Sambut Pagi di Gedung Peninggalan Belanda Terindah di Indonesia

Di balik keindahannya, gedung peninggalan Belanda senilai 6 juta gulden itu menyimpan peristiwa berdarah.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 23 Des 2016, 06:04 WIB
Diterbitkan 23 Des 2016, 06:04 WIB

Liputan6.com, Bandung - Selamat pagi, Indonesia! Perjalanan pagi Liputan6.com kali ini singgah di sebuah gedung yang menjadi ikon Kota Kembang. Yakni, gedung yang kini berusia 74 tahun bernama Gedung Sate.

Dikutip dari laman portalsejarah.com, pembangunan gedung yang kini menjadi kantor Gubernur Jawa Barat itu melibatkan 2.000 pekerja, 150 di antaranya merupakan orang Tiongkok yang ditugasi sebagai pengukir kayu atau pemahat batu. Sedangkan, hampir seluruh pekerja sisanya berpengalaman membangun gedung penting seperti Gedong Sirap di ITB.

Selang empat tahun pembangunan, gedung yang dirancang tim beranggotakan Ir. J. Gerber, Ir. G. Hendriks, dan Ir. Eh. De Roo dan ketua Kol.Pur. VL. Slors akhirnya berdiri megah pada September 1942. Keindahan Gedung Sate itu mampu menarik pujian dari sejumlah kalangan.

Gedung Sate. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

D Ruhl dalam buku berjudul Bandoeng en haar Hoogvlakte yang diterbitkan pada 1952 menyebutnya sebagai gaya arsitektur paling indah di Indonesia. Sedangkan, dua arsitek terkenal asal Belanda lainnya, Cor Pashier dan Jam Wittenberg, menyebut Gedung Sate adalah hasil eksperimen penggabungan dua gaya arsitektur yaitu Indonesia dan Eropa.

Sebutan Gedung Sate itu merujuk pada puncak gedung yang dihiasi tusuk sate yang memiliki enam buah benda bulat. Ada perdebatan tentang benda itu, seperti menyebutnya sebagai sate, jambu air atau bahkan melati. Namun yang pasti, enam benda bulat menunjukkan biaya pembangunan gedung megah sebesar 6 juta gulden.

Di balik keindahannya, ada peristiwa berdarah yang mewarnai perjalanan gedung indah tersebut. Pada 3 Desember 1945, nyawa tujuh pemuda melayang setelah berjuang mempertahankan Gedung Sate dari serangan pasukan Gurkha yang dibayar Belanda untuk mengambil kembali Indonesia.

Nama ketujuh pemuda itu terpahat di sebuah tugu batu yang dipajang di halaman depan Gedung Sate. Tugu batu tersebut menjadi pengingat atas jasa-jasa pemuda yang sebagian jasadnya dikubur di halaman Gedung Sate. Jika cuaca cerah, dari tugu itu bisa terlihat Gunung Tangkuban Perahu dari kejauhan.

Halaman Gedung Sate Bandung. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Kini, kompleks Gedung Sate semakin semarak dengan bangunan DPRD yang berada di sayap barat bangunan utama dan masjid megah di sebelah barat daya.

Di seberangnya berlokasi Lapangan Gasibu yang semakin cantik usai menjadi tuan rumah perhelatan PON XVI, beberapa waktu lalu. Tidak mengherankan jika siapapun yang bertandang makin betah dan asyik berfoto di depan Gedung Sate.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya