Dilema PLTU Lati, Dulu di Mulut Tambang, Kini Dianggap Jauh dari Tambang

PLTU Lati di Kabupaten Berau kini sedang dilematis karena posisinya tidak lagi berada di mulut tambang sehingga berdampak terhadap harga beli batubara.

oleh M Syaifuddin Zuhrie diperbarui 22 Jul 2022, 02:00 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2022, 02:00 WIB
PLTU Lati
PLTU Lati di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. (foto: Zuhri)

Liputan6.com, Berau - Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Lati di Kabupaten Berau kini dalam kondisi finansial yang tidak baik. Pasalnya, pembangkit listrik yang di kelola PT Indo Pusaka Berau ini dikategorikan tidak lagi berada di mulut tambang.

Dengan kondisi finansial PLTU Lati saat ini, kebijakan pembelian batu bara secara normal untuk operasional PLTU dinilai Berat. PLTU Lati sebelumnya tertolong dengan kebijakan suplai batubara murah yang dikategorikan masuk area mulut tambang.

Tahun depan sesuai peraturan pemerintah, PT Indo Pusaka Berau harus membeli batubara secara normal. Direktur PT IPB, Najemudin mengungkapkan, masalah suplai batubara memang menjadi persoalan serius.

"Masalah suplai batubara memang berakhir tahun 2023, tetapi kontraknya sampai 2024, kontrak jangka panjangnya," kata Najemudin, Rabu (21/7/2022).

Berkaitan dengan regulasi yang mempengaruhi finansial perusahaannya tersebut, Najemudin menyebutkan saat ini pihaknya sedang menyusun kontrak kerjasamanya kembali dengan PT Berau Coal selaku penyuplai batubara.

"Namun sampai saat ini belum ada kesepakatan, ke berau coal, jadi belum ada kesepakatan lagi, kita dalam jangka waktu dekat negosiasi lagi karena adanya Permen bahwa tidak boleh lagi ada semacam royalti,sehingga kita harus beli bahan bakar batubara normal," katanya.

Najemudin mengungkapkan, kondisi ini memaksa pihaknya untuk menempuh berbagai opsi yang memungkinkan untuk bisa mempertahankan stabilitas operasional dan kelanjutan PLTU kedepan.

"Sehingga dengan sendirinya kita akan coba mungkin akan ada langkah-langkah lain nanti, bersama pemerintah kemudian DPRD akan ketemu dengan manajemen Berau Coal," ungkapnya lagi.

Simak video pilihan berikut:

Belum Ada Kesepakatan

PLTU Lati
Bupati Berau Sri Juniarsih saat meninjau PLTU Lati belum lama ini. (foto: Zuhrie)

Belum ada kesepakatan itu, dijelaskan tidak berkaitan dengan permintaan harga jual batubara oleh Berau Coal atau alasannya lainnya. Sebab memang belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai harga batubara.

Jika memang harus membeli batubara dengan harga normal, Najemudin menjelaskan, pihaknya juga harus kembali melakukan pengajuan penyesuaian tarif jual listrik ke PLN.

Sebab menurutnya itu adalah jalan keluar terbaik menyiasati penambahan cost anggaran operasional karena membeli batubara dengan harga normal.

"Sebab jika tidak ada penyesuaian tarif entah bagaimana nanti," ujarnya.

Ada dua opsi menurutnya yang coba ditempuh. Pertama, tetap melakukan pembelian dengan harga 50 persen mulut tambang, namuan masalahnya saat ini keberadaan PLTU tidak dikategorikan lagi berada di mulut tambang.

Jika demikian, harga per metrik ton masih sebesar Rp 40 dolar US, maka masih masuk dalam toleransi operasional PT Indo Pusaka Berau.

"Tetapi dengan sendirinya di mulut tambang Berau Coal syaratnya harus investasi di kita paling tidak 10 persen, meskipun belum disampaikan secara resmi, justru ini akan kita coba sampaikan ke Berau Coal," sebutnya..

Sementara, untuk opsi lain yakni melakukan pengajuan penyesuaian tarif kembali ke PLN.

"Sudah menyampaikan proposal perpanjangan kenaikan, tetapi belum ada jawaban sampai saat ini, kami inisiatif ajak Pemkab dengan DPRD ketemu PLN pusat,"  tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya