Liputan6.com, Kupang - Kepolisian Resor (Polres) Kupang, Nusa Tenggara Timur, menggerebek sebuha tempat kos di Kelurahan Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Rabu, 29 Maret 2017 sekitar pukul 23.30 Wita. Dari tempat kos itu, polisi mengamankan 13 orang yang akan diberangkatkan menjadi buruh di kebun sawit di Kalimantan.
Ke-13 lelaki itu berinisial CD, AS, RB, MD, NM, NL, SM, DL, F, PB, MN, EK dan BL. Mereka diamankan saat menginap di kos milik Yusup Snae, di RT 001/ RW 001 Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang.
Pemilik kos Yusup Snae mengaku tidak tahu jika orang yang ditampungnya berencana dijadikan pekerja sawit. "Saya hanya diminta memberikan tumpangan saja. Katanya mereka hanya nginap sehari saja dan rencananya berangkat ke Kalimantan," jelas Yusup kepada Liputan6.com.
Kebanyakan calon buruh sawit itu berusia 20-an tahun yang putus sekolah sejak SD. Seorang TKI, NM (17) mengatakan dia diajak oleh seseorang yang biasa dipanggil Om Tinus untuk bekerja di Kalimantan sebagai karyawan di kebun kelapa sawit.
Dia mengaku tergiur dengan gaji yang ditawarkan perekrut. "Yang ajak itu Om Tinus. Katanya dia sudah biasa ajak orang ke sana. Saya sudah lama kenal dia. Dia janji akan menggaji kami Rp 2,5 juta per bulan," kata NM, wanita tamatan sekolah dasar ini.
Baca Juga
Advertisement
Dia juga mengaku sebelum berangkat, orang yang merekrut dirinya sudah memberi uang imbalan ke orangtuanya. "Om Tinus sudah kasih uang oko mama (uang imbalan atau terima kasih) ke orangtua saya," ujar NM.
Setelah diperiksa, ke 13 calon TKI itu tidak memiliki dokumen resmi keberangkatan. Polisi akhirnya mengamankan mereka di markas Polres Kupang.
Kasatreskrim Polres Kupang Iptu Simson L. Amalo mengatakan, akan berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi guna dibina sebelum dikembalikan ke keluarga. Â
Sebelumnya, dalam diskusi Data Perdagangan Orang (DPO), di Kantor IRSGC, Kupang, Minggu, 26 Maret 2017, diketahui banyak kebun kelapa sawit di Kalimantan memperlakukan buruh harian lepas secara tidak layak.
Upah buruh harian lepas yang bekerja di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah dinilai kurang manusiawi dan tidak sebanding dengan beban kerjanya.
Para buruh kasar ini -sebagian besar dari Nusa Tenggara Timur- harus bekerja 7-12 jam sehari dengan upah hanya berkisar Rp 48.000-Rp 65.000 per hari dengan risiko kerja yang sangat tinggi.
Dalam penelitian Ecosoc tentang "Perkebunan Kelapa Sawit dan Hak Asasi Manusia", pihaknya menemukan ratusan buruh migran asal NTT di perkebunan kelapa sawit yang hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Dilansir Antara, peneliti Institute of Ecosoc Rights, Sri Palupi menuturkan, para buruh ditampung di barak yang tak layak huni jauh dari fasilitas umum dan kesehatan yang memadai. Mereka tidak mendapatkan sarana air bersih dan harus bergantung di sungai sekitar kebun kelapa sawit yang sudah banyak tercemar.
Para buruh itu juga, kata dia, tidak mendapatkan perlindungan kerja seperti jaminan sosial dan jaminan kesehatan dari perusahan. Banyak dari mereka yang masih saja berstatus buruh harian lepas (BHL) meski sudah bekerja bertahun-tahun.