Liputan6.com, Jakarta - Komisi II DPR RI menyerahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal wacana larangan mantan koruptor ikut pilkada. Sebab, KPU bisa merumuskan hal tersebut lewat Peraturan KPU (PKPU).
"Mungkin bisa dimasukkan (KPU) sebagai syarat bakal calon. Itu sifatnya lebih individual. Karena kalau tidak diusulkan partai bisa independen. Artinya peraturan harus ada di KPU," kata Wakil Ketua Komisi II Herman Khaeron di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, (1/8/2019).
Menurut politikus Partai Demokrat itu, larangan mantan koruptor ikut pilkada memang tak disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Namun, bila ada desakan dari masyarakat maka larangan itu bisa dicantumkan lewat PKPU.
Advertisement
"Silakan PKPU seperti apa sampai akhirnya nanti dikonsultasikan ke Komisi II, dan tentu nanti kami akan bahas. Sekarang saya belum bisa katakan iya atau tidak karena masih perlu didiskusikan," tutur Herman.
Dia berharap, jika PKPU dibuat, tidak bertentangan dengan undang-undang yang ada. "Nanti tanggapan di DPR itu seperti apa ya tentu kita melihat terhadap urgensinya yang diusulkan selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada," pungkasnya.
Sebelumnya, KPU membuka wacana untuk melarang eks koruptor mencalonkan sebagai kepala daerah di Pilkada Serentak 2020. Menurut komisioner KPU Hasyim Asy'ari, UU Pilkada harus direvisi. Wacana pelarangan itu mencuat setelah Bupati Kudus Muhammad Tamzil terjerat kasus korupsi dua kali.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Harapan KPU
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berharap DPR dan pemerintah menegaskan aturan yang melarang eks koruptor untuk maju di pemilihan kepalada daerah atau pilkada yang siap dihelat pada 2020. Bila terealisasi, KPU akan sangat berterima kasih karena gagasan yang dibawanya dapat diterima semua pihak.
"Mengenai larangan mantan napi koruptor untuk dicalonkan kembali dalam pilkada mendapatkan landasan hukum yang lebih kokoh sehingga tidak ada peluang untuk dibatalkan sebagaimana pada pemilu yang lalu oleh MA," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid di Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).
Landasan hukum lebih kokoh, lanjut Pramono, merujuk pada revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bila pasal yang berkait bisa diubah maka gagasan yang sebelumnya ada di peraturan KPU bisa jadi lebih bertaji.
"Jadi kami mendukung sekali (soal pembahasan terkait di DPR)," lanjut Pram.
Â
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement