Liputan6.com, Rejang Lebong - Industri batu bata produksi warga Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, terancam bangkrut karena kalah bersaing dengan produk dari luar daerah yang masuk ke wilayah itu.
Salah satu sentra penghasil batu bata di Rejang Lebong adalah Desa Dataran Tapus, Kecamatan Bermani Ulu Raya. Batu bata asal daerah ini yang dikenal sebagai bata tabarenah, selama ini menguasai pasaran material bangunan di Rejang Lebong.
Belakangan, industri itu terancam tutup setelah batu bata asal Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan masuk. Batu bata yang dikenal dengan nama bata merasi itu mampu menggeser bata lokal karena harga yang lebih murah dan kualitas bahan baku yang lebih bagus.
Advertisement
"Kualitas mereka lebih bagus dan sudah menggunakan mesin press, sedangkan batu bata di sini masih di produksi secara manual," kata Sugeng (54), salah seorang perajin batu bata di Desa Dataran Tapus, dilansir Antara, Sabtu, 21 Oktobr 2017.
Baca Juga
Sugeng mengatakan sistem produksi manual yang dijalankan olehnya dan sebagian besar perajin, membuat biaya produksi tinggi, sekitar Rp 350 per buah. Biaya produksi itu meliputi untuk upah aduk bahan Rp 60 per bata, upah cetak Rp 30 per bata, biaya susun setelah dan sesudah pembakaran Rp 60, serta biaya lainnya.
Kondisi itu, menurut perajin yang sudah 17 tahun menekuni usaha tersebut, membuat harga jual batu bata lokal berkisar antara Rp 500-Rp 600 per buah, atau tidak jauh dengan harga batu bata asal Musi Rawas yang berkisar antara Rp 450-Rp 550 per buah.
Sugeng khawatir jika kondisi tersebut dibiarkan, usaha miliknya dan puluhan perajin batu bata lainnya bakal ambruk dan tutup tidak lama lagi. Terkait hal itu, Sekretaris Desa Dataran Tapus, Tedy Riski mengatakan telah memasukkan usaha batu bata itu dalam program BUMDes dengan pembiayaan dana desa.
Tedy mengatakan, pengusaha batu bata itu nantinya akan dipinjamkan modal, pelatihan manajemen, dan lain-lain sehingga produksi batu bata setempat memiliki standar jual sehingga tidak kalah dengan bata dari luar daerah.
Menurut Tedy, di wilayah itu terdapat 11 lokasi pembuatan batu bata dengan melibatkan puluhan sampai ratusan tenaga kerja. Usaha tersebut dilakoni warga setempat sejak puluhan tahun lalu.
"Sebagian besar warga sini yang tidak mempunyai kebun atau pekerjaan lainnya, bekerja di bangsal bata ini mulai dari tukang aduk bahan, tukang cetak, maupun tenaga pembakar bata," katanya.
Saksikan video pilihan berikut ini: