16 Ribu Warga Banyumas Krisis Air Bersih

Permintaan bantuan air bersih akan semakin tinggi pada Juli dan mencapai puncaknya pada September hingga Oktober 2019 mendatang.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 12 Jul 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2019, 16:00 WIB
Ilustrasi - Warga mengantre bantuan air bersih. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi - Warga mengantre bantuan air bersih. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Dampak kemarau panjang di Banyumas semakin terasa. Ribuan warga di berbagai wilayah Banyumas kini mengandalkan bantuan air bersih dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas.

Terdata hingga 10 Juli 2019, sebanyak 4.654 keluarga yang terdiri dari 16.377 telah mengalami krisis air bersih. Mereka tersebar di 14 desa di sembilan kecamatan Kabupaten Banyumas.

Ke-14 desa yang mengalami krisis air bersih itu, yakni Desa Karanganyar Kecamatan Patikraja, Desa Nusadadi dan Sumpiuh, Kecamatan Sumpiuh, serta Desa Kediri dan Tamansari, Kecamatan Karanglewas.

Kemudian, Desa Banjarparakan dan Desa Tipar, Kecamatan Rawalo, Desa Srowot, Kecamatan Kalibagor, Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang, Desa Karangtalun Kidul dan Kalitapen, Kecamatan Purwojati.

Selanjutnya, Desa Jatisaba dan Panusupan Kecamatan Cilongok. Terakhir, Desa Buniayu Kecamatan Tambak.

"BPBD telah mengirimkan sebanyak 83 tangki bantuan air bersih, dengan volume 415 ribu liter," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, Ariono Purwanto, Kamis, 12 Juli 2019.

Ariono menjelaskan, ada dua penyebab warga mengalami krisis air bersih. Pertama, kekurangan air lantaran sumur atau sumber air lainnya mengering. Kedua, sumber air masih ada, tetapi tak layak konsumsi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Tanggap Darurat Krisis Air Bersih Kemarau 2019

Warga di Bojanegara, Cingebul, Lumbir, Banyumas  membikin sumur di pinggir sungai untuk mencukupi kebutuhan air bersih pada kemarau. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Warga di Bojanegara, Cingebul, Lumbir, Banyumas membikin sumur di pinggir sungai untuk mencukupi kebutuhan air bersih pada kemarau. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Beberapa wilayah yang airnya tak layak konsumsi biasanya berada di dataran rendah. Namun, air sumur warga pada kemarau ini berwarna dan berbau sehingga tak layak konsumsi.

Dampak kemarau diperkirakan bakal meluas seiring lamanya kemarau. Permintaan bantuan air bersih akan semakin tinggi pada Juli dan mencapai puncaknya pada September dan Oktober 2019 mendatang.

"Data 2018, desa yang mengalami krisis air bersih mencapai 60 desa di 18 kecamatan. Tapi itu kan baru estimasi. Ada kemungkinan bisa bertambah," ujarnya.

Ada kemungkinan jumlah desa yang mengalami krisis air bersih bertambah pada 2019 karena kemarau kali ini tiba pada Mei. Tahun-tahun sebelumnya, kemarau terjadi pada Juni.

Tahun ini, BPBD Banyumas mempersiapkan sebanyak 1.000 tangki bantuan air bersih. Selain itu, BPBD juga menggandeng lembaga lain untuk turut membantu warga yang mengalami krisis air bersih.

"Ya itu kan baru estimasi. Karena kita tidak tahu perubahan lingkungan, perubahan iklim saat ini. Apalagi saat ini mungkin kemarau lebih panjang, kemungkinan lebih banyak desa, kemungkinan besar bisa terjadi," dia mengungkapkan.

Ia meminta agar warga yang mengalami krisis air bersih menyediakan penampungan besar agar proses pengiriman air bersih berjalan cepat. Dengan begitu, armada yang tersedia bisa menjangkau lebih banyak desa.

Sebab, untuk mengirimkan bantuan air bersih BPBD hanya mengandalkan tiga tangki uzur. Kecepatan distribusi adalah kunci agar armada bisa menjangkau desa-desa lain yang juga mengalami krisis air bersih.

"Kami juga mengimbau agar warga menghemat air pada musim kemarau ini," dia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya