Siasat Purbalingga Melawan Gempuran Produk Bulu Mata Palsu Tiongkok di Eropa

Di Tiongkok, produsen menggunakan tenaga mesin. Adapun di Indonesia, khususnya Purbalingga, industri bulu mata masih menggunakan tenaga manusia.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 21 Mar 2019, 10:00 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2019, 10:00 WIB
Industri bulu mata Purbalingga. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)
Industri bulu mata Purbalingga. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Purbalingga - Akhir-akhir ini, industri bulu mata palsu Purbalingga goncang. Pasar untuk industri yang menyerap puluhan ribu tenaga kerja ini lesu akibat serbuan produk China atau Tiongkok.

Sebanyak 1.500-an karyawan pabrik bulu mata di Purbalingga terpaksa dirumahkan sembari menunggu situasi membaik. Namun, dirumahkan berarti ada risiko diberhentikan total alias PHK.

Gejolak industri bulu mata juga berdampak pada ribuan tenaga kerja di plasma-plasma bulu mata yang bahkan menjangkau para perempuan hingga luar Kabupaten Purbalingga, seperti Banyumas dan Cilacap. Ribuan orang terlibat dalam pekerjaan rumit tanpa perjanjian industrial atau ketenagakerjaan ini.

Kepala Bidang Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) Kabupaten Purbalingga, Agus Purhadi Satya, mengatakan industri bulu mata palsu mengalami goncangan hebat menyusul banyaknya produk sejenis dari Tiongkok di pasaran dunia.

Saat ini, terdapat 22 perusahaan bulu mata palsu Purbalingga. Sebagian besar adalah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA). Di pabrik-pabrik tersebut, sebanyak 45 ribu tenaga kerja terserap.

"Ya, di pasaran kita memang punya kompetitor yang sangat gigih. Itu dari luar negeri, dari China," katanya, Rabu, 20 Maret 2019.

Produk Tiongkok mulai membanjiri pasar di Asia, Eropa, dan Amerika lantaran mereka unggul dalam skala produksi. Di Tiongkok, produsen menggunakan tenaga mesin. Adapun di Indonesia, khususnya Purbalingga, industri bulu mata masih menggunakan tenaga manusia atau hand made.

Oleh sebab itu, secara kuantitas, produk bulu mata palsu asal Tiongkok sudah mulai berimbang dengan produk Indonesia hanya dalam jangka dua tahun terakhir. Varian produknya pun lebih banyak.

 

Berharap dari Keunggulan Kualitas

Selain karyawan pabrik, lesunya pemasaran bulu mata palsu juga menghantam pekerja dalam siste plasma. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Selain karyawan pabrik, lesunya pemasaran bulu mata palsu juga menghantam pekerja dalam siste plasma. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

"China itu dengan berbagai inovasinya itu mampu mengeluarkan produk. Dengan teknologi yang lumayan canggih, dia inovasinya produknya lebih banyak, variannya. Dengan harga cukup murah, kita kalah dari harga itu," dia menjelaskan.

Semakin banyaknya saingan di pasar global itu menyebabkan serapan bulu mata palsu asal Purbalingga mulai terbatas. Selain itu, harga bulu mata di tingkat dunia pun mulai turun. Akibatnya, pabrik mulai mengurangi jumlah karyawan dan plasmanya.

"Kemarin juga, dari teman-teman industri bulu mata, ada yang mengikuti pameran di Italia. Dia merasakan bahwa produk China memang sedang booming di sana," dia mengungkapkan.

Meski secara kuantitas produk Tiongkok sudah nyaris menyamai produk Indonesia, akan tetapi secara kualitas, produk Indonesia masih unggul. Sebab, industri di Indonesia masih mengandalkan tenaga manusia atau hand made, yang sangat menentukan kualitas produk.

Menurut dia, itu adalah keunggulan produk bulu mata Purbalingga. Makanya, pelaku usaha mesti meningkatkan kualitas produk sebagai pembeda kelas antara produk mesin dengan hasil karya tangan-tangan terampil manusia.

Menurut dia, modernisasi industri memang tak bisa dicegah dan pasti akan menjadi keniscayaan. Karenanya, ia meminta agar pelaku usaha terus meningkatkan kualitas agar tetap memiliki keunggulan komparatif dibanding pesaing dari Tiongkok.

Ia masih optimistis produk Purbalingga akan kembali menguasai pasar bulu mata dunia setelah booming produk Tiongkok berakhir. Hanya saja, ia tak bisa memperkirakan kapan saat itu tiba.

"Kita masih unggul di kualitas. Karena sebenarnya pasar dunia lebih menyukai yang hand made," ujarnya.

 

Antisipasi Sengketa Industrial

Selain bulu mata, industri wig atau rambut palsu juga berkembang pesat di Purbalingga dan menyerap puluhan ribu tenaga kerja. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo/Muhamad Ridlo)
Selain bulu mata, industri wig atau rambut palsu juga berkembang pesat di Purbalingga dan menyerap puluhan ribu tenaga kerja. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo/Muhamad Ridlo)

Pemkab Purbalingga juga membuka kemungkinan untuk mendorong terciptanya lapangan pekerjaan baru dari industri yang berpotensi ekspor. Di antaranya, industri sapu glagah dan batik khas Purbalingga.

"Kita kemarin juga ada sertifikasi perajin batik," dia menambahkan.

Dirumahkannya seribuan lebih karyawan juga menjadi perhatian Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Purbalingga. Mulyono, pengurus SPSI yang juga Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Purbalingga, mengatakan sudah ada sekitar 300 karyawan yang dirumahkan.

Namun, ia belum secara detail mendata perusahaan yang merumahkan karyawannya. Hanya saja, ia ingin memastikan bahwa meski dirumahkan, karyawan tetap memperoleh hak-haknya.

Dia menerangkan, sesuai regulasi, karyawan yang dirumahkan mestinya tetap memperoleh gaji pokok. Gaji pokok itu diatur secara detail dalam perjanjian kerja antara perusahaan dengan karyawan.

"Ada yang 50 persen dari gaji, ada yang 30 atau 40 persen, tergantung perjanjian kerjanya," kata Mulyono.

Tetapi, Mulyono juga meminta agar pelaku industri atau karyawan tak panik. Ia menyebut, fluktuasi pemasaran bulu mata palsu di pasar dunia memang selalu terjadi.

Ia yakin, situasi akan membaik saat rekanan di negara tujuan sudah kembali membuka keran impornya. Pesanan masuk, produksi pun akan kembali normal.

Meski begitu, Mulyono pun tak memungkiri bahwa gempuran produk Tiongkok bisa berdampak jangka panjang. Karenanya, Serikat Pekerja Purbalingga telah berkomunikasi dengan perusahaan-perusahaan lain yang bisa menampung para pekerja dari industri bulu mata.

Salah satunya adalah perusahaan wig atau rambut palsu. Sama seperti industri bulu mata, rambut palsu Purbalingga juga menyerap puluhan ribu pekerja.

"Nanti ada pelatihannya juga. Karena kan teknologinya berbeda," ucap dia.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya