Liputan6.com, Jakarta - Pangeran Diponegoro dikenang sebagai pahlawan nasional sekaligus penentang penjajah Belanda yang paling sulit ditaklukkan. Perang Diponegoro dalam kurun 1825-1830 mencakup wilayah-wilayah di Jawa, sehingga disebut juga Perang Jawa.
Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta, 11 November 1785, dengan nama kecil Bendoro Raden Mas Ontowiryo. Ia meninggal di pengasingannya di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 8 Januari 1855.
Sosok Pangeran Diponegoro menjadi bahan kajian banyak peneliti. Salah satunya Peter Carey, sejarawan Universitas Oxford, yang telah meneliti Diponegoro selama 30 tahun.
Kepada Liputan6.com, Peter Carey, yang kini mengajar di Universitas Indonesia, menceritakan awal mula "pertemuannya" dengan Pangeran Diponegoro adalah saat dia mencari referensi penulisan Revolusi Prancis. Ketika membongkar arsip dan pustaka, matanya bersirobok dengan lukisan sosok Diponegoro yang "mistis dan magis."
Baca Juga
Peter Carey yang menulis buku Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (2014) dan Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa (2012) menuliskan ada banyak aspek tentang Pangeran Diponegoro yang terasa “lebih aneh dibandingkan khayalan”. Berikut beberapa fakta terkait sisi personal sang pangeran.
1. Diponegoro menyukai hewan peliharaan, khususnya burung penyanyi. Bahkan dikisahkan sang pangeran bisa berkomunikasi dengan burung-burung ini. Sepanjang hidupnya, sang pangeran memelihara beraneka jenis binatang peliharaan.
Di Tegalrejo, tempat kehidupan masa dewasanya, Diponegoro memiliki penyu. Ada juga ikan mas yang mengelilingi kursi meditasinya di Selorejo—tempat peristirahatan dia di timur laut Tegalrejo. Selama perang, ketika ia bersembunyi dari kejaran Belanda di barat Banyumas, ia biasanya turun ke Kali Cincingguling (di perbatasan Banyumas dan Dayeuh Luhur) untuk melihat kerumunan buaya.
Selama di pengasingan, ia memiliki burung kakaktua berbulu putih yang dianggapnya sebagai sahabat di benteng dari dinding tirai Fort Rotterdam, di luar kamar di lantai kedua di atas pos jaga utama (Hoofdwacht). Pangeran Diponegoro juga menyebutkan badak jawa dan harimau yang ia lihat di hutan.
2. Pangeran Diponegoro suka bermain catur. Lawan tanding favoritnya adalah perempuan bangsawan, Raden Ayu Danukusumo, seorang janda yang merupakan ibu dari mantan Perdana Menteri Yogyakarta, Danurejo II (terbunuh 31 Oktober 1811). Raden Ayu Danukusumo juga memiliki ketertarikan yang sama perihal sastra dan mistik Islam Jawa.
3. Pangeran Diponegoro sangat suka merokok. Ia membuat sendiri rokoknya dengan gulungan daun jagung.
4. Pangeran Diponegoro mengoleksi selubung keris yang terbuat dari emas dan juga beberapa perhiasan. Beberapa di antaranya dibuatnya sendiri. Diponegoro mengirimkan salah satu dari cincinnya, batu akik berwarna hitam, kepada ibunya ketika ia berada di pengasingan di Makassar.
Kekuatan Pangeran Diponegoro
5. Pangeran Diponegoro memiliki kemampuan untuk mengutuk orang dari jauh dan terkenal dengan kekuatan kata-katanya (manjur). Disebutkan seorang pejabat Belanda dan Jawa yang menyeberangi jalannya sebelum Perang Jawa tiba-tiba saja mengalami kematian yang menyakitkan.
6. Pangeran Diponegoro adalah seorang orator yang mumpuni. Ia memiliki kemampuan berbicara dengan setiap jenis orang, baik pria maupun wanita. Ia bisa bergaul dengan kalangan santri, orang rendahan, sekaligus memiliki tata cara Eropa yang baik. Idenya--merujuk pada keterangan pendamping perwira Jerman--sangat jelas, jernih, dan kuat.
7. Pangeran Diponegoro sudah menjalankan blusukan (praktik muncul secara tiba-tiba dan tak terduga di wilayah pinggiran desa) dan berbicara secara langsung kepada rakyat jelata dengan bahasa Jawa rendah (ngoko).
8. Pangeran Diponegoro membenci cara orang-orang Eropa berbicara dengan bahasa Melayu Pasar. Ia mengatakan bahwa itu (bahasa Melayu Pasar) adalah bahasa ayam yang tidak seorang pun di Jawa ingin mendengarnya.
Sang pangeran selalu berbicara dengan bahasa Jawa tinggi (kromo inggil) kepada para penguasa Belanda. Ia juga meminta agar para tawanan Belanda mengenakan baju Jawa.
9. Pangeran Diponegoro memiliki pengalaman yang luas serta kemampuan untuk mengakses empat dunia yang berbeda: (1) dunia pengadilan (Keraton Yogya), tempat dia lahir dan tinggal untuk pertama tujuh tahun 1785-1793; (2 dan 3) dunia dari petani beras Jawa (tani) dan pesantren Islam Jawa (pesantren) yang dipimpin oleh kyai dan ulama (ulama)—keduanya sering dikunjunginya saat tumbuh dewasa di Tegalrejo (1793-1803).
Di Tegalrejo inilah ia menikah dengan istri pertamanya (putri ulama setempat). Ia lantas menikah lagi untuk kedua kalinya selama periode Inggris (1811-1816), (4) dunia dari pejabat Eropa dan pemerintah kolonial, tempat Pangeran Diponegoro belajar minum anggur, menggunakan sendok garpu perak di meja, dan melakukan negosiasi perjanjian.
10. Pangeran Diponegoro memiliki selera humor yang jarang tercatat. Selama Perang Jawa, ia dikabarkan pernah mengirimkan satu setel pakaian wanita (kain dan kebaya) kepada komandannya yang telah menunjukkan sikap pengecut di pertempuran. Sang pangeran mengirimkannya disertai tulisan bahwa pakaian ini lebih tepat dikenakan sang panglima dibandingkan dengan baju pertempuran.
Selain itu, Pangeran Diponegoro pernah mengejek seorang Residen Belanda, yakni Mayor Nahuys (menjabat 1816-1822), dengan menyebutnya seorang “flamboyan”, sama seperti dirinya sendiri. Sang residen diketahui melakukan hubungan seksual dengan dua wanita di saat bersamaan (threesome) karena tidur dengan istri dari bawahannya, seorang asisten residen berdarah campuran.
Advertisement