Liputan6.com, Solo - Keraton Kasunanan Surakarta menggelar tradisi malam Selikuran Ramadan pada Selasa (7/7/2015) malam lalu. Pada tradisi tersebut, para abdi dalem keraton melakukan kirab dengan membawa seribu tumpeng dan ting (lampu obor) dari keraton hingga Masjid Agung. Selanjutnya nasi tumpeng tersebut dibagikan kepada masyarakat.
Pantauan Liputan6.com, ratusan peserta kirab malam selikuran yang terdiri dari sentana, abdi dalem, dan prajurit keraton melakukan kirab dari halaman keraton.
Iring-iringan kirab seribu tumpeng dan ting tersebut diawali dengan iringan drumband prajurit Keraton Kasunanan Surakarta.
Sebelum dibawa menuju Masjid Agung, seribu tumpeng yang dimasukkan ke dalam wadah ancak cantaka itu dikirab mengelilingi kawasan keraton. Setelah itu, iring-iringan menuju Masjid Agung yang berjarak sekitar 400 meter dari keraton.
Sesampainya di masjid, ancak cantaka berisi seribu nasi tumpeng diangkat dan diletakkan di serambi masjid. Kemudian para sentana dan abdi dalem pun duduk bersila di samping kiri dan kanan nasi tumpeng itu.
Setelah upacara serah terima tumpeng kepada pengurus masjid, dilangsungkan pembacaan doa. Tumpeng yang berisi nasi putih, ketimun, kedelai hitam, dan suwiran daging ayam itu pun akhirnya dibagikan kepada para abdi dalem dan masyarakat yang hadir pada perayaan malam Selikuran.
Tafsir Anom Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Pujo Dipuro mengatakan, malam selikuran telah digelar sejak masa pemerintahan Kerajaan Demak.
"Malam selikuran digelar oleh keraton untuk menghormati datangnya Lailatul Qadar pada bulan Ramadan. Seperti diketahui malam Lailatul Qadar merupakan malam seribu bulan dan untuk merayakannya dengan menggelar kirab seribu tumpeng dan ting," kata Tafsir Anom di Masjid Agung.
Advertisement
Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta, KP Winarno Kusumo mengatakan, tradisi malam Selikuran merunut kepada kisah Nabi Muhammad SAW saat turun dari Jalan Nur setelah mendapatkan wahyu Lailatul Qadar. Pada penyambutan itu, para sahabat Nabi membawa obor untuk menerangi jalan sehingga menjadi terang.
"Kanjeng Nabi setiap kali malam ganjil kan turun dari Jabal Nur. Setelah turun selalu disambut para sahabatnya dengan menggunakan obor supaya terang benderang. Nah, ritual tersebut dilanjutkan di Solo dengan kirab membawa ting supaya suasana terang benderang," jelas dia.
Sedangkan keberadaan seribu tumpeng, ujar KP Winarno, sebagai wujud rasa syukur datangnya malam Lailatul Qadar. "Isi tumpeng itu nasi gurih, kedelai hitam, mentimun, lombok ijo, dan daging ayam. Dengan tumpeng itu harapannya masyarakat bisa merasakan ayem dan tentrem," ucap KP Winarno Kusumo. (Sun/Nrm)