Liputan6.com, Jakarta - Adanya polemik terhadap wacana revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) membuat Hikmat Darmawan selaku Plt Sekjen dan Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta, angkat bicara. Dia menilai revitalisasi itu memang dibutuhkan untuk TIM.
Hal ini disampaikannya ketika menjadi pembicara dalam salah satu diskusi terbuka yang diadakan oleh Indonesiana dan TERAS Budaya terkait terjadinya revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Jumat 20 Desember 2019, di Gedung Tempo.
Diskusi terbuka ini mengusung tema "Revitalisasi TIM: Membayangkan Pusat Kesenian Ideal Masa Depan".
Advertisement
Baca Juga
Selain Hikmat, hadir juga Mario F Lawi (sastrawan dan penyair asal Kupang), dan Imam Hadi Purnomo (Kepala UPT PKJ Taman Ismail Marzuki (TIM).
Ide untuk merevitalisasi TIM sebenarnya sudah ada sejak lama, terbukti dengan diadakannya sayembara atau lomba mendesain TIM sebagai pusat kesenian Jakarta. Lomba ini dimenangkan oleh arsitek Andra Matin pada 2007.
Ketika dalam proses revitalisasi, terjadi pro-kontra dari berbagai pihak. Ada pihak yang mendukung revitalisasi, ada juga yang menolak dengan alasan-alasan tertentu.
Hikmat Darmawan berpendapat bahwa fungsi TIM itu lebih besar dari ruangnya. "TIM itu adalah sejarah yang datang ke situ dan mendambakan sesuatu juga mengembangkan sesuatu di situ," katanya.
Taman Ismail Marzuki dinilai Hikmat perlu pembaharuan karena merujuk pada perkembangan zaman untuk masa depan. Tak hanya itu, penempatan kegiatan seni dan penataan karya seni yang ada di TIM juga harus tertata dengan baik.
Menurutnya, jika dilihat dari segi fisik, Taman Ismail Marzuki ini masih baik dalam artian layak, tetapi dari segi fungsi dan perujukkannya yang masih menjadi masalah.
"Ada banyak masalah di situ. Di mana ruang buat HB Jassin arsipnya? Karena itu (ruang arsip H. B. Jassin) tidak sekecil itu. Di mana pusat film itu cinema alternatifnya? Kine forum ada. Di mana seniman-seniman emersidensi akan ditempatkan? Di mana koleksi lukisan-lukisan akan di tempatkan? Itu (lukisan-lukisan) butuh ruang sendiri, kalau pertanyaan-pertanyaan itu dijawab, itulah ruang ideal bagi TIM sebagai sentra kesenian di Jakarta," kata dia.
Hikmat juga meyakini bahwa revitalisasi TIM masih bisa ditentukan arahnya secara bersama-sama, tak hanya mengandalkan ego.
Â
Â
(Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)