Liputan6.com, Yogyakarta - Kabupaten Batang, Jawa Tengah terkenal sebagai kota pelabuhan yang tersohor sejak dahulu. Bahkan, pelabuhan Batang sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Dikutip dari berbagai sumber, nama Batang telah dikenal sejak orang-orang Tionghoa berguru ajaran Buddha ke kawasan Kerajaan Sriwijaya. Batang saat itu dikenal sebagai wilayah bernama Batan, sebuah kota pelabuhan yang ramai.
Nama Batang berasal dari kata BATA – AN, bata yang berarti batu.Sedangkan, AN berarti satu atau pertama. Sebagian besar wilayah Kabupaten Batang merupakan perbukitan dan pegunungan.
Advertisement
Dataran rendah Batang di sepanjang pantai utara tidak begitu lebar. Di bagian selatannya terdapat Dataran Tinggi Dieng, dengan puncaknya Gunung Prau.
Dalam legenda yang sangat populer. Sejarah Batang berasal dari kata Ngembat-Watang yang berarti mengangkat batang kayu.
Baca Juga
Hal ini diambil dari peristiwa kepahlawanan Ki Ageng Bahurekso yang dianggap merupakan cikal bakal Batang. Konon saat Mataram tengah mempersiapkan daerah-daerah pertanian untuk mencukupi kebutuhan beras bagi prajuritnya yang akan melakukan penyerangan ke Batavia.
Bahurekso mendapatkan tugas untuk membuka hutan Roban yang akan dijadikan wilayah persawahan. Ternyata saat membuka hutan, banyak pekerja penebang pohon hutan yang sakit dan mati.
Konon, mereka diganggu jin, setan, peri prayangan, atau siluman-siluman yang menjaga hutan Roban. Para jin tersebut dipimpin seorang raja yang bernama Dadungawuk.
Dengan kesaktian Bahurekso, para jin tersebut dapat dikalahkan sehingga para pekerja tidak diganggu lagi. Namun satu syarat, para jin itu meminta bagian hasil panen.
Setelah membuka lahan, tugas selanjutnya adalah mengusahakan pengairan. Pada pelaksanaannya, tugas ini tidak terlepas dari gangguan.
Gangguan utama berasal dari Raja Siluman Uling yang bernama Kolo Dribikso. Bendungan yang telah selesai dibuat untuk menaikkan air sungai dari Lojahan (sekarang Sungai Kramat) selalu jebol di rusak oleh anak buah Uling.
Bahurekso turun tangan saat mengetahui hal itu, dan menyerang anak buah Raja Uling yang bermarkas di kedung sungai. Korban berjatuhan, semburan darah membuat air di daerah itu menjadi merah kehitaman.
Raja Uling yang mengetahui anak buahnya binasa. Ia menyerang Banurekso dengan pedang Swedang.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Banurekso Kalah
Karena kesaktian pedang Swedang, Banurekso dapat dikalahkan. Atas nasihat ayahnya, Ki Ageng Cempaluk, Banurekso diminta masuk keputren Kerajaan Uling.
Tujuannya adalah merayu adik raja yang bernama Dribusowati, seorang putri siluman yang cantik. Rayuan Banurekso berhasil, Dribusowati berhasil mencuri pedang pusaka milik kakaknya.
Dengan Pedang Swedang, Banurekso berhasil mengalahkan Raja Uling. Akhirnya pembangunan bendungan tidak ada hambatan lagi. Namun hambatan lain muncul.
Aliran air tidak lancar