Bagi-Bagi Uang Proyek Miliaran Rupiah ala Pejabat Bengkalis

Mantan Sekretaris Kota Dumai Muhammad Nasir diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dia didakwa merugikan negara Rp 105 miliar.

oleh M Syukur diperbarui 23 Apr 2019, 20:20 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2019, 20:20 WIB
Mantan Sekda Dumai Muhammad Nasir mendengarkan dakwaan dari jaksa KPK di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Mantan Sekda Dumai Muhammad Nasir mendengarkan dakwaan dari jaksa KPK di Pengadilan Negeri Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru- Mantan Sekretaris Kota Dumai Muhammad Nasir diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) di Bengkalis ini didakwa merugikan negara Rp 105 miliar lebih bersama Direktur PT Mawatindo Road Construction (PT MRC), Hobby Siregar.

Jaksa penuntut umum dari KPK, Roy Riyadi dan Feby Dwi Andospendi menjelaskan, dugaan korupsi terjadi ketika keduanya terlibat proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih, Kabupaten Bengkalis. Dengan panjang 52 kilometer dan lebar enam meter, proyek itu dianggarkan Rp 352 miliar lebih pada tahun 2013-2015.

Dari nilai proyek itu ternyata hanya Rp 204 miliar lebih yang digunakan. Sisanya bernilai ratusan miliar dibagi-bagikan ke sejumlah nama, termasuk Bupati Bengkalis kala itu, Herliyan Saleh dan pejabat lainnya.

"Terdakwa Muhammad Nasir memperkaya diri sebesar Rp 2 miliar, Hobby Siregar Rp 40 miliar, Herliyan Saleh Rp 1,3 miliar, H Syarifuddin alias H Katan Rp 292 juta, Adi Zulhalmi Rp 55 juta," sebut jaksa di hadapan majelis hakim yang diketuai, Saut Maruli Pasaribu SH, Senin petang (22/4/2019).

Selain itu, tambah jaksa, ada sejumlah nama lain kecipratan uang proyek. Di antaranya Rozali Rp 3 juta, Maliki Rp 16 juta, Tarmizi Rp 20 juta, Syafirzan Rp 80 juta, M Nasir Rp 40 juta, M Iqbal Rp 10 juta, Muslim Rp 15 juta, Asrul Rp 24 juta, Harry Agustinus Rp 650 juta juga.

Jaksa menjelaskan, Muhammad Nasir dalam proyek ini merupakan pengguna anggaran sekaligus pejabat pembuat komitmen. Hal ini membuat pria bernama Makmur dan Ismail Ibrahim dari PT Merangin Karya Sejati serta Jeffri Ronald Situmorang dari PT Multi Structure menemui Ribut Susanto, orang dekat Herliyan Saleh dan menyatakan keinginan mendapatkan proyek itu.

Ribut menyampaikan pesan mereka kepada Herliyan Saleh dan Muhammad Nasir. Hal ini disetujui dengan syarat ada setoran uang sebagai fee dan dimintalah uang sebanyak Rp 300 juta untuk Herliyan yang diserahkan di Hotel Peninsula Jakarta.

Tak hanya itu, Jeffri Ronald juga memberikan uang pemulus kepada Ketua DPRD Bengkalis kala itu, Jamal Abdillah, senilai Rp 4 miliar. Selanjutnya, Makmur dan Ismail memberikan uang lagi Rp 1 miliar kepada Herliyan untuk membeli apartemen di Permata Hijau Residence.

<p><em><strong>* Ikuti Hitung Cepat atau Quick Count Hasil Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 <a href="/pages/quick-count-pilpres-2019">di sini</a></strong></em></p>

Jalan Tak Selesai

Mantan Sekda Dumai Muhammad Nasir dikawal petugas KPK usai diperiksa penyidik.
Mantan Sekda Dumai Muhammad Nasir dikawal petugas KPK usai diperiksa penyidik. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Proyek ini lalu disetujui Pemkab Bengkalis dan DPRD setempat hingga ditandatangani nota kesepakatan. Hanya saja, PT Merangin Karya Sejati milik Ismail dan Makmur tidak lolos syarat karena tidak memenuhi kemampuan dasar. Tak habis akal, keduanya meminjam PT MRC milik Hobby Siregar untuk mengerjakan proyek Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih.

Selanjutnya, Herliyan Saleh membentuk Pokja ULP yang di dalamnya ada Syarifuddin, Adi Zulhalmi, Rozali, M Rasyidin dan lainnya, lalu mengumumkan lelang pada 9 Januari 2013. Tercatat, ada 18 perusahaan yang mendaftar, tapi Muhammad Nasir sudah mengarahkan Pokja ULP memenangkan PT MRC.

"M Nasir mengetahui bahwa proses lelang tersebut tidak dilakukan sesuai ketentuan karena telah diarahkan sebelumnya. Hal ini melanggar Pasal 5 dan Pasal 6 Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah," tutur JPU.

Pengerjaan proyek bisa ditebak. PT MRC tidak juga melaksanakan pekerjaan sesuai dengan progres yang ditetapkan dalam kontrak, bahkan Hobby Siregar mengajukan 4 kali adendum kontrak yang disetujui Muhammad Nasir.

Pada akhirnya, Hobby Siregar menyampaikan PT MRC hanya mampu melaksanakan penyelesaian pekerjaan maksimal 70 persen dari total pekerjaan pada saat jatuh tempo kontrak nanti. Namun, Muhammad Nasir meminta agar tetap diselesaikan hingga 80 persen.

Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya