Menimbang Untung Rugi Kedatangan 500 TKA Asal China ke Sultra Saat Pandemi Covid-19

Rencana kedatangan 500 orang TKA asal China di Sultra ternyata ditanggapi dengan sudut pandang untung rugi oleh akademisi di Kendari.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 09 Jun 2020, 03:13 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2020, 23:00 WIB
Kedatangan TKA asal China di Bandara Halu Oleo Kendari, pertengahan Maret 2020 sempat menuai sorotan.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Kedatangan TKA asal China di Bandara Halu Oleo Kendari, pertengahan Maret 2020 sempat menuai sorotan.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Kendari - Sebanyak 500 TKA asal China rencananya akan masuk di wilayah Sulawesi Tenggara, melalui Bandara Halu Oleo Kendari, Selasa (3/5/2020). Agenda ini dianggap kontroversi karena masih pada masa pandemi Covid-19 yang ikut melanda dan membuat panik warga Sulawesi Tenggara.

Rencana ini langsung mendapat tanggapan dari Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi. Dia menyatakan keberatan dengan kedatangan sebanyak 500 TKA di Sultra.

"Jumlah 49 TKA saja yang kemarin itu masuk di Sultra, sudah mendapatkan banyak kritikan dari masyarakat," ujar Ali Mazi.

Ketua DPRD Sultra, Abdurrahman Shaleh bersikap lebih keras lagi. Dia menyatakan, jika benar TKA sebanyak ini akan masuk di wilayah Sultra melalui bandara, maka dia akan memimpin aksi protes massa.

"Saya akan pimpin demonstrasi ketika intelijen saya menyatakan mereka datang di sini," ujar politikus PAN itu.

Seorang anggota DPRD lainnya, Sudirman menyatakan dengan tegas, menolak mentah-mentah kedatangan TKA di wilayah Sultra. Menurutnya, fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berbeda, ketika yang lain menyatakan menunda maka pihaknya langsung menolak.

"Apa daerah ini kekurangan tenaga kerja? Semua ada disini, terus kenapa mereka harus datang," ujar Sudirman.

Bukan hanya pemerintah dan DPRD, penolakan TKA China juga datang dari pemuda.

Mantan Ketua Pospera Kota Kendari, Bram Barakatino menegaskan saat ini warga Sultra dibatasi keluar beraktivitas bekerja dan mencari kehidupan. Lucunya, warga negara lain didatangkan di wilayah ini untuk bekerja.

"Padahal mereka ini berasal dari negara asal virus yang sudah jadi Pandemi. Kalau seperti ini, maka saya siap pimpin perang menolak kedatangan mereka," ujar Bram.

Diketahui, rencananya 500 TKA akan bekerja pada salah satu perusahaan tambang di wilayah Kabupaten Konawe. Perusahaan ini, pada 2019 lalu tercatat sebagai penghasil nikel terbesar di dunia. 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Pendapat Akademisi

Dr Noffal Supriadin SE MM.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Dr Noffal Supriadin SE MM.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) 66 Kendari, Dr Noffal Supriadin SE menyatakan, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap ribuan karyawan sudah terlihat di wilayah Sultra. Saat ini, perusahaan swasta di Sulawesi Tenggara yang masih menunjukkan keperkasaannya menantang badai Covid-19, salah satunya yakni PT Virtue Dragon National Industri.

Kedatangan pekerja asing, karena tenaga mereka dibutuhkan sebagai operator atau tenaga ahli dalam pengoperasian perusahan. Adanya mereka, akan bersinergi dengan ribuan tenaga kerja lokal lainnya.

Banyak perusahaan nasional sudah melakukan PHK karyawan. Di antaranya, tak disertai pesangon dan bekal hidup yang layak bagi karyawan yang dirumahkan di tengah Pandemi covid-19.

"Pemerintah sudah saatnya mengambil langkah tepat, mengapresiasi dan menstimulus perusahaan yang tidak melakukan PHK pada karyawan agar bertahan dari kondisi ini," ujar Noffal.

Lulusan Universitas Brawijaya Malang itu menyatakan, pemerintah harus memudahkan akses keuangan kepada perusahaan-perusahaan yang terdampak langsung oleh Covid-19, seperti perusahaan manufaktur dan Pariwisata.

"Pemerintah juga harus berperan aktif untuk melindungi pekerja yang terkena PHK agar hak-hak pegawai salah salah satunya pesangon," ujarnya.

Pria dua anak itu juga mengatakan PHK seharusnya menjadi solusi terakhir perusahaan bagi perusahaan pada masa pandemi ini, karena masih banyak solusi lainnya yang bisa dilakukan seperti melakukan penghematan di antaranya mengurangi jam kerja sehingga upah karyawan bisa berkurang.

Misalnya, mengurangi fasilitas bagi pekerja level atas dan menghindari pemborosan dengan cara efisiensi biaya produksi dan aktivitas tidak penting.

"Dari aspek ekonomi tentu saja PHK akan berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan dan tindak kejahatan. Selain itu dampak lain dari PHK adalah dapat memicu terjadinya konflik antara perusahaan dengan karyawan, Sehingga perlu adanya dialog antara pemerintah, perusahaan dan karyawaan untuk mencari solusi terbaik di tengan pandemi covid-19," Kata Kepala Program Studi Ekonomi Manajemen STIE66 Kendari.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya