Hutan Kebumen Tak Lagi Mampu Menyimpan Air, Salah Perhutani?

Di Kebumen, Jawa Tengah, hutan tak lagi bisa menjadi spon raksasa yang menyimpan air bersih

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 07 Sep 2018, 09:33 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2018, 09:33 WIB
Hutan pinus di Kebumen, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).
Hutan pinus di Kebumen, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

Liputan6.com, Kebumen - Lukisan realis naturalis alias Indie Mooi barangkali terinspirasi dari indahnya alam pegunungan. Secara ringkas, sebagian objek utama lukisan adalah bentangan cakrawala, gunung, pepohonan, sawah, air, dan kadang-kadang petani.

Di kejauhan, gunung berdiri angkuh berwibawa. Cakrawala biru dan awan tipis menggelantung terbawa angin. Di jarak lebih dekat, sungai-sungai mengalir jernih, memantulkan bayangan gunung yang bersiborok dengan bayangan pucuk pohon.

Alam pegunungan adalah kisah lengkap tentang bagaimana pelukis menggambarkan surga yang terlempar ke bumi. Petani-petani memanen padi di sawah, dan kerbau memamah biak di tanggul sungai.

Namun, kondisi alam saat ini, mungkin tak lagi menarik minat para seniman lukis. Gunung, aliran air bersih nan jernih dan hutan nan hijau telah berubah 180 derajat. Alam pegunungan tak lagi memanjakan mata. Air yang berlimpah tak lagi ditemukan.

Bukti bahwa alam pegunungan tak lagi bersahabat tercatat dalam lembar riwayat bencana, entah di musim hujan atau kemarau. Di musim hujan, masyarakat pegunungan terancam bahaya longsor. Sebaliknya di musim kemarau, warga kesusahan air bersih.

Di Kebumen, Jawa Tengah, hutan tak lagi bisa menjadi spon raksasa yang menyimpan air bersih dan bersedia memuntahkannya saat dibutuhkan di musim kemarau. Musababnya, manusia telah mengubah wajah hujan sebagaimana yang dikehendaki.

Hutan Lindung Berubah Menjadi Hutan Produksi

Sungai mengering di musim kemarau dan tak lagi menyediakan air bersih. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).
Sungai mengering di musim kemarau dan tak lagi menyediakan air bersih. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

Hutan lindung direkayasa menjadi hutan produksi. Vegetasi hutan yang sebelumnya berisi Jati dan kayu keras lain diubah menjadi tanaman yang konon lebih menguntungkan, pinus. Padahal, pinus tak bersifat menyimpan air.

Akibatnya, krisis air pun melanda desa-desa, yang ironisnya berada di pegunungan yang relatif dekat dengan hutan, yang oleh para pelukis realis naturalis dianggap sebagai tempat di mana dewa-dewa bersemayam. Kini daerah itu berubah menjadi lahan tandus, tanpa air.

Hingga awal September 2018 ini, kekeringan dan krisis air bersih di Kebumen aibat kemarau panjang telah melanda sebanyak 44 desa di 11 kecamatan. Seperti disebut di muka, sebagian besar desa yang mengalami krisis adalah desa-desa yang berada di pegunungan, yang relatif dekat dengan hutan.

"Mata air di Kebumen tadinya ada. Tetapi, setelah sekian saat, mengecil, kemudian hilang," ucap Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kebumen, Eko Widianto, Kamis, 6 September 2018.

Desa-desa yang berada di pegunungan ini kehilangan sumber mata air lantaran vegetasi hutan lindung dengan bermacam kayu keras berubah menjadi hutan produksi. Pinus, kini mendominasi hutan-hutan di Kebumen.

"Memang kalau melihat kondisi hutan yang ada memang, hutan pinus. Tanamannya juga tidak terlalu baik lah. Itu kan kawasan milik Perhutani. Jadi, sebelum tanaman pinus, memang ada tanaman jati, dan kayu lain, kayu tahun lah," dia mengungkapkan.

Menurut Eko, alih tanaman jati ke pinus itu diduga mematikan mata air. Sebab, tanaman pinus tak bisa menyimpan air, sebagaimana tanaman kayu keras lain yang sebelumnya menjadi tanaman utama hutan di Kebumen.

2.500 Tangki Air Bersih

Pengiriman bantuan air bersih. (Foto: Liputan6.com/BPBD BMS/Muhamad Ridlo).
Pengiriman bantuan air bersih. (Foto: Liputan6.com/BPBD BMS/Muhamad Ridlo).

Betapa seriusnya masalah kekeringan di Kebumen terlihat dari catatatn pengiriman air bersih ke daerah-daerah yang terdampak. Hingga Rabu, 5 September, BPBD telah mendistribusikan sebanyak 622 tangki bantuan air bersih.

Sebagian besar memang berada di pegunungan. Adapun daerah dataran rendah, relatif bebas dari krisis air bersih. “Oh iya (berpengaruh terhadap mata air),” dia menambahkan.

Lebih parah lagi, sungai-sungai yang dulunya mengalirkan air, kini mengering. gemericik aliran air telah berubah menjadi hiruk pikuk penambang pasir dan deru mesin truk.

Eko mengemukakan, untuk mengembalikan fungsi hutan sebagai penyimpan air, maka vegetasinya mesti dikembalikan ke kondisi semula. Tetapi, jalan panjang mesti dilalui untuk mengubah vegetasi hutan yang dimiliki oleh Perhutani ini.

Langkah tercepat, warga mulai menanam di kawasan perkebunan milik pribadi dengan tanaman kayu keras yang bisa menyimpan air.

"Ya, ini tidak mendiskreditkan Perhutani, tetapi tanaman pinus itu memang tidak bisa menyimpan air," dia menegaskan.

Diharapkan, kandungan air di dalam tanah akan membuat sebuah kawasan lebih resisten saat dilanda kemarau. Dengan begitu, sumur dan sumber air warga relatif kuat saat terdampak kekeringan jangka panjang.

Eko mengungkapkan, tahun 2018 ini, BPBD Kebumen mempersiapkan anggaran sebesar Rp 350 juta untuk bantuan air bersih. Dana ini setara dengan sekitar 2.500 tangki air bersih.

Selain BPBD, sejumlah lembaga dan organisasi profesi pun turut membantu pengadaan air bersih. Dia berharap agar persediaan bantuan air BPBD dan lembaga lainnya cukup hingga musim penghujan tiba.

"Perkiraannya musim hujan akhir Oktober," dia menambahkan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya