Liputan6.com, Balikpapan - Ratusan penghuni Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Balikpapan Kalimantan Timur merusak sejumlah peralatan pengawasan. Para pengungsi dari beberapa negara konflik ini menghancurkan sebanyak 27 CCTV, taman, meja, kursi serta aksi vandalisme di sekujur dinding Rudenim Balikpapan.
"Mereka rusak semua peralatan negara di Rudenim Balikpapan ini," keluh Kepala Rudenim Balikpapan, Irham Anwar, Minggu (22/4/2018).
Irham mengatakan, aksi anarkis pengungsi Afganistan, Iran, dan Somalia sudah mulai terekam sejak bulan September silam. Mereka memboikot berbagai program rutin Rudenim Balikpapan agar pengungsi tidak jenuh terkurung dalam ruang penampungan.
Advertisement
"Mereka menolak program rekreasi bersama seperti berenang dan olahraga di luar Rudenim Balikpapan ini. Tidak ada yang mau turut serta," paparnya.
Baca Juga
Aksi aksi makin anarkis terus dilakukan, berupa aksi demo serta menolak mengkonsumsi jatah ransum sudah diberikan organisasi donor UNHCR. Puncaknya adalah dalam sepekan terakhir di mana terjadi perusakan sejumlah peralatan Rudenim Balikpapan.
"Mereka melakukan perusakan pada malam hari sehingga tidak diketahui siapa yang merusak peralatan ini," ungkapnya.
Para pengungsi menuntut bisa bebas berkeliaran selama menetap di Balikpapan. Selama ini, mereka memang dikurung dalam ruang isolasi di Rudenim Balikpapan.
"Permintaan mereka tidak mungkin, ada penolakan warga Balikpapan sehubungan keberadaan mereka," tegas Irham.
Rudenim Balikpapan menampung sebanyak 149 pengungsi yang mayoritas berasal dari Afganistan. Mereka secara bergelombang berdatangan ke Balikpapan sejak empat tahun terakhir dari berbagai negara konflik.
Para pengungsi menunggu permohonan suaka politik ke sejumlah negara tujuan seperti Australia, Selandia Baru, Kanada dan Amerika Serikat. Indonesia hanyalah negara transit para pengungsi sembari menunggu persetujuan negara tujuan.
Sejumlah Rudenim di Bogor, Jakarta dan Puncak, menurut Irham, memang membebaskan para pengungsi berkeliaran bebas di masyarakat lokal. Namun keberadaan mereka akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan sosial dan pidana bagi warga lokal.
"Ada yang jadi gigolo hingga mengganggu rumah tangga warga lokal. Itu pula alasannya kenapa sejumlah daerah menolak keberadaan mereka,"Â paparnya.
Rudenim Balikpapan sudah mengantongi tujuh provokator yang diduga menjadi dalang kekisruhan pengungsi ini. Mereka yang seluruhnya adalah warga negara Afganistan adalah Mahdai Alidada, M Gulzani, M Eksanulohzahil, Reza Aseprohimi, Syahid Arif, Ali Nadiki dan Ali Reza Fachori.
"Mereka ini yang sering rapat rapat dan mempengaruhi pengungsi lain," ungkapnya.
Rudenim Balikpapan tegas menolak tuntutan para pengungsi agar bisa berkeliaran di Balikpapan. Irham berkoordinasi dengan aparat kepolisian guna menindak tegas pengungsi yang kedapatan melakukan tindakan anarkis merusak peralatan Rudenim Balikpapan.
"Kami serahkan pada polisi untuk memberikan tindakan hukumnya," ujarnya.
Â
Pengungsi Ingin Bebas
Salah seorang pengungsi Afganistan, Zamon Mirdidda mengatakan, mereka sudah bosan terkungkung selama empat tahun berada dalam Rudenim Balikpapan. Menurutnya, mereka juga punya hak hidup bebas berkeliaran di negara orang lain.
"Kami bukan pelaku kriminal, kami tidak akan ganggu orang lain," ujarnya.
Zamon menyebutkan, dirinya adalah pengungsi dari Afganistan yang tidak mungkin kembali ke negaranya. Ia hanya mengharapkan Pemerintah Indonesia sudi memberikan kelonggaran soal keberadannya menetap di Balikpapan.
"Negara kami berbahaya, tidak mungkin kembali. Kami hanya ingin bebas saja di sini," tuturnya.
Soal pengrusakan sejumlah peralatan Rudenim Balikpapan, Zamon mengaku tidak mengetahui siapa yang sudah melakukannya. Dalam dua hari terakhir ini, ia mengaku dalam kondisi sakit.
"Saya istirahat saja di kamar sehingga tidak tahu apa yang terjadi di luar," sebutnya.
Gelombang pengungsi berbagai negara ini berdatangan mulai tahun 2014 silam di Balikpapan. Mereka akhirnya memenuhi ruang penampungan Rudenim Lamaru di Balikpapan.
Rudenim Balikpapan memperoleh bantuan International Organizaton of Migration (IOM) guna mengurusi kebutuhan makanan pengungsi. Mereka memperoleh menu lauk pauk sempurna tiga kali dalam seharinya.
Awal penggunannya, Rudenim Balikpapan langsung sesak sebanyak 281 pengungsi dari Afganistan, Rohingya, Pakistan dan Philipina. Bangunan penampungan terdiri 24 sel semestinya hanya mampu menampung sebanyak 144 jiwa pengungsi.
Sementara ini, Rudenim Balikpapan hanya memisahkan antar pengungsi sesuai agama maupun kebangsaanya. Pemilahan antar pengungsi untuk menghindarkan gesekan diantara mereka.
Ledakan peningkatan jumlah pengungsi timur tengah terjadi selama bulan November 2014 saja. Selama bulan tersebut terdapat beberapa gelombang kedatangan jumlah pengungsi ke Balikpapan yang jumlahnya mencapai ratusan jiwa.
Namun demikian, penempatan pengungsi ini harus mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Keimigrasian. Sebelumnya, mereka terpaksa memadati rumah dinas Kepala Imigrasi Balikpapan.
Namun sejak 2015 lalu, pemerintah daerah di Balikpapan meminta agar kedatangan pengungsi dihentikan sementara. Pemkot Balikpapan mengkhawatirkan keberadaan pengungsi berdampak langsung terhadap peningkatan angka kriminalitas setempat.
Warga Lamaru mengetahui keberadaan Rudenim yang menampung ratusan warga asing negara konflik. Mereka tidak terlalu mempersoalkan mengingat para pengungsi ini juga tidak pernah berinteraksi dengan masyarakat di Balikpapan.
"Mereka tidak pernah keluar dari Rudenim tanpa pengawalan. Tidak juga pernah bikin ribut di sini sehingga warga menanggapinya dengan santai saja," ujar Yatno.
Yatno mengatakan mayoritas masyarakat Balikpapan memiliki tingkat toleransi tinggi menyikapi perbedaan dalam beragama. Kedewasaan dalam beragama ini yang membuatnya tidak terlalu mempersoalkan keberadaan pengungsi Syiah di Balikpapan.
Namun demikian, Yatno meminta pemerintah daerah agar mampu mengendalikan jumlah pengungsi di Balikpapan. Dia hanya mengkhawatirkan membludaknya pengungsi ini nantinya berdampak langsung terhadap peningkatan angka kriminalitas di Balikpapan.
"Bila tidak dikendalikan jumlahnya dikhawatirkan ada sebagian yang keluar dari pengawasan serta melakukan tindak pidana di Balikpapan," ujarnya.
Advertisement