Ngurah Rai Jadi Rujukan Dunia soal Penanganan Dampak Erupsi

ICAO atau asosiasi penerbangan sipil internasional datang ke Bali untuk mempelajari cara penanganan dampak erupsi.

oleh Yudha Maruta diperbarui 17 Feb 2016, 11:28 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2016, 11:28 WIB
Abu Gunung Raung Menjauh, Bandara Ngurah Rai Kembali Dibuka
52 Penerbangan internasional dan 80 penerbangan domestik melakukan re-schedule atau penjadwalan ulang.

Liputan6.com, Denpasar - Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, beberapa kali terpaksa menghentikan aktivitas akibat dampak erupsi sejumlah gunung berapi. Hal itu rupanya menarik perhatian dunia internasional.

International Civil Aviation Organization (ICAO) atau asosiasi penerbangan sipil internasional yang bermarkas di bandara menilai kinerja pengelola Bandara Ngurah Rai cukup bagus. Mereka kemudian sengaja datang ke Bali untuk mempelajari cara penanganan itu.
 
"Berdasarkan kegiatan dulu, akibat meletusnya Gunung Raung dan Barujari, dan kegiatan ini tampaknya dimonitor oleh lembaga ICAO," kata General Manajer Angkasa Pura I Ngurah Rai, Trikora Harjo, di Bali, Rabu (17/2/2016).
 
Pelatihan penanganan dilakukan dengan menggelar simulasi penanggulangan dampak erupsi terhadap penerbangan di Pusat Pengendalian Operasi Gawat Darurat Angkasa Pura I Ngurah Rai. Dalam simulasi itu, digambarkan Gunung Semeru di Jawa Timur meletus dan mengakibatkan abu vulkanik terbawa angin hingga ke wilayah udara Bali.

"Kita membentuk satu tim yang terbentuk dari BMKG, dari Himawari, dari FFAC yang ada di Australia. Data itu dihimpun kemudian diolah, dianalisis setelah didapatkan keputusan area mana yang berbahaya dan area mana yang bisa dilewati," Trikora menjelaskan.
 
Selama ini, pengolahan data hingga penyampaian informasi ke para pemangku kepentingan penerbangan membutuhkan waktu satu jam. Selanjutnya, Dirjen Perhubungan Udara baru mengeluarkan surat peringatan berupa Note to Airman (Notam).

Dengan pelatihan ini diharapkan waktu pengambilan keputusan bisa dipersingkat sehingga bisa memberikan manfaat kepada stakeholder penerbangan internasional.

"Karena di Indonesia, kemungkinan terjadinya erupsi cukup besar. Ini akan dipakai di negara-negara lain yang ada potensi gunung meletus," Trikora memungkasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya