Kemarau, Warga Kebumen Malah Terima Air Hitam

Masyarakat Kebumen mengeluh air bantuan berwarna kehitaman.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 05 Okt 2018, 07:02 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2018, 07:02 WIB
Warga mengantre bantuan air bersih. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Warga mengantre bantuan air bersih. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Kebumen - Krisis air bersih yang melanda Kebumen, Jawa Tengah, semakin meluas. Hingga awal Oktober 2018 ini, sebanyak 49 desa di 11 kecamatan mengalami krisis air bersih.

Bisa dibayangkan, di desa-desa ini, sumur mengering. Terkadang, warga memanfaatkan aliran sungai yang alirannya nyaris putus lantaran kemarau panjang.

Dalam kondisi seperti itu, warga berharap uluran tangan untuk meringankan penderitaan akibat kemarau panjang. Kemarau tahun 2018 ini, yang memang lebih panjang dibanding tahun 2017 lalu.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kebumen pun tak tinggal diam. Droping atau pengiriman air bersih terus dilakukan.

Dalam sehari, setidaknya terkirim sebanyak 30 tangki bantuan air bersih untuk membantu memenuhi kebutuhan warga di daerah-daerah yang dilanda krisis air bersih. Enam tangki air bersih selalu siap sedia mengirimkan bantuan ini.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Kebumen, Eko Widianto mengatakan, hingga 3 Oktober 2018 ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kebumen telah mengirimkan 1.088 tangki air bersih ke desa terdampak.

Sayangnya, saat puncak kemarau ini, seringkali armada tangki terkendala debit air PDAM yang menyusut. Hal ini berdampak pada durasi pengisian tangki yang bertambah lama.

Akibatnya, waktu yang dibutuhakan untuk pengiriman air bersih ke satu titik lebih panjang dari biasanya. Sebab itu, pengiriman pun mesti digilir menggunakan enam armada yang dioperasikan.

"Persoalan yang timbul itu dengan air PDAM itu kan debitnya mengecil. Sehingga waktunya lebih lama untuk mengisi tangki," kata dia, menjelaskan krisis air bersih di Kebumen, Rabu malam, 3 Oktober 2018.

 

Kualitas Air Turun

Warga embuat sumur darurat di pinggir sungai akibat cekaman kemarau panjang. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Warga embuat sumur darurat di pinggir sungai akibat cekaman kemarau panjang. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Selain berkurangnya debit, rupanya kemarau panjang juga berdampak pada turunnya kualitas air bersih PDAM. BPBD mendapat keluhan masyarakat bahwa air yang terdistribusi berwarna kehitaman, lantaran banyaknya sedimentasi yang terkandung dalam air.

"Dan kemarin-kemarin ada keluhan sedikit, airnya agak hitam. Istilahnya itu, endapannya itu banyak terbawa," Eko menerangkan.

Mendapat keluhan itu, BPBD telah berkoordinasi dengan PDAM untuk secepatnya menanggulangi penurunan kualitas air ini. Dengan begitu, warga tak lagi mendapatkan bantuan air keruh.

Dia mengemukakan, pada tahun 2018 ini, BPBD Kebumen menganggarkan Rp 350 juta untuk bantuan air bersih, atau setara dengan sekitar 1.400 tangki air bersih.

Diperkirakan bantuan yang tersedia ini akan cukup hingga awal musim penghujan yang diperkirakan turun pada akhir Oktober atau awal November 2018 nanti.

Di luar itu, ada pula bantuan dari instansi atau lembaga lainnya, seperti PMI, Polri dan perusahaan daerah dan swasta. Ada pula organisasi profesi yang turut membantu pengadaan air bersih.

Agar distribusi merata, BPBD Kebumen membagi sumber air baku di beberapa titik, sesuai dengan lokasinya. Yakni Sempor, Aliyan Krakal, dan Kutowinangun.

Adapun untuk Kebumen wilayah barat, BPBD mengambil air bersih dari sumur dalam di Logending Kecamatan Ayah.

Eko menambahkan, mayoritas daerah yang mengalami krisis air bersih berada di pegunungan. Daerah dataran rendah relatif lebih resisten pada musim kemarau.

Menurut dia, hal ini sangat terkait dengan alih fungsi hutan, yang tadinya hutan lindung menjadi hutan produksi. Kebanyakan ditanami pinus.

"Pinus itu kan memang tidak bisa menyimpan air," dia mengungkapkan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya