Gadis-Gadis Noken dari Raja Ampat

Para pegiat dan masyarakat Raja Ampat bahu membahu melestarikan kekayaan Raja Ampat, Papua Barat.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 01 Apr 2021, 08:37 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2021, 03:00 WIB
Fatma dan Korina mengemas Produk Lokal MARA (FFI / Ana Septiana)
Fatma dan Korina mengemas Produk Lokal MARA (FFI / Ana Septiana)

Liputan6.com, Raja Ampat - Gadis-gadis Noken, begitu mereka menyebut diri. Adalah tiga orang yang kini sedang berpugak-pugak melestarikan kekayaan alam Raja Ampat melalui kreasi produk lokal.

Korina Lapon, putri Suku Maya -suku asli Raja Ampat- dari Kampung Kalitoko. Selanjutnya Nurdana Pratiwi, peranakan dari Ibu asli Saonek dan ayah dari Jawa. Selanjutnya Fatma Tanoy, gadis Bintuni yang menikahi pemuda keturunan Biak di Raja Ampat. Ketiganya mewakili keberagaman perempuan lokal yang hidup di ‘The Last Paradise’ Raja Ampat.

Mereka meramu dan menyajikan produk lokal Raja Ampat yang berasal dari kampung-kampung yang jauh dari pusat kabupaten, tempat mereka tinggal. Mereka menjemput produk-produk dari pengrajin di distrik Teluk Mayalibit dan Tiplol Mayalibit.

Perjalanan ke sana hanya bisa ditempuh dengan kapal, sering kali tanpa atap, yang menghabiskan 120 liter bensin. Diiringi nyaringnya suara mesin motor yang memekan telinga, mereka menembus perairan teluk dengan sengatan matahari langsung berjam-jam.

Setiap satu atau dua bulan sekali, mereka harus ke kampung untuk menjemput produk buatan pengrajin dan membawanya ke Kota Waisai, untuk dikemas lalu dijajakan. Sambil berkunjung, mereka juga turut memberikan semangat pada perempuan-perempuan pengrajin tersebut untuk tetap melakukan pemanenan bahan baku secara lestari, melakukan produksi ramah lingkungan, sekaligus menjaga kualitas produknya agar mudah dipasarkan.

Ketiganya dinaungi oleh Yayasan Maniambyan Raja Ampat (MARA), pengelolaan produk lokal dimulai sejak tahun 2018, melalui program binaan BBKSDA Papua Barat dan Fauna & Flora International’s Indonesia Programme (FFI’s IP). Kemudian kini didukung oleh Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Program tersebut kemudian bertransformasi menjadi sebuah usaha kecil bertajuk Produk Lokal MARA.

Hingga kini, Produk Lokal MARA telah mengembalikan 15 jenis produk yang terdiferensiasi menjadi lebih dari 50 jenis, yang sebagian besar merupakan anyaman tradisional Raja Ampat yang semula sudah tidak pernah diproduksi lagi. Ratusan produk telah berhasil terjual. Di antaranya kahene, tas wali, abob, bayai, kasana, dan berbagai jenis lainnya.

Produk Lokal MARA melibatkan sekitar 30 perempuan dalam Tim Pengrajin yang tersebar di kampung-kampung dan 5 perempuan di Tim Pengemas yang bekerja di Rumah Produk Lokal di Kota Waisai. Sedangkan tiga perempuan ini terpilih menjadi pengelola karena begitu dekat dengan masyarakat Raja Ampat dan memiliki kemauan belajar yang tinggi untuk mengelola Produk Lokal MARA.

Tidak hanya melakukan pengelolaan, mereka juga sering turun langsung ‘bermain tangan’, membaur bersama tim pengemas untuk melakukan seluruh proses pengemasan ratusan produk tersebut secara bersama-sama. Tentu mereka tidak mendapat bayaran penuh atau terkadang tidak dibayar, karena mereka harus mengutamakan masyarakat.

Bekerja dalam mengenalkan produk lokal tidak membuat mereka meninggalkan kodratnya sebagai ibu. Mereka tetap bertanggung jawab sembari mengajari anak-anaknya saat mereka mengawasi produk lokal yang mereka pamerkan di sebuah bangunan ‘Home Industry’ milik Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Raja Ampat, yang berada di kawasan Pantai WTC.

