Sang Garuda Tersesat di Pekarangan

Dari gelagat dan penampakannya, elang Jawa yang dianggap identik dengan lambang negara, Garuda ini jinak.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 17 Agu 2018, 18:00 WIB
Diterbitkan 17 Agu 2018, 18:00 WIB
Elang Jawa ditemukan tersesat di pekarangan rumah warga Banyumanik, Semarang. (Foto: Liputan6.com/BKSDA Jateng/Muhamad Ridlo)
Elang Jawa ditemukan tersesat di pekarangan rumah warga Banyumanik, Semarang. (Foto: Liputan6.com/BKSDA Jateng/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Semarang - Sehari sebelum HUT Kemerdekaan RI ke-73, seekor Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), tersesat di sebuah pekarangan rumah. Elang Jawa sejatinya merupakan perwujudan burung Garuda. Burung yang menjadi lambang negara Indonesia.

Satwa endemik pulau Jawa ini semakin tersisih dan tercerabut dari ekosistemnya. Kini elang Jawa hanya tinggal di kawasan hutan primer secara terbatas. Lantaran langkanya, Elang Jawa sejak 1992 telah menjadi maskot satwa langka di Indonesia.

Kamis pagi, 16 Agustus 2018, Diah, seorang warga sebuah perumahan di Banyumanik, Semarang, kaget. Seekor elang Jawa, burung yang kesohor itu, hinggap di pekarangan belakang rumahnya.

Dari gelagat dan penampakannya, burung ini jinak. Di kedua kakinya, ada semacam ikatan tali yang biasanya terpasang pada elang untuk permainan. Diduga kuat, elang Jawa ini adalah peliharaan yang tersesat ke pekarangannya.

Maka, ia pun menanyakan ke tetangga-tetangganya, barangkali ada yang mengetahui pemiliknya. Namun tak ada satu pun warga di perumahan yang mengaku sebagai pemilik, atau mengetahui pemilik burung ini.

"Karena Ibu Diah tidak paham itu jenis apa, sehingga menginformasikan di sekitar lingkungannya, namun tidak ada yg mengakui. Akhirnya menghubungi Call Center BKSDA," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah, Suharman, Jumat, 17 Agustus 2018.

Usai menerima laporan, tim evakuasi satwa liar BKSDA Jateng yang dipimpin oleh Haryono, Resort Konservasi Wilayah Semarang, bergegas menjemput atau mengevakuasi elang Jawa di pekarangan rumah Diah. 

"Elang Jawa tersebut dititipkan sementara untuk dirawat di Taman Satwa Sido Muncul Semarang," ucap dia.

Suharman menerangkan, pada masa lalu, elang Jawa tinggal di hutan-hutan pulau Jawa, mulai Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo.

Namun, kini penyebaran elang Jawa kian terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar, hanya ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa.

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Simak video menarik berikut di bawah:

Indikator Kondisi Hutan

Petugas BKSDA Jateng mengevakuasi elang Jawa yang tersesat di pekarangan rumah warga Semarang. (Foto: Liputan6.com/BKSDA Jateng/Muhamad Ridlo)
Petugas BKSDA Jateng mengevakuasi elang Jawa yang tersesat di pekarangan rumah warga Semarang. (Foto: Liputan6.com/BKSDA Jateng/Muhamad Ridlo)

"Elang Jawa merupakan satwa endemik Jawa dan termasuk satwa dilindungi menurut PP No.7 Tahun 1999, dan masuk dalam kategori Endangered menurut IUCN," dia menjelaskan, kepada Liputan6.com.

Elang Jawa sebenarnya mudah dikenali, lantaran sosoknya yang identik dengan lambang negara, Garuda. Secara fisik, elang Jawa berjambul sebanyak 2-4 helai dengan panjang mencapai 12 centimeter. Karenanya, elang Jawa disebut juga elang Kuncung.

Ukuran tubuh dewasa, dari ujung paruh hingga ujung ekor, sekitar 60-70 centimeter, berbulu coklat gelap pada punggung dan sayap. Bercoretan coklat gelap pada dada dan bergaris tebal coklat gelap di perut. Ekornya coklat bergaris-garis hitam.

Ketika terbang, Elang Jawa hampir serupa dengan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil.

Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang (klii-iiw atau ii-iiiw), bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara Elang Brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.

Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah. Telur hanya berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.

Lantaran sedikitnya telur, perkembangbiakannya sangat lamban. Elang Jawa si lambang negara pun semakin diambang punah.

Menurut Suharman, burung ini adalah satwa spesialis wilayah berlereng hingga ketinggian 2.200 sampai dengan 3.000 mdpl. Ia juga hanya pada wilayah dengan tutupan lahan yang cukup baik. Sebab itu, satwa ini juga dikenal sebagai satwa indikator atau ekosistem hutan.

Keberadaan elang Jawa adalah indikator bahwa hutan masih cukup baik. Sebaliknya, jika elang Jawa hengkang dari lokasi yang semula menjadi habitatnya, dipastikan hutan telah rusak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya