Liputan6.com, Grobogan - Dua anak kecil berlarian di pematang sawah pinggir rel kereta, desa Sugihmanik, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Sesekali kaki-kaki kecil mereka tersangkut sulur tanaman kacang panjang. Saat terjatuh mereka malah tertawa-tawa.
Sekitar 50 meter dari tempat mereka berlarian, selajur rel kereta api membelah persawahan itu. Itulah rel kereta api yang pertama kali dibangun oleh Belanda.
Melintas dari Pelabuhan Semarang (Havenstad Semarang) menuju Tanggoeng, sebuah desa perkebunan di Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah. Panjang jalur ini 25 km dengan lebar sepur 1.435 milimeter. Jalur ini diresmikan 10 Agustus 1867.
Mendekati rel kereta api tertua, dua anak kecil itu, Yos dan Langit, mengambil sebuah rangkaian papan berbentuk persegi empat, dilengkapi dengan roda dari laker (bearings) bekas.
"Dolan neng endi nang? Ati-ati nek dolanan lori," Sutar, seorang lelaki setengah baya berteriak. (hei mau kemana? Hati-hati kalau mainan lori ya!)
"Nggih pakdhe. Cuma sebentar kok," teriak Langit, sang adik. (ya pakde, cuma sebentar kok).
Baca Juga
Begitulah suasana keseharian desa Sugihmanik di kecamatan Tanggungharjo, Grobogan. Anak-anak memiliki keasyikan sendiri bermain lori. Papan beroda yang diluncurkan di atas rel.
Permainan itu sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Bahkan mungkin sebanding dengan pembangunan rel kereta api pertama. Menurut warga desa Sugihmanik, Sutar, dulu saat belum ada laker (bearing) warga membuat roda dari kayu.
"Saya dulu semasa kecil juga sudah mainan itu. Itu kan nggak bahaya karena pake tenaga manusia. Didorong saja," kata Sutar kepada Liputan6.com, Selasa (5/4/2016).
Medan yang naik turun tentu saja menjadi tantangan bagi para pemain. Rata-rata mereka mendorong lori-nya dari desa Sugihmanik ke arah hutan yang relatif menanjak.
Ketika pulang, mereka tak butuh dorongan karena tenaga gravitasi bumi menjadi pendorong utama. Ketika menanjak, lori itu didorong dengan sebatang kayu, sebagaimana halnya mendayung perahu.
Advertisement
"Ternyata permainan anak-anak ini menjadi ide bagi orang-orang dewasa. Mereka kemudian ikut membuat lori untuk kegiatan yang lebih produktif," kata Sutar.
Yang dimaksud kegiatan produktif adalah mengubahnya menjadi semacam alat transportasi. Desain dan konstruksi lori diperkuat sehingga menjadi semacam bidang datar yang besar.
"Untuk membawa hasil panen jagung, kacang panjang, rumput, atau kadang kayu bakar dari hutan," kata Sutar.
Warga Sugihmanik mulai beralih moda transportasi jarak dekat. Meski sama-sama menggunakan tenaga manusia, namun lori lebih ringan dikayuh dan jalannya juga lebih cepat dibanding sepeda. Untuk bepergian ke hutan atau kebun, mereka memilih menggunakan lori daripada sepeda.
Pemberangusan Lori
Meskipun Yos dan Langit masih bisa tertawa-tawa bermain-main lori, namun sejatinya warga Desa Sugihmanik kini tak lagi leluasa bermain. PT KAI Daop IV Semarang merasa terusik dengan eksistensi permainan anak dan moda transportasi kreatif warga ini.
Seperti yang terjadi pada hari Senin (4/4/2016), PT KAI menggelar razia alat permainan anak itu. Hasilnya, lebih dari 50 lori milik anak-anak maupun alat transportasi orang dewasa itu akhirnya disita.
Manajer Humas PT KAI Daop IV, Gatut menjelaskan tindakan penyitaan dilakukan untuk mengantisipasi gangguan-gangguan perjalanan kereta api.
Management PT KAI Daop 4 Semarang menerjunkan petugas gabungan dengan melibatkan polisi memeriksa jalur lintas Tanggung-Kedungjati sejauh 10 KM dengan berjalan kaki.
"Kami menyisir kanan dan kiri rel kereta api. Kadang mereka menyembunyikan lori di situ," kata Gatut, Selasa (5/4/2016).
Tujuan razia ini selain memastikan jalur kereta api tertua di Indonesia itu baik-baik saja, juga menindak pelanggaran penggunaan jalur kereta api oleh masyarakat.
"Berdasarkan pasal 181 UU 23 tahun 2007, maka jalur kereta api seharusnya hanya digunakan KA untuk melintas. Ternyata oleh warga dimanfaatkan menjalankan lori lotrok sebagai pengangkut hasil panen kebun ataupun barang-barang lainnya," kata Gatut.
Menurut Gatut, penyalahgunaan jalur kereta api itu memiliki konsekuensi sanksi pidana. Mayoritas lori itu ditemukan di sekitar saluran air. Warga menyimpan lori itu di ladang agar bisa digunakan warga lainnya.
"Kami tak pernah menyembunyikan di ladang. Kan memang baru kali ini ada razia. Itupun tanpa ada sosialisasi larangan," kata Sutar.
Zero Accident
Warga mempertanyakan larangan tersebut karena sejauh ini penggunaan lori oleh warga, baik sebagai alat tranportasi maupun permainan anak-anak tak pernah menimbulkan kecelakaan. Selain warga sudah tahu jadwal reguler kereta api melintas, mereka juga akan mengalah ketika ada kereta yang hendak lewat.
"Kereta masih berjarak beberapa kilometer, kami sudah tahu dari getaran di rel. Dan buru-buru kami turunkan lori. Sejauh ini tak ada kecelakaan," kata Sutar.
Bukan hanya orang dewasa, anak-anak juga sudah memiliki naluri sendiri. Mereka segera menghentikan permainannya jika kereta hendak melintas.
Tradisi bermain lori bagi anak-anak biasanya akan ramai saat bulan ramadhan. Dimana mereka menghabiskan waktu menunggu buka puasa dengan saling beratraksi diatas lori.
"Anak-anak desa sangat akrab dengan tetangga desa, bahkan dari luar desa karena permainan ini. Kami merasa saling mengenal, karena saat kecil kami disatukan oleh permainan ini," kata Sutar.
Demikianlah, Yos dan Langit memang hanya dua anak kecil yang masih suka bermain-main. Mereka tak sedikitpun merasa permainannya mengganggu lalu lintas kereta api karena dilakukan saat jadwal kereta benar-benar kosong.
Namun keasyikan Yos dan langit menjalin persahabatan dengan teman-temannya di desa Sugihmanik dan sekitarnya saat ini sudah nyaris selesai. Mereka bermain-main di rel kereta dengan mencuri-curi, bak pelaku kriminal menghindari penegak hukum.
Advertisement