Bangunan itu kini menjadi rumah kemas dan Galeri Produk Lokal MARA, sebagai bentuk apresiasi dan dukungan atas usaha mereka.

 

Saksikan Video Pilihan Ini

Melestarikan Raja Ampat

Fatma dan Korina mengemas Produk Lokal MARA (FFI / Ana Septiana)
Fatma dan Korina mengemas Produk Lokal MARA (FFI / Ana Septiana)

Nurdana Pratiwi sedari awal menyadari bahwa akan banyak waktu yang harus ia sediakan jika terlibat dalam usaha pengelolaan produk lokal ini. Namun, tongkat estafet tradisi yang sudah terancam punah kini ada di tangannya serta dua rekannya. Pun Produk Lokal MARA mengangkat misi yang sesuai dengan apa yang hati dan nuraninya rasa patut diperjuangkan.

“Tak boleh ada waktu lagi yang terbuang. Ini adalah salah satu kesempatan terbaik untuk kami dalam menyelamatkan tradisi dan alam Raja Ampat. Lebih dari sekedar membuka peluang usaha, melalui kegiatan ini kami bisa melestarikan tradisi kami, menyelamatkan hutan kami, dan kami sendiri semakin berkembang,” terang Pratiwi.

Pratiwi merasa kapasitas dirinya dan kedua rekannya meningkat. Tidak hanya itu, ia merasa bangga dan senang dapat meningkatkan pemberdayaan pada perempuan lain di kampung-kampung, yang notabene keluarga mereka sendiri. Dalam segala keterbatasannya, sebagai perempuan, Pratiwi dan kedua rekannyaberjuang dalam kebersamaan dan saling menginspirasi.

“Dengan beragam latar belakang, tong bisa bersatu untuk sebuah cita-cita besar untuk Raja Ampat, dan untuk generasi selanjutnya, tong pu anak cucu. Melalui Produk Lokal MARA, tong punya harapan untuk bisa berdiri di atas tong pu kaki sendiri, menjadi mandiri, menggunakannya sebagai sebuah wadah yang punya potensi menjadi alternatif penghidupan bagi kitong, perempuan-perempuan Raja Ampat” tambah Pratiwi.

 

Produk Lokal Raja Ampat

Sosialisasi program Produk Lokal MARA (FFI/Ana Septiana)
Sosialisasi program Produk Lokal MARA (FFI/Ana Septiana)

Pratiwi, Korina, dan Fatma menjadi salah satu faktor terpenting bagi usaha Produk Lokal MARA. Mereka yang memegang kendali pada pengelolaan rantai suplai produk lokal, sebelum akhirnya dijajakan.

Mereka juga harus menjaga produk sesuai standar dan kualitas yang ditentukan. Meramu produk dari berbagai penjuru dan mendampingi pengrajin untuk menghasilkan produk berkualitas. Tidak berhenti sampai di situ, mereka juga harus berfikir dalam konsep pemasaran dan edukasi apa yang harus dibagikan. Agar konsumen produk mereka tidak saja hanya sekedar membeli, namun juga mengerti misi pelestarian tradisi dan alam yang diusung Produk Lokal MARA.

Tak hanya di depan layar, tiga Gadis Noken telah ada dan tumbuh berkembang bersama Produk Lokal MARA. Sejak awal diinisiasi, mereka berperan sebagai fasilitator dalam riset produk tradisi masyarakat. Dalam perjalanan tersebut, selayaknya magang, mereka juga turut mengembangkan ilmu dan pengalaman mereka agar bisa menjalankan roda bisnis secara mandiri kedepannya.

Mereka pula yang turut berperan aktif dalam menjalin komunikasi dan kemitraan dengan Dinas-dinas Pemerintah di Kabupaten Raja Ampat. Tak hanya dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang memiliki program serupa - mempersiapkan produk dari bahan baku hingga pengemasan, komunikasi juga dijalin dengan Dinas Koperasi dan UMKM terkait pemasaran.

