Aktivis 98 Kritik Sikap Ridwan Kamil soal Acara Rizieq Shihab

Aktivis 98 Abdul Salam Nur Ahmad mengatakan, Ridwan Kamil harus dimintai pertanggungjawaban karena dinilai lalai seperti yang telah dilakukan kepolisian yang berencana memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait hal yang sama.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 18 Nov 2020, 00:00 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2020, 00:00 WIB
Ridwan Kamil
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat menyampaikan keterangan kepada pers terkait perkembangan penanganan virus Corona (Covid-19) di Gedung Sate, Senin (8/6/2020). (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Kalangan aktivis 98 menilai Pemerintah Provinsi Jawa Barat khususnya Gubernur Jabar Ridwan Kamil lalai dalam mengantisipasi kerumunan massa saat Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) menggelar acara ceramah di Megamendung, Kabupaten Bogor, pekan lalu.

Aktivis 98 Abdul Salam Nur Ahmad mengatakan, Emil, panggilan Ridwan Kamil harus dimintai pertanggungjawaban karena dinilai lalai seperti yang telah dilakukan kepolisian yang berencana memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait hal yang sama.

"Kenapa tidak ada upaya pencegahan, padahal itu jelas-jelas melanggar protokol kesehatan," ujar Abdul dalam keterangan di Bandung, Selasa (17/11/2020).

Selain di Megamendung, Abdul menilai Emil tidak memimpin koordinasi dengan kepala daerah di bawahnya terkait pencegahan kedatangan warganya ke acara pernikahan anak Rizieq Shihab di Petamburan, DKI Jakarta. Menurutnya, acara yang berlangsung di Petamburan itu banyak dihadiri warga yang berasal dari Jawa Barat.

"Harusnya ada koordinasi, jangan sampai warganya datang. Saya sangat yakin, yang kemarin (di Petamburan) itu banyak warga Jawa Barat," tuturnya.

Abdul menilai sikap Emil tersebut sangat tidak bisa dimaklumi karena bentuk kelalaian dalam mengantisipasi terjadinya pelanggaran protokol kesehatan.

"Sudah jelas kok aturan protokol kesehatan itu apa saja. Bahkan, dia sendiri yang mengampanyekan protokol kesehatan ke masyarakat. Tapi kenapa kemarin diam, seolah-olah tak terjadi apa-apa," ucapnya.

"Sebagai kepala daerah, harusnya gubernur bisa menggunakan perangkat negara yang ada untuk melarang dan mencegah kerumunan di saat pandemi ini. Harusnya berani mencegah terjadinya pelanggaran aturan," ujarnya menambahkan.

Padahal, tambah Abdul, di Jawa Barat terdapat banyak aktivitas warga yang ditutup untuk mencegah penyebaran Covid-19.

"Apalagi di awal-awal, ketika toko-toko ditutup. Lalu hingga sekarang ada penerapan sanksi denda kepada warga biasa yang melanggar protokol kesehatan. Tapi kenapa kejadian kemarin dibiarkan?" tuturnya.

Di sisi lain, Abdul mengapresiasi langkah Kapolri yang mencopot Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana, dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi terkait kerumunan massa tersebut. Pihaknya menilai keputusan Kapolri tersebut sebagai bentuk penegakkan hukum dan penting untuk mengembalikan marwah dan wibawa negara khususnya penegak hukum di mata masyarakat.

"Pencopotan ini sudah tepat sebagai bentuk ketegasan negara dalam menegakkan hukum. Siapa pun, kalau bersalah, harus ditindak," ujarnya.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya