Liputan6.com, Poso Ratusan warga Poso berunjuk rasa menuntut polisi terbuka dan menyelesaikan pengungkapan kasus tewasnya tiga warga yang diduga menjadi korban salah sasaran aparat Satgas Tinombala. Polda Sulteng sendiri penanganan kasus itu lambat disebabkan beberapa hal.
Aksi warga itu digelar di dua lokasi pada Rabu (10/6/2020), diawali di depan Mapolres Poso. Di lokasi ini massa meminta kepolisian segera mengungkap kasus dugaan salah sasaran dan kekerasan aparat tersebut agar tidak membuat masyarakat Poso yang tidak bersalah makin resah dan ketakutan setelah bertahun-tahun wilayah mereka menjadi lokasi pengejaran kelompok MIT.
“Masyarakat Poso kemungkinan besar tidak akan percaya lagi kepolisian jika tidak ada kejelasan hukum atas kejadian itu," Kata Ustad Sugianto Kaimuddin yang menjadi korlap aksi di depan Mapolres Poso, Rabu (10/6/2020).
Advertisement
Baca Juga
Warga juga meminta penanganan kasus itu dilakukan transparan serta meminta jaminan keamanan bagi petani agar tidak kembali menjadi korban kekerasan baik dari aparat maupun kelompok lain.
Tuntutan yang sama juga dibawa massa ke DPRD Kabupaten Poso. Warga menyerahkan surat pernyataan sikapnya dan berharap DPRD Poso berperan mendorong pengungkapan kasus itu.
Tiga kasus warga Poso yang kehilangan nyawa dengan luka tembak yang diduga berasal dari senjata Satgas Tinombala itu terjadi pada April dan Juni, 2020. Yang pertama menimpa Qidam Alfariski (20 th), yang tewas di belakang Mapolsek Poso Pesisir Utara pada 9 April lalu.
Dugaan salah sasaran yang terbaru terjadi pada 2 Juni lalu yang mengakibatkan dua petani di Poso Pesisir Utara, almarhum Syarifudin (25 th) dan Firman (17 th) juga kehilangan nyawa di sekitar kebunnya di Desa Kilo.
Sebelumnya pihak Polda Sulteng beralasan lambatnya pengungkapan kasus-kasus itu lantaran bersamaan dengan bulan puasa dan masa pandemi Covid-19. Penyelidikan disebut tetap dilakukan dengan melibatkan banyak unsur termasuk sipil.
“Komandan pasukan Gegana Brimob Polri dan Karo Provost Divisi Propam Polri telah tiba di Sulteng untuk membantu penanganan kasus itu. Pak Irwasda dan Komnas HAM Sulteng juga terlibat menangani,” Kapolda Sulteng, Irjen Pol. Syafril Nursal menyebutkan, Selasa (9//6/2020).