Liputan6.com, Jakarta -Tahun depan potensi pasar properti di Indonesia belum banyak perubahan. Hal ini dipengaruhi oleh pasar sektoral dan sentiment global. Para pengembang juga mulai beralih dari rumah susun (apartemen) dengan fokus ke pembangunan rumah tapak (rumah).
Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Yogi Perdana mengatakan, puncak kejayaan properti ada pada 2012-2013. Namun, saat ini sektor properti agak sulit untuk mengulang masa kejayaan pada tujuh tahun silam itu. Terutama saat ini, konsumen di industri properti telah banyak mengalami pergeseran.Â
Baca Juga
Pada masa tersebut, bersamaan dengan berjayanya pasar komoditas tambang mendorong investor menempatkan dananya di sektor properti. Namun, kini para investor belum merasa memerlukan untuk membeli.
Advertisement
Yogi menyebutkan, sebelumnya prapenjualan emiten properti cukup cemerlang yang didorong bonanza sektor komoditas. Pada saat itu, prapenjualan properti berasal dari investor dan saat ini investor yang saat itu membeli unit-unit properti belum membutuhkan tambahan unit.
Oleh karena itu, pasar berikutnya bergeser ke segmen ritel yang memiliki daya beli lebih terbatas. Alhasil, laju penyerapan produk properti menjadi lebih lamban bila dibandingkan dengan sebelumnya.Â
Ingin renovasi rumah menjadi minimalis? Baca dulu tipsnya di sini
Dia mengatakan, ke depannya sektor properti masih harus berjuang mengamankan pundi-pundi keuangan. Tujuannya agar bisa terus melakukan ekspansi. Pergeseran pasar tersebut sebagai titik keseimbangan baru yang harus dihadapi sektor properti.
Prospek industri masih ada dengan potensi backlog (kekurangan pasokan) mencapai 10 juta hunian dan tren pengembangan wilayah terintegrasi melalui moda transportasi umum.
"Outlook 10 juta housing backlog yang harus disasar. Ini ekuilibrium yang baru," katanya.
Apabila dibandingkan dengan pasar perumahan, proyek apartemen juga diperkirakan masih lesu sampai dua hingga tiga tahun ke depan. Karena itu, penawaran apartemen baru sangat terbatas dalam sekian tahun terakhir di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek).
Baca selengkapnya:Â Strategi Rumah Tua Laku Terjual
Semua developer termasuk developer besar, sendiri, atau bermitra dengan developer asing, memilih melansir proyek perumahan berupa klaster atau proyek baru. Sementara itu, developer yang sebelumnya lebih banyak mengembangkan apartemen, mengalihkan fokus ke proyek perumahan.
Pengalihan fokus ini dikarenakan pasar rumah menengah atas dan mewah masih lesu. Sebagian besar developer menyasar rumah menengah bawah seharga di bawah Rp500 juta sampai dengan Rp1 miliar per unit termasuk rumah bersubsidi. Dengan begitu, pengembang tetap bisa berjualan saat kondisi pasar lesu dan mendapatkan likuiditas.
Developer fleksibel mengelola ekspektasi pasar sehingga tetap bisa berjualan dalam situasi pasar seperti sekarang. Fleksibel bukan hanya dalam pilihan segmen pasar, tetapi juga besaran margin yang diperoleh.
Mengutip hasil riset dari grup usaha developer besar, dewasa ini pasar properti masih didominasi kelas menengah mencakup 66 persen populasi, penduduk kota (urban) mencapai lebih dari 70 persen dan kaum milenial mencakup 35 persen populasi. Kelas menengah merujuk ke daya beli, penduduk kota terkait pola pikir termasuk terhadap rumah (properti), dan milenial berkaitan dengan perilaku.
Temukan lebih banyak lagi panduan dan tips membeli rumah dalam Panduan dan Referensi.Â
Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya rumahÂ