Liputan6.com, Yogyakarta - Dewan Energi Nasional Tumiran menilai, nuklir bisa menjadi pilihan paling mujarab untuk mengatasi krisis energi listrik di Indonesia. Karena pembangunan satu pembangkit listrik tenaga nuklir bisa menghasilkan 1.500 megawatt.
Dia menganggap, energi baru terbarukan (EBT) seperti angin, surya, dan air, dan biomasa belum bisa menjadi solusi untuk meningkatkan kapasitas listrik di Indonesia karena beberapa sebab.
"Salah satunya adalah faktor keberlanjutan energi tersebut," ujar Tumiran kepada Liputan6.com di Yogyakarta, Senin 27 Juni 2016.
Advertisement
Ia mencontohkan, DIY yang rencananya akan mengusung angin sebagai EBT belum terbukti mampu menyediakan keberlanjutan energi itu. Di Bantul, belum ada penelitian angin pesisir bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan energi listrik.
Menurut dia, hanya beberapa daerah tertentu di Indonesia yang bisa mengoptimalkan EBT, yakni NTB, NTT, dan Papua. Namun, kebutuhan listrik di daerah itu tidak sebanyak Jawa, Sumatera, dan Kalimantan yang notabene banyak industri.
Ia mengungkapkan, kapasitas listrik per kapita di Indonesia baru 200 watt, sedangkan China sudah 1.100 watt. Oleh karena itu, tutur Tumiran, pemerintah berusaha menambah kapasitas listrik dengan membangun pembangkit 35 giga watt.
"Tapi rencana membangun pembangkit listrik itu juga sampai sekarang belum terealisasi," ucap dia.
Sementara ekonom energi UGM Tri Widodo menilai, pro kontra pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia muncul karena dikompori oleh pihak asing.
"Semua negara maju itu pakai nuklir, mengapa Indonesia tidak bisa?" tutur Tri.
Dia mengungkapkan, kekurangan energi listrik bisa merugikan bangsa secara finansial karena semua industri besar bergantung pada listrik.
Â