Liputan6.com, Manado - Perempuan berparas cantik, Frista Haedari, bersama putrinya, Hasnah (4), yang mengaku sebagai pengungsi asal Afghanistan akhirnya memilih tinggal sementara di sebuah penginapan di Manado.
"Sebetulnya sejak Jumat pekan lalu, Frista dan anaknya itu sudah menemui suaminya di suatu penginapan yang disediakan oleh LSM kemanusiaan JRS atau Jesuit Refugee Service. Sebuah lembaga pelayanan Jesuit untuk para pengungsi," ucap Kepala Divisi Imigasi, Kanwil Kemenkum dan HAM Sulawesi Utara, Dodi Karnida, Selasa, 27 Maret 2018.
Dodi mengungkapkan, pengungsi asal Afghanistan itu tidak tinggal di Rumah Detensi Imigrasi atau Rudenim Manado, tapi di suatu penginapan di dekat Rudenim. Keputusan itu lantaran ada kebijakan baru yang diterapkan lembaga PBB untuk migrasi, International Organization for Migration.
Advertisement
Baca Juga
"Ketika dimasukkan ke Rudenim, segala biaya hidup dan biaya kesehatannya tidak lagi ditanggung IOM atau International Organization for Migration, organisasi internasional untuk migrasi, karena sudah ada kebijakan IOM sejak Maret 2018," kata Dodi.
Dodi menambahkan, jika tinggal di Rudenim, semua harus menjadi tanggungan Rudenim. Pengungsi asal Afghanistan itu juga harus dideportasi.
"Padahal, dia mau mencari suaka atau menjadi pengungsi, sehingga tidak boleh dideportasi,"Â ujar Dodi.
Karena itu, ucap Dodi, JRS atau Jesuit Refugee Service menyediakan sebuah penginapan agar kedua pengungsi asal Afghanistan itu bisa menginap dan bertemu dengan suaminya. "Sampai kapan kondisi seperti ini, kami juga belum tahu," ujar Dodi.
Jejak Misterius Frista dan Anaknya hingga ke Manado
Mencuatnya berita ini berawal ketika Kantor Imigrasi (Kanim) Manado, Rabu, 21 Maret 2018, sekitar pukul 07.00 Wita, kedatangan dua tamu perempuan. Salah seorang perempuan mengaku bernama Frista Haedari yang membawa serta putrinya yang berusia 4 tahun 6 bulan bernama Hasnah. Keduanya berasal dari Afghanistan.
Kepada Kepala Sub-Seksi Penindakan Keimigrasian Kanim Manado, Hendrik Rompis, perempuan itu menyampaikan maksud kedatangannya. Namun karena hanya bisa berbahasa Fastun Afghanistan, kedua pihak susah payah berusaha mengerti satu sama lain.
Awalnya, Hendrik mengira mereka membutuhkan pelayanan izin tinggal atau memiliki masalah lain yang perlu penanganan Seksi Wasdakim. Belakangan, ia menyadari maksud sebenarnya dari perempuan Afghanistan itu.
Frista, perempuan itu, mengaku sebagai pencari suaka dan ingin menjadi pengungsi mengikuti suaminya, Muhammad Yasin Haedari. Muhammad sudah dua tahun tinggal di Rudenim Manado dan sebelumnya tinggal di Rudenim Makassar selama dua tahun juga.
Permintaan itu tak serta dipenuhi. Kepala Kanim Manado, Friece Sumolang, langsung menghubungi pihak menghubungi IOM Manado.
Setelah berkonsultasi, mereka memutuskan untuk tidak menangani masalah yang bersangkutan. Pertimbangannya berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri yang menyebut orang asing seperti Frista merupakan tanggung jawab Rudenim.
Â
Advertisement
IOM Enggan Mendanai
Sedangkan, IOM menolak membiayai segala keperluan pencari suaka atau calon pengungsi yang menyerahkan diri kepada pemerintah Indonesia seperti biasanya selama ini, sehubungan dengan adanya kebijakan baru dari negara pendonor IOM. Kebijakan itu terhitung mulai 15 Maret 2018.
Setelah berkoordinasi dengan Rudenim Manado, mereka kemudian menghubungi mitra Rudenim selama ini, yaitu JRS Manado. Sementara waktu, ibu dan anak asal Afghanistan itu diistirahatkan di penampungan atas biaya JRS sampai sampai dipertemukan dengan suaminya.
Dodi menyatakan pendekatan terhadap masalah ini harus hati-hati dan mungkin lebih menonjolkan kepada unsur kemanusiaan. Pasalnya, baik Frista maupun Hasnah tak memiliki paspor atau dokumen identitas yang meyakinkan.
Di sisi lain, imigrasi berupaya mencegah terjadinya banjir pengungsi ke Manado sebagaimana pernah terjadi pada 2014 hingga 2015 yang lalu. "Mengaku bernama Frista dan Hasnah, tetapi kan tidak ada dokumen pembanding untuk kepentingan verifikasi," ujar Dodi.
Kalau pun mengaku sebagai WN Afganistan, keduanya belum tentu serta-merta diakui sebagai warga negara bersangkutan. Berdasarkan pemeriksaan, Dodi memastikan keduanya tiba di Manado dengan diatur sindikat internasional.
"Ia mengaku berangkat dari Afghanistan ke India dan terus ke Jakarta via Kuala Lumpur dengan pesawat terbang," ujar Dodi.
Ia juga tak sepenuhnya percaya dengan keterangan yang disampaikan perempuan itu karena ternyata ia pernah tinggal di Jakarta selama tujuh hari untuk kemudian diatur terbang ke Manado. Ia juga mengaku heran bagaimana perempuan itu bisa membeli tiket sekaligus lolos check in di bandara karena mereka tak memiliki dokumen pelengkap.
"Tentu saja ini ada yang mengatur, dan terhadap hal ini kami harus lebih berkoordinasi lagi dengan instansi terkait lainnya termasuk dengan unsur penerbangan," ucapnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â