Liputan6.com, Batam - Usulan DPRD Batam membebaskan hutan lindung seluas 49 hektare dari dua titik, untuk pengganti permukiman korban kaveling bodong Batam menjadi sorotan Ombudsman Kepri. Ombudsman Kepri menilai pembebasan lahan untuk permukiman sebagai bentuk perusakan dan penjarahan hutan.
Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Kepri Lagat Paroha Siadare mengatakan, pelepasan lahan hutan lindung untuk permukiman secara ilegal sangat berbahaya dan mengancam punahnya hutan lindung di Batam.
"Pembebasan hutan itu tak mendasar, " kata Lagat kepada Liputan6.com, Kamis (18/8/2022).
Advertisement
agat menilai, jika ini dibebaskan nantinya akan muncul dan menjalar ke wilayah hutan lindung lainnya di Batam, dengan motif yang sama dan ini sangat berbahaya dan mengancam keberadaan hutan lindung di Batam.
Lagat mengatakan, perkara kavling bodong pelakunya sudah dipidana karena tidak memiliki izin. Seharusnya perusahaan pengembang melakukan ganti rugi, bukan malah minta ganti rugi ke negara.
"Masyarakat dibodohi beli membeli tanah dengan bukan miliknya yang merasa rugi dan minta rugi lahan ke pemerintah, lama-lama hutan kita habis. Jadi kami tidak setuju dengan usulan DPRD Kota Batam saat rapat dengan pendapat dengan masyarat korban, lalu diminta pemerintah melepaskan," katanya.
Ketua DPRD Batam, Nuryanto meminta pihak BP Batam dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), memberikan perhatian kepada 2.700 Kepala Keluarga (KK), yang menjadi korban kavling bodong dari PT Prima Makmur Batam (PMB) di Nongsa, Batam.
"Harus ada solusi, saya berharap pihak BP Batam dan instansi terkait bisa duduk bersama mencari solusi untuk masyarakat yang sudah terlanjur membeli lahan kavling yang masuk sebagai kawasan hutan lindung," kata Nuryanto.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Respons BP Batam
Sementara itu, Kepala Kasi dan Penanganan Permasalahan Pertanahan Badan Pengusaha Batam (BP) Niko mengatakan, selama ini BP Batam tidak pernah memberikan izin pengelolaan kepada perusahaan pengembang.
"Perusahaan (pengembang) Prima Makmur Batam mengajukan Pengalokasian Lahan, namun ditolak, karena lahan statusnya hutan lindung di Bawah KLH," kata Kabid Pertanahan BP Batam.
Lebih lanjut Niko mengatakan, pengajuan lahan dari perusahan tersebut 24 hektare dan 25 hektare (dari titik berbeda). BP Batam tidak akan bisa tindak lanjut kalau itu hutan lindung, pasti ada penolakan.
Menurut Niko kalau prosesnya seperti itu kordinasi ke KLH, karena hutan lindung yang akan dilepas harus harus ada pengganti ada kajian kajiannya.
Di tempat yang sama saat rapat perwakilan Gakum (Penegak Hukum) KLHK Sofyan menjelaskan bahwa pelaku pembalakan kavling bodong sudah dipidana.
"Korporasi dan ke pengurusnya (pengembang kavling bodong) sudah dibawa ke pengadilan," katanya.
Advertisement