Pandemi COVID-19 membuat strategi pemasaran terhenti. Sebelumnya pemasaran diprioritaskan pada wisatawan Raja Ampat yang menjadi salah satu sektor utama dalam perputaran ekonomi di sana. Pandemi menghentikan total sektor tersebut, sehigga Produk Lokal MARA pun sontak tak bisa dijalankan. Pemasaran online pun belum bisa sepenuhnya efektif, karena beberapa kali pun terkendala karena biaya kirim yang sangat tinggi, meskipun masih dalam jangkauan satu provinsi, Papua Barat.

Hal tersebut tak menghentikan langkah dan semangat tiga Gadis Noken, yang justru pada 2021 mereka bekerjasama dengan Toko Pin Agi di Jl. Kofiau, untuk turut menjajakan produk. Selain agar mudah diakses oleh pengunjung dari luar daerah yang berkesempatan datang ke Raja Ampat, baik untuk berlibur maupun bekerja, juga oleh masayarakat Raja Ampat, yang juga turut merasa bangga dengan produk buatan daerah mereka sendiri.

 

 

Nyawa Produk Lokal Maniambyan Raja Ampat

Penjemputan Produk Lokal MARA (FFI/Ana Septiana)
Penjemputan Produk Lokal MARA (FFI/Ana Septiana)

Pratiwi, Korina, dan Fatma adalah nyawa yang mengusung mimpi dan harapan untuk mengembangkan daerah mereka sendiri. Mereka bukan sekedar bidak catur yang dimainkan, melainkan sebagai nyawa yang tak tergantikan. Produk Lokal MARA turut berkembang bersama mereka, dari segi bisnis maupun segala proses yang berlangsung, yang dilaksanakan trial & error, yang hingga kini memasuki tahun ke-3.

Misi yang diusung bersamaan dengan menggerakkan bisnis pengelolaan ini mereka pelajari dan tangani secara perlahan, namun mengakar kuat dalam diri mereka masing-masing. Konservasi alam dan edukasi literasi finansial menjadi apa yang secara konsisten mereka suarakan.

Mereka bertindak sebagai agen yang berani untuk turun langsung mengedukasi dan melatih pada siapapun yang turut terlibat dalam “Produk Lokal MARA”. Sehingga dalam setiap produknya, ada banyak sekali mimpi dan cerita yang bisa mereka sampaikan, dari berbagai sudut pandang.

Pratiwi menjelaskan bahwa bisnis produk lokal ini layaknya sebuah pena. Apapun bisa dituliskan atau digambarkan tergantung siapa yang menggenggamnya. Di tangan ia dan dua rekannya, pena Bisnis Produk Lokal MARA ini akan menuliskan berbagai mimpi, yang sekalipun perlahan, namun telah menunjukkan keberhasilan dan perubahan kualitas perempuan yang terlibat.

Korina menambahkan, bahwa baginya Produk Lokal MARA adalah ruang untuknya berkarya. Menjadi asset untuk mereka bisa mengapresiasi warisan leluhurnya. Sekaligus menjadi wadah untuk bisa berkontribusi pada pengembangan kapasitas masyarakat Raja Ampat, sambil melindungi alam, dan menaruh harapan untuk membuka peluang mata pencaharian untuknya dan ratusan perempuan lain di Raja Ampat.

Korina juga menyadari bahwa perjalanan Produk Lokal MARA masih panjang. Tapi ia dan rekan-rekannya selalu semangat dan mau belajar agar bisa menjadi perempuan yang berdaya guna. Semangat Gadis-gadis Noken selalu terbakar saat mereka mendengar langsung dari para perempuan di kampong yang mereka latih menabung, bahwa hasil tabungannya bisa digunakan untuk biaya anak sekolah, untuk natalan, hingga kebutuhan rumah tangga.

Sa dan teman-teman di Produk Lokal MARApunya mimpi, semoga setiap kampung di Raja Ampat ada pengelolaan seperti yang tong buat ini. Anak-anak muda atau mama-mama bisa bergerak saling memberdayakan. Tong bisa saling kerjasama dan baku bantu bersama, supaya Raja Ampat tra hanya tentang de pu wisata alam saja, tapi juga de pu cerita budaya, adat, deng tradisi. Supaya Raja Ampat bisa jadi tuan rumah di tong pu tanah sendiri” ujar Korina.

Ana Septiana, peneliti, kontributor Liputan6.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya