Matinya Perdagangan Ikan Aligator di Pasar Tradisional Palembang

Penemuan ikan aligator di Kabupaten OKI, Sumsel, menguak perdagangan ikan predator ini secara bebas di pasar tradisional Palembang.

oleh Nefri Inge diperbarui 10 Jul 2018, 05:01 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2018, 05:01 WIB
Matinya Perdagangan Ikan Aligator di Pasar Tradisional Palembang
Ikan aligator yang diserahkan pedagang Pasar Burung Palembang ke tim SKIPM Palembang (Foto: Dok. Humas SKIPM Palembang untuk Nefri Inge/Liputan6.com)

Liputan6.com, Palembang - Pasar Burung di pinggiran Pasar Tradisional 16 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), Senin siang, 9 Juli 2018, masih disesaki warga yang berburu beragam macam hewan-hewan yang dijajakan. Deretan akuarium berisi ikan hias dengan warna yang indah, menjadi daya tarik bagi calon pembeli di sana.

Tak hanya ikan warna-warni saja, para pencinta ikan hias pun kerap kali berburu jenis ikan-ikan unik dan langka, salah satunya ikan aligator. Ikan predator asal Brasil ini menjadi satu dari beberapa jenis ikan hias yang harganya cukup menguras isi kantong.

Untuk ukuran ikan aligator sepanjang lebih dari 1 meter, bisa dijual hingga Rp 2 juta. Harga ini sebanding dengan besar ikan dengan bobot yang berat juga dan kelangkaannya. Untuk ukuran 500 centimeter ke bawah, harganya hanya sekitar Rp 100.000.

Perdagangan ikan yang berada di daftar ikan yang dilarang masuk ke Indonesia ini awalnya dijual bebas di pasar tradisional tersebut. Tidak ada satu pun peringatan atau sosialisasi tentang ikan ini.

Ikan aligator sendiri merupakan spesies invasif, yaitu sekelompok hewan yang bukan berasal dari Indonesia dan memiliki kecenderungan untuk menyebar. Ikan ini juga menyebabkan kerusakan ekosistem ikan di sungai, dengan memangsa jenis ikan lain untuk bertahan hidup.

Usai ditemukan ikan aligator di perairan Komering di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel, pada Jumat, 29 Juni 2018, peredaran ikan ini di Palembang semakin terkuak.

Ternyata, ikan aligator yang disebut warga sebagai ikan buaya ini sudah lama ditemukan di perairan Sungai Musi dan diperdagangkan secara bebas.

Pada Jumat, 6 Juli 2018, tim Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Palembang, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel, Dinas Perikanan dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Palembang mendatangi Pasar Burung untuk memantau peredaran ikan predator ini.

Ada lima ekor ikan aligator yang ditemukan dan diserahkan secara sukarela oleh para pedagang. Tim SKIPM Palembang lalu menyosialisasikan jenis ikan apa saja yang dilarang diperjualbelikan dan dipelihara di Indonesia, salah satunya ikan aligator.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Kecemasan Pedagang Ikan

Matinya Perdagangan Ikan Aligator di Pasar Tradisional Palembang
Suasana Pasar Burung di Pasar Tradisional 16 Ilir, Palembang, (Liputan6.com / Nefri Inge)

Ahmad, pedagang ikan hias di Pasar Burung Palembang mengatakan, sebelum heboh penemuan ikan predator di Pulau Jawa dan di Kabupaten OKI, mereka dengan leluasa menjual ikan ini.

"Tidak pernah ada pemberitahuan tentang larangan peredaran ikan ini. Jadi kami biasa saja saat membeli dari penyalur dan menjualnya ke pembeli. Harganya juga lumayan mahal, karena bentuknya unik," ujarnya kepada Liputan6.com, Senin, 9 Juli 2018.

Ikan aligator kecil yang paling banyak diburu para kolektor ikan hias. Selain harganya masih terjangkau, konsumsi makanannya juga tidak terlalu banyak. Biasanya, para kolektor akan menjual lagi ikan aligator yang besar ke pedagang atau sistem tukar tambah dengan ikan aligator kecil.

Masuknya Ikan Aligator kecil, lanjut Ahmad, biasanya dikirim dari penyalur ikan hias di Jakarta. Namun sekarang, mereka tidak berani lagi membeli dan menjual kembali ikan ilegal ini.

"Untuk sementara, kami tidak berani jual ikan ini lagi. Takut ditangkap pihak kepolisian, karena ikan ini dilarang beredar," ujarnya sembari melayani calon pembeli ikan hias lainnya.

Susi, pedagang ikan hias di Pasar Burung Palembang juga merasakan hal yang sama. Sejak adanya sosialisasi tim BKIPM Palembang ke lapaknya, ibu paruh baya ini tidak berani lagi menjual ikan aligator ini.

"Kemarin ada tim ke sini melakukan razia ikan. mereka bilang kalau masih jual ikan itu, kami akan ditahan enam tahun dan denda miliaran rupiah. Sejak saat itu, kami tidak mau lagi menjual ikan itu. Daripada kami ditahan di kantor polisi," katanya.

 

Sanksi Tegas

Matinya Perdagangan Ikan Aligator di Pasar Tradisional Palembang
Pedagang Pasar Burung Palembang, menyerahkan Ikan Aligator ke tim SKIPM Palembang (Foto: Dok. Humas SKIPM Palembang untuk Nefri Inge/Liputan6.com)

Sugeng Prayogo, Kepala SKIPM Palembang menegaskan jika kunjungannya ke Pasar Burung Palembang tidak untuk inspeksi dadakan (sidak) atau razia ikan aligator. Hanya untuk sosialisasi jenis ikan yang dilarang saja di Indonesia.

"Kita hanya sosialisasi saja, bukan sidak atau razia. Lima ekor ikan aligator yang kami bawa juga diserahkan secara sukarela dari pedagang, bukan penyitaan," katanya.

Para pedagang dijelaskan tentang 152 jenis ikan yang dilarang masuk di Indonesia, yang tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2014.

SKIPM Palembang juga membuka posko penyerahan ikan yang dilarang masuk di Indonesia, dari tanggal 1 Juli 2018 hingga 31 Juli 2018.

Sosialisasi ini, kata Sugeng Prayogo, untuk mengimbau para kolektor ikan aligator dan pedagang. Jika ditemukan ada yang memelihara atau menjualnya, para pedagang bisa dijerat dengan Pasal 88 Undang-Undang (UU) Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, dengan kurungan penjara paling lama enam tahun dan denda Rp 1,5 miliar.

"Saat ini masih menunggu arahan dari pusat tentang penemuan ikan aligator ini. Kami masih menerima penyerahan ikan aligator, meskipun posko sudah ditutup," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya