yang berguguran, akibat letih.

Tercatat, sejak Sabtu 17 April 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU), sudah mendata ada 272 petugas yang meninggal.

Ana tak bisa berbuat apa-apa dengan apa yang terjadi. Dia pun harus pasrah, jenazah almarhum adiknya itu dikuburkan pukul 10.00 WIB, berdekatakan dengan makam kedua orang tuanya di Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo, Minggu (28/4/2019).

"Saya sedih. Saya harap ada (bantuan)," ujar Ana saat ditemui Merdeka.com, di Jakarta.

Dia pun teringat akan pesan almarhum adiknya tersebut. Lantas Ana menunjukkan sebuah video yang berisi rekaman Budi saat masih di rawat di Rumah Sakit Mintohardjo, usai menjadi petugas KPPS.

"Dia ingin ketemu anaknya yang paling kecil," jelas Ana.

 

Kronologi Meninggalnya Budi

Almarhum meninggalkan tiga orang anak. Dua anak laki-laki masih sekolah, satunya telah berkeluarga. Ana bercerita, selama delapan hari dirawat, anak paling kecil Budi tidak diperkenankan bertemu.

Ana pun bercerita, di hari pemungutan berlangsung, yakni Rabu 17 April 2019, almarhum sejak siang sudah mengeluh lelah, lantaran sejak pagi sudah menyiapkan semua kebutuhan untuk TPS. Lantaran tak kuat, malamnya pun memilih beristirahat.

Namun, keesokan harinya, kondisi almarhum tidak membaik. Almarhum pun menolak cara-cara pengobatan tradisional seperti 'kerokan' yang disarankan kakak-kakaknya. Jumat 19 April 2019, Budi dibawa ke RS Mintohardjo. Delapan hari dirawat sampai meninggal pada Sabtu 27 April 2019.

Ana mengakui, kelelahan tidak hanya menjadi penyebab satu-satunya. Dia menyebut Budi kerap menenggak kopi supaya terjaga selama proses pemungutan suara. "Dia ada penyakit lambung," tukasnya.

 

 

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya