Awas Serangan Fajar di Pilkada Bandung, Pemilih Pemula Jadi Sasaran

Terlebih, di masa kampanye, upaya-upaya politik uang itu terendus oleh pihak Bawaslu

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 06 Des 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 06 Des 2020, 14:00 WIB
Ilustrasi Mata Uang Rupiah
Ilustrasi Mata Uang Rupiah. Kredit: Mohamad Trilaksono (EmAji) via Pixabay

Liputan6.com, Bandung - Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Kahfiana menduga, politik uang di masa tenang atau yang biasa disebut serangan fajar sangat berpotensi menyasar soft supporter, yakni pemilih yang belum menentukan pilihan. Dugaan Kahfiana bukan tanpa dasar, pasalnya, lahan tak bertuan itu terpantau sangat luas di Pilkada Kabupaten Bandung.

Kahfiana berangkat dari rekomendasi hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang telah dirilis, Minggu, 15 November 2020. Diketahui, ada sekitar 52,2 persen soft supporter di Pilkada Bandung. Dari awal ini diprediksi bakal menjadi lahan rebutan para paslon.

"Melihat rekomendasi LSI, sekitar 52 persen itu pemilih yang belum menentukan pilihan. Nah, salah satu aspek yang direkomendasikannya itu adalah serangan fajar, artinya politik uang. Ini menjadi kewaspadaan kita juga dalam proses pencegahan," katanya kepada Liputan6.com, Sabtu (5/12/2020).

Terlebih, di masa kampanye, upaya-upaya politik uang itu terendus oleh pihak Bawaslu. Terdapat beragam dugaan modus politik uang di yang berhasil diusut. Misalnya, modus usang bagi-bagi sembako, selipan spesimen surat suara bergambar salah satu paslon dalam bansos Covid-19, atau modus kupon belanja.

Kahfiana menegaskan, Bawaslu akan mewaspadai potensi serangan fajar tersebut dengan mengadakan patroli politik uang selama tiga hari di masa tenang. Kahfiana menjelaskan, kegiatan berlangsung dengan berkeliling. Ada sekitar 7.000 jajaran pengawas yang dikerahkan untuk mewaspadai potensi pelanggaran tersebut.

Pengawas telah dibagi wilayah pantauan masing-masing. Dalam patroli nanti, sambung Kahfiana, pihaknya akan sambil bersosialisasi tentang sanksi politik uang di Pilkada 2020.

Kahfiana menerangkan, politik uang diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Disebutkan, setiap orang yang sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi untuk mempengaruhi hak pilih maka yang bersangkutan dapat dihukum penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

"UU ini agresif, frasanya 'setiap orang'. Seluruh masyarakat baik pihak paslon atau pemilih, bisa mendapat sanksi. Jadi, jangan coba-coba, apalagi sampai ada paslon melakukan serangan fajar," tandas Agus.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya