Mantra Pagi dari Kampung Cecer Flores, Menghormati Alam Menghormati Diri Sendiri

Saat daerah lain berkembang mengikuti modernisasi, Kampung Cecer Flores lebih memilih hidup melestarikan apa yang telah diturunkan leluhur.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 06 Sep 2018, 06:00 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2018, 06:00 WIB
Kampung Cecer
Saat daerah lain berkembang mengikuti modernisasi, Kampung Cecer lebih memilih hidup melestarikan apa yang telah diturunkan leluhur mereka. (Liputan6.com/ Ahmad Ibo)

Liputan6.com, Jakarta - Suara musik ritmis keluar dari gendang dan gong kecil, beberapa tetua adat nampak berjejer di pintu masuk Kampung Cecer, Flores, Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Sambil mengalungkan sehelai kain tenun, mereka menyambut kami dengan hangat.

"Ini selendang Manggarai, mari kita duduk, mari kita bersama-sama."

Saat daerah lain berkembang mengikuti modernisasi, Kampung Cecer lebih memilih hidup melestarikan apa yang telah diturunkan leluhur mereka.

"Kita punya Sanggar Liang Ndara, dia punya cita-cita besar bahwa warisan leluhur yang ada tidak boleh hilang. Tidak boleh hilang artinya tetap lestari. Bagi kami orang Manggarai, tak hanya budaya yang perlu dilestarikan, alam pun menjadi satu kesatuan kehidupan yang perlu dilestarikan," kata Christophorus, salah seorang tetua adat Kampung Cecer.

Christophorus bercerita, pelestarian alam bagi orang Manggarai tidak hanya sebatas di mulut saja. Leluhur mengajarkan, ari-ari merupakan kae, yaitu kakak. Ari-ari yang dipotong sejak seseorang dilahirkan tidaklah dibuang, melainkan langsung bergabung dengan alam. Oleh sebab itu, masyarakat Manggarai meyakini, menghormati alam sama halnya dengan menghormati kae, menghormati diri sendiri.

 

Potensi Wisata

Kampung Cecer, Flores, Manggarai, Nusa Tenggara Timur
Tari Caci yang dipentaskan di Kampung Cecer, Flores, Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Foto: Liputan6.com/Ahmad Ibo

Itulah yang jadi alasan besar mengapa Kampung Cecer tetap bertahan dengan budaya dan tradisi mereka. Kearifan lokal ini yang pada akhirnya mengundang banyak orang untuk datang. Apalagi kampung ini juga memiliki potensi wisata yang besar, salah satunya adalah keindahan wisata alam.

Di Kampung Cecer wisatawan bisa berkeliling ke perkampungan Liang Ndara yang berada pada ketinggian 624 meter di atas permukaan laut. Memulai perjalanan sekitar pukul 6 pagi, perjalanan menyusuri perkebunan hijau, sawah, dan hutan, yang menjadi habitat asli bagi sekawanan burung endemik tentu jadi pengalaman yang mengasyikan.

Tak hanya itu, dalam perjalanan wisata alam ini, tiap pengunjung akan melihat keindahan Gunung Mbeliling. Gunung Mbeliling merupakan salah satu gunung menawan yang ada dalam kawasan hutan hujan tropis Flores. Setelah melakukan perjalanan treking selama sekitar 3 jam, dari puncak gunung yang berada pada ketinggian sekitar 1.283 meter di atas permukaan laut, Anda akan disajikan panorama keindahan Labuan Bajo dari atas.

Selain wisata alam, Kampung Cecer juga menyediakan paket wisata budaya bagi mereka yang ingin melihat kebudayaan Manggarai dari dekat. Ada banyak tarian adat yang bisa Anda saksikan di kampung ini, antara lain Tari Caci, Tari Akomafo, Tari Ndundundake, Tetekalo. 

"Tarian Caci itu bukan sekadar tarian, tari ini sebenarnya dia punya makna. Ada istilah naring, hyang, dan pegas. Naring itu memuji, Hyang itu menghormati kepada pencipta kepada leluhur, dan pegas itu kita bersyukur. Sehingga caci itu, xmeskipun dia kena pukul, dia tetap menari, menyanyi, bergoyang," ungkap Christophorus menjelaskan.

Selain Tari Caci, Tari Akomafo juga menjadi bagian penting bagi kehidupan masyarakat Kampung Cecer. Uniknya, tarian ini kerap dipentaskan oleh kaum perempuan dengan membawa sajian beras.

"Tari Akomafo itu suatu harapan bahwa padi itu tidak akan habis sampai panen berikutnya tiba. Sehingga di keranjang itu untuk taro beras tidak boleh habis, di lumbung tidak boleh habis, sampai panen berikutnya. Sehingga kita Ricikole. Itu bahasa Manggarai, artinya selalu ada," kata Christophorus.

 

Kekayaan Budaya yang Perlu Dilestarikan

Kampung Cecer, Flores, Manggarai, Nusa Tenggara Timur
Kampung Cecer bertahan di tengah modernisasi.

Bagi Anda yang ingin berlama-lama di Kampung Cecer, Anda juga bisa menyaksikan pembuatan kopi robusta khas Flores. Dengan rasa dan aroma yang biji robusta yang kuat, biji kopi ini dijual dengan harga yang terjangkau.

Berlokasi tidak terlalu jauh dari Labuan Bajo, sekitar 45 menit menggunakan jalan darat, Kampung Cecer menjadi destinasi wisata terpadu yang ada di Flores. Dibangunnya infrastruktur jalan dan berabagai fasilitas penunjang wisata lainnya, membuat Kampung Cecer makin mudah dijangkau dan kerap dikunjungi wisatawan mancanegara.

Kampung Cecer merupakan contoh kecil dari begitu banyaknya keragaman budaya Nusantara. Keragaman yang perlu dilestarikan dan dihormati, seperti layaknya orang Manggarai yang melestarikan tradisi sebagai jalan menghormati Sang Pencipta dan leluhur, yang melestarikan alam sebagai jalan menghormati diri sendiri. Sungguh, keberagaman alam dan budaya Indonesia adalah kekayaan yang perlu dilestarikan.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya