Disnakertrans Jabar Tanggapi Aturan JHT Cair pada Usia 56 Tahun

Kepala Disnakertrans Provinsi Jawa Barat, Rachmat Taufik Garsadi turut berkomentar soal uang JHT yang baru bisa dicairkan setelah pekerja masuk masa pensiun atau 56 tahun.

oleh Dikdik RipaldiHuyogo Simbolon diperbarui 15 Feb 2022, 00:00 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2022, 00:00 WIB
Kebijakan Baru BPJS Diprotes Puluhan Ribu Netizen
Kebijakan baru BPJS Ketenagakerjaan terkait pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) mendapatkan penolakan dari masyarakat.

Liputan6.com, Bandung - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat, Rachmat Taufik Garsadi turut berkomentar soal uang Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan setelah pekerja masuk masa pensiun atau 56 tahun. Pemerintah pusat dinilai tidak tepat waktu mengumumkan aturan itu.

Untuk diketahui, aturan pencairan JHT itu termuat dalam Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

"Mungkin diumumkannya pada saat sekarang itu, ya, kurang tepat karena lagi masa pandemi banyak PHK," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Senin (14/2/2022).

Terlebih, lanjut Rachmat, aturan baru JHT diumumkan saat pekerja belum merasakan manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP.

"Program jaminan kehilangan pekerjaan belum operasional," katanya.

Menurut Rachmat, dengan aturan baru JHT tersebut pemerintah berniat memastikan para pekerja bisa hidup layak saat usia tidak produktif.

"Sepertinya pemerintah itu ingin pekerja punya jaminan pada saat mecapai usia tidak produktif, pensiun, di atas usia 56 tahun. Minimal, selama 15 tahun dia bisa dijamin. Kayak PNS, pekerja punya kepastian setelah pensiun masih bisa hidup layak," katanya.

"Saya berpikir memang pemerintah harus bisa menjamin jangan sampai sudah tua tidak bisa apa-apa lagi," Rachmat menambahkan.

Sekadar diketahui, kalangan buruh secara bergelombang baik di tingkat pusat atau daerah menyatakan penolakan terhadap aturan baru tersebut. Misalnya, disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit–Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI), Roy Jinto.

Roy menilai kebijakan yang termuat dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 itu dinilai menambah buruk peraturan perburuhan di Indonesia. Ia mengatakan bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 jo PP Nomor 19 Tahun 2015 memperbolehkan buruh yang terkena PHK dan mengundurkan diri untuk mengambil JHT tanpa harus menunggu usia pensiun.

"Dalam kondisi pandemi sekarang PHK masih cukup tinggi, tidak semua PHK mendapatkan pesangon, UU Cipta Kerja telah mengurangi uang pesangon. Tahun ini upah buruh tidak naik, ditambah lagi aturan Permenaker 2 Tahun 2022 sangat merugikan buruh. Lengkap sudah penderitaan kaum buruh, sejarah kelam buat kaum buruh," dia menegaskan.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya