Liputan6.com, Yogyakarta - Kursi rotan sepanjang satu meter yang terpampang di sudut Stasiun Yogyakarta menyimpan catatan sejarah yang tidak diketahui banyak orang. Kursi itu menjadi tempat pertama yang diduduki oleh Presiden Soekarno setibanya di Yogyakart pada 4 Januari 1946. Bukan tanpa alasan proklamator kemerdekaan Indonesia itu pergi ke Yogyakarta.
Pasca-proklamasi, kondisi dan situasi bangsa tidak lantas tenang. Perubahan pemerintahan dan keberadaan pasukan asing yang ada di Indonesia masih membuat suasana tidak kondusif. Ibukota yang semula berada di Jakarta pun pindah ke Yogyakarta.
Pada 1 Januari 1946, Soekarno memerintahkan pimpinan kereta api di Jakarta untuk menyiapkan rangkaian kereta api khusus yang membawa presiden, wakil presiden, menteri kabinet, dan pejabat tinggi pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Balai Yasa Manggarai diserahi tugas untuk mempersiapkan. kereta api khusus secepatnya
Advertisement
Baca Juga
Kepala bengkel Hoediono dan wakilnya, Ali Noor Nurdin memutuskan untuk menggunakan kereta api spesial atau khusus inspeksi yang pernah digunakan gubernur jenderal pada zaman kolonial Hindia Belanda atau sebelum kemerdekaan. Meskipun sejak 1942 kereta itu tidak pernah digunakan, tetapi kondisinya masih layak jalan. Masing-masing kereta bergandar empat atau 4 as dengan menggunakan sistem rem pakem.
Perawatan dan perbaikan kereta dikerjakan selama 24 jam penuh tanpa henti dan bergantian. Untuk bagian kayu dikerjakan oleh Soemantri dan kerabatnya, bagian mesin oleh Ali Noor Nurdin. Pengerjaan kereta api selesai pada 2 Januari 1946. Serah terima kereta luar biasa dari kepala bengkel kepada BS Anwir dan Ngali, dua pejabat ekspoloitasi barat. Para awak kereta naik ke kereta setelah serah terima selesai dan mereka tidak bisa tampak dari luar kereta.
"Ada sejumlah rangkaian gerbong yang dipakai, satu gerbong khusus untuk presiden, satu gerbong untuk wakil presiden, ada juga gerbong untuk menteri kabinet, dan gerbong khusus pejabat negara, tidak hanya itu Guntur dan Megawati yang masih kecil juga ikut gerbong presiden," ujar Eko Purwanto, Kepala Daop 6 PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Stasiun Yogyakarta, Kamis (16/8/2018).
Peristiwa itu sekaligus menunjukkan peran penting keberadaan Stasiun Yogyakarta dalam mempertahankan kemerdekaan RI pasca proklamasi.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Simak video menarik pilihan berikut di bawah:
Sejarah Stasiun Yogyakarta
Stasiun Yogyakarta merupakan bangunan stasiun cagar budaya yang beroperasi sejak 2 Mei 1887. Stasiun yang dulu dikenal dengan nama Stasiun Tugu ini adalah stasiun kereta api kedua di Yogyakarta, setelah Lempuyangan yang lebih dulu beroperasi 15 tahun lebih awal.
Stasiun Yogyakarta baru melayani penumpang pada 1905. Saat ini, stasiun Yogyakarta menjadi stasiun besar dengan enam jalur kereta yang melayani kereta kelas bisnis dan eksekutif untuk berbagai kota tujuan di Jawa. Namun, jalur ke Semarang via Magelang justru sudah tidak beroperasi.
Stasiun Tugu merupakan hasil dari pembangunan sistem transportasi kereta api oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan transportasi penumpang dn hasil bumi perkebunan di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.
Pada 17 Juni 1864, Gubernur Jenderal LAJW Baron Sloet Van Beele meletakkan batu pertama pembanguna rel kereta api di Pulau Jawa. Jalur itu dikelola oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (Perusahaan Perkeretapian Hindia Belanda) dan beroperasi mulai 10 Agustus 1867 dengan hubungan jalur kota Semarang dan Tanggung, Surakarta.
Dalam perkembangannya, jalur baru ini diteruskan sepanjang 166 kilometer ke Yogyakarta. Stasiun Lempuyangan menjadi stasiun pertama yang dibangun dan beroperasi pada 2 Maret 1872 untuk jalur Semarang-Yogyakarta.
Advertisement
Peron Pulau
Stasiun Tugu menjadi contoh stasiun berperon pulau dengan dua kepemilikan, yakni NIS untuk sisi selatan dengan lebar rel 1.4355 milimeter, dan Staatspoorwegen (SS) dengan lebar rel 1.067 milimeter. Keduanya berbagi tanah untuk jalur kereta api Yogyakarta-Solo.
Dahulu di stasiun ini terdapat dua percabangan jalur di sisi barat stasiun, akan tetapi saat ini sudah dinonaktifkan semua. Jalur pertama ke utara menuju Magelang dan berakhir di Parakan. Bekas jalur Yogyakarta-Magelang ini dapat dilihat dari sejumlah tempat di Jalan Tentara Pelajar Sleman. Jalur ini juga bercabang di Secang menuju museum kereta api Ambarawa melalui Tuntang dan berakhir di Kedungjati.
Jalur kedua, ke arah selatan menuju Palbapang, Bantul. Bekas jalur ini juga masih terlihat di beberapa tempat, salah satunya yang sekarang menjadi lapangan parkir di sisi barat laut Keraton Yogyakarta.
Di dalam kompleks stasiun terdapat dipo lokomotif dan dipo kereta maupun gerbong yang berturut-turut terletak di sebalah barat laut dan barat. Pemutar rel berada di barat dipo lokomotif yang berada di sebelah barat laut stasiun. Di dipo ini , lokomotif-lokomotif besar beristirahat.
"Sekarang kami sedang menata stasiun Yogyakarta, setelah kawasan pedestrian, giliran sisi timur stasiun yang diatur pencahayaannya, tujuannya untuk mempercantik stasiun dan meningkatkan minat masyarakat menggunakan moda transportasi," ucap Eko.