Pertama Kali Ngabekten, Bupati Bantul Deg-degan

Ngabekten Keraton Yogyakarta tahun ini dinilai lebih ramai namun tanpa kehadiran adik-adik sultan.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 07 Jul 2016, 21:45 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2016, 21:45 WIB
ngabekten, Keraton Yogya
Ngabekten Keraton Yogyakarta tahun ini dinilai lebih ramai namun tanpa kehadiran adik-adik sultan.

Liputan6.com, Yogyakarta - Bupati Bantul Suharsono mengaku deg-degan untuk pertama kalinya mengikuti Ngabekten di Keraton Yogyakarta, Kamis (7/7/2016). Meskipun demikian, ia merasa antusias dengan pengalaman pertamanya ini.

Bupati Bantul terpilih dalam pilkada 2015 lalu ini memang satu-satunya orang baru di antara deretan bupati dan walikota di Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengikuti Ngabekten.

Empat pemimpin daerah lainnya, Badingah, Sri Purnomo, Haryadi Suyuti, dan Hasto Wardoyo sudah lebih dari 4 kali mengikuti prosesi ini.

 "Saya latihan sembah raja selama seminggu," ujar Suharsono.

Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menilai Ngabekten tahun ini lebih banyak pesertanya ketimbang tahun lalu. "Tahun lalu pukul 11.00 WIB sudah selesai, yang tahun ini hampir pukul 12.00 WIB," tutur dia.

Pelaksanaan prosesi, kata Haryadi berjalan lancar dan khidmat. Ia juga mengungkapkan sama seperti tahun kemarin, adik-adik Sultan HB X tidak tampak dalam acara itu.

Prosesi Ngabekten yang digelar setiap 1 Syawal pada tahun ini digelar selama 2 hari, yakni pada 7 dan 8 Juli. Hari pertama dilakukan Ngabekten kakung yang dibagi dalam tiga waktu, yaitu pagi hari mulai pukul 09.00 WIB untuk para pangeran, bupati serta wali kota, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berjumlah sekitar 300 orang.

Sesi kedua dilanjutkan pada siang hari, yang ditujukan kepada para wedana berjumlah 100 orang, dan pada sesi terakhir sampai pukul 16.00 WIB diikuti 35 orang abdi dalem. Sedangkan Ngabekten hari kedua juga dibagi dalam tiga waktu, yakni permaisuri, putri, pada pagi hari, istri wedana di siang hari, dan malam hari untuk abdi dalem.

Ngabekten mengikuti perhitungan Tahun Jawa Islam Sultan Agungan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak Panembahan Senopati untuk memohon maaf serta menunjukkan tanda bakti dan loyalitas.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya