Arak Indonesia Berpeluang Tinggi Diekspor ke Korea Selatan

Pada abad 17, arak asal Indonesia bernama Batavia Arrack menjadi legenda di Asia hingga Kepulauan Karibia mengalahkan rum dan scotch.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 03 Mar 2016, 14:01 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2016, 14:01 WIB
Ilustrasi Minuman Beralkohol
Ilustrasi Minuman Beralkohol

Liputan6.com, Surabaya - Minuman beralkohol tradisional (MBT) asal Indonesia, seperti arak dan sopi, berpeluang cukup tinggi untuk diekspor ke Korea Selatan. Sebelum itu, pemerintah perlu memperhatikan standardisasi industri rumahan pembuatan MBT agar dapat bersaing dengan soju, makgeolli, ginseng wine dan minuman alkohol lainnya.
 
Ketua Forum Petani dan Produsen Minuman Berfermentasi Indonesia (FPPMBI), Adi Chrisianto,  mengatakan permintaan minuman beralkohol di Korea Selatan cukup tinggi karena Negeri Ginseng itu memiliki empat musim. Utamanya saat ini karena Korea Selatan memasuki akhir musim dingin dengan suhu mencapai minus 10oC.

"Tidak sedikit orang Indonesia yang berkunjung ke sana untuk bermain ski di Alpensia Resort di Propinsi Gangwon-Do. Untuk menahan dingin mereka mencari minuman beralkohol di minimarket dekat Holiday Inn," kata Adi dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com di Surabaya, Kamis (3/3/2016).
 
Adi menambahkan, minuman beralkohol sangat mudah didapatkan di Korea Selatan. Semua minimarket di sudut jalan provinsi di Korea Selatan menjual jenis bir lokal (soju) maupun bir merek lain, seperti vodka. seperti halnya di Indonesia, minuman beralkohol dijual dalam rak terpisah dengan jenis minuman lainnya
 
"Akan tetapi di sana, tidak ada peringatan (21+) seperti halnya di Indonesia. Meskipun demikian, anak di bawah umur tidak mengonsumsi minuman beralkohol karena peranan besar pendidikan terhadap generasi muda," imbuh Adi.
 


Ia menyatakan peraturan kepada konsumen minuman beralkohol juga sangatlah ketat. Orang yang mabuk tidak akan mengendarai mobil karena bisa terkena sanksi pelanggaran lalu lintas. Demikian juga jika orang mabuk terlibat kriminalitas, akan ditindak berdasarkan kejahatannya.
 
Tidak mengherankan jika dalam artikel yang diterbitkan kantor berita CNN pada 15 Maret 2013, lanjut Adi, Korea Selatan menempati peringkat nomor 7 dari 10 negara yang mereka pilih sebagai  "World's Best Drinking Nations".
 
"Di jalanan kota Seoul saya menjumpai orang, ada perempuan dan lelaki yang berjalan sempoyongan dengan mulut berbau alkohol. Namun, mereka tidak menganggu dan enggan mengendarai kendaraan bermotor. Angka kriminalitas di Korea Selatan sangat rendah meskipun minuman beralkohol dijual bebas," tutur Adi.
 
Laporan market penjualan bir versi Lotte Mart mengungkapkan, penjualan bir impor di Korea sejak tanggal 1 Juni hingga 27 Juni 2013 lalu mencapai 1,6 miliar won. Angka itu mengalami kenaikan sebesar 41% dari tahun sebelumnya dan mengalahkan penjualan wine bahkan soju, yang hanya mencapai 1,5 miliar won dan 1,45 miliar won.

Itu pertama kalinya bir impor terjual lebih banyak dari anggur dan soju dalam basis hitungan bulan.
 
"Korea Selatan juga menempati peringkat ke-27 tahun 2012 sebagai negara importir bir di dunia. Penyebabnya adalah karena pengusaha bir lokal mendominasi pasar bir di Korea Selatan, yaitu sekitar 94% dari nilai yang terjual di pasar," ujar Adi.

Pamor Arak Indonesia

Dua perusahaan pondominasi pasar bir Korea Selatan adalah Oriental Brewery Company Co. Ltd. (O.B.) yang menguasai 55,7% pasar bir lokal dan Hite-Jinro Co. yang menguasai 44,3% pasar bir lokal pada tahun 2012 lalu. Eksportir bir terbesar ke Korea Selatan adalah Jepang di peringkat teratas, kemudian Belanda, Irlandia, Amerika Serikat, dan China di peringkat selanjutnya.
 
"Bir Jepang banyak digemari karena konon masyarakat Korea menyukai "dry" taste yang disuguhkan oleh bir Jepang. Selisih nilai peringkat pertama dan kedua sangat besar, menunjukkan betapa diminatinya bir asal negara Jepang di Korea Selatan. Indonesia berada jauh tertinggal, yaitu di peringkat ke-24 sebagai negara eksportir bir ke Korea Selatan," ungkap Adi.
 
Indonesia berada di peringkat 55 sebagai eksportir bir di dunia pada tahun 2012 lalu. Bisa dibilang tidak termasuk "pemain" dalam bidang ekspor bir ini. Salah satu penyebabnya adalah  adanya peraturan pemerintah yang membatasi jumlah produksi dan distribusi bir dalam negeri, sehingga akan sulit bagi Indonesia untuk merangkak naik dalam peringkat ini.
 
"Saya tidak pernah menemui produk minuman beralkohol asal Indonesia disana. Padahal Indonesia memiliki kekayaan dan keanekaragaman pengolahan minuman beralkohol secara tradisional di tiap-tiap daerahnya. Kemampuan mengolah minuman itu didapatkan secara turun temurun. Bahkan menurut kitab Negarakertagama pembuatan minuman beralkohol sudah dikenal Zaman Majapahit," kata Adi.
 
Pada abad 17, arak asal Indonesia bernama Batavia Arrack menjadi legenda di Asia hingga Kepulauan Karibia mengalahkan rum dan scotch. Merek itu sempat diulas koran The New York Times edisi minggu. Judulnya "Out of the Blue : Batavia Arrack Comes Back".
 
Untuk mengembalikan pamor arak lokal, pemerintah diminta untuk membina dan membantu permodalan.

"Bukan hanya dirazia dan dibunuh perlahan lantaran dianggap menjadi biang kerok kasus kematian akibat oplosan," imbuh Adi.
 
Adi mengatakan pembinaan itu meliputi standardisasi produksi dan kelayakan konsumsi, pengawasan jalur distribusinya dan perizinan. Selain itu, edukasi dan penegakan hukum pidana bagi pemabuk dan penyalahgunaan minuman beralkohol diyakini mampu membawa arak dikenal hingga Asia.
 
"Arak yang disadap masyarakat Karangasem Bali maupun arak yang dibuat di Surabaya dan Tuban tidak kalah dengan soju ataupun bokbunja ju, fermentasi dari black raspberries. Harga arak Bali juga lebih murah dibandingkan wine ginseng yang dijual dengan harga 40 ribu won (1 won = Rp 10,-), soju 1.500 won dan tradisional wine Korea seharga 4.500 won," terang Adi.
 
Soju, kata Adi, juga dijual di restoran Korea Jakarta, Semarang dan Surabaya dengan harga Rp 150 ribu per botolnya (330 ml). Padahal, harga arak Bali hanya Rp 10 ribu per 330 ml.
 
"Meskipun mahal, soju banyak dicari di Indonesia. Sedangkan, produk asli Indonesia terus terkena razia dan sulit berkembang. Dengan pembinaan yang baik, saya yakin produk asli Indonesia dapat bersaing dan mendatangkan kemakmuran," pungkas Adi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya