Cerita Perjuangan Penyuluh Pertanian, dari Sawah Hingga Istana

Para penyuluh pertanian mengirim surat ke presiden terkait program pegawai negeri sipil.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Agu 2018, 18:31 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2018, 18:31 WIB
Ilustrasi - Petani memanen padi yang terendam banjir dan nyaris membusuk di Kawunganten, Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi - Petani memanen padi yang terendam banjir dan nyaris membusuk di Kawunganten, Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta - Wawan Sugiharto, 43 tahun, asli Indramayu, Jawa Barat. Tubuhnya tegap, berkulit sawo matang cenderung legam -pertanda sering tersengat sinar matahari. Dia memang kerap berlama-lama di sawah.

Wawan bukan petani, melainkan petugas penyuluh pertanian THL TBPP (Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian) angkatan ketiga tahun.

"Sejak kecil saya biasa berhubungan dengan sawah dan tegalan. Jadi tahu persis bagaimana petani dan usaha taninya," kata bapak dua anak ini.

Lahan sawah irigasi dan tadah hujan di Kabupaten Indramayu nomor dua terluas di Provinsi Jawa Barat. Luasnya mencapai 100 ribuan hektare.

“Jawa Barat memasok kebutuhan pangan terbesar kedua di Indonesia," jelas sarjana Pertanian Universitas Jember ini,

Kecintaan pada pertanian dan latar belakangnya itu yang mendorongnya turut melamar saat Kementerian Pertanian membuka lowongan penyuluh pertanian kontrak. Wawan yang meraih gelar sarjana pertanian pada tahun 1994 tak ragu mendaftar menjadi THL-TBPP. Ia mengaku siap membangun desanya.

Dia sadar konsekuensinya: penghasilan sipil. “Apalagi masih kontrak seperti saya ini," katanya.

Setelah diterima menjadi tenaga penyuluh kontrak tahun 2009, pemerintah mendorong penyuluh meningkatkan hasil produksi di wilayah binaannya 5 persen. Program P2BN (program peningkatan produksi beras nasional) minimal 5 persen per tahun digadang-gadang berhasil menekan impor bahkan di klaim bisa swasembada.

"Kinerja saya Alhamdulillah mampu menjaga peningkatan hasil produksi hingga 10 persen. Jadi dua kali lipat dari target nasional," katanya.

Menteri Pertanian silih berganti, program peningkatan produksi 5 persen per tahun itu berlaku hingga sekarang. Namanya saja berganti yang awalnya P2BN kini menjadi Upsus Pajale (Upaya khusus padi jagung kedelai).

Tugas penyuluh itu bukan sekedar tenaga fungsional yang mendampingi petani, tetapi juga berfungsi sebagai duta pemerintah pusat yang hadir hingga ke sawah untuk mengawal dan memastikan para petani terpacu usahanya agar produksi nasional tercapai.

Menurut Wawan, berkat penyuluh, sejak era Mentan Anton Apriyantono dengan P2BN-nya terbukti mampu menggenjot produksi beras nasional sehingga berswasembada beras pertama setelah tahun 1984. Demikian pula kini di zaman Mentan Andi Amran Sulaiman.

Wawan dan teman-temannya para penyuluh di berbagai daerah telah berpeluh. Aksi para penyuluh menjadi bukti negara hadir di sawah. Para penyuluh tersebut kian bersemangat dengan adanya harapan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Namun hingga kini, harapan itu belum terpenuhi.

Seiring dengan pengajuan ke Kementerian Pertanian, Wawan dan teman-temannya juga mengajukan permohonan ke presiden. Surat pertama bernomor B.23/Pres.Perj/ITBPPI/VI/2018 tertanggal 24 Mei 2018 mereka layangkan ke Istana.

Dibalas oleh Setneg nomor B-3040/Kemensetneg/D-2/SR.00/07/2018 tanggal 24 Juli 2018. Surat Kemensetneg itu merekomendasi kepada KemenPAN-RB dan Kementan untuk segera menindaklanjuti sesuai dengan jalur birokrasi.

Sambil menunggu surat itu, para penyuluh juga menghubungi Kantor Staf Presiden bahkan bertemu langsung dengan Jubir Presiden Johan Budi dan Teten Masduki. Arahannya, masalah THL TBPP akan segera diperhatikan Presiden.

“Kami berharap Menteri Pertanian mengusulkan ke Presiden agar dipertimbangkan menerbitkan Keppres sebagai landasan hukum berupa kebijakan untuk menampung para penyuluh pertanian ini menjadi PNS,” kata Wawan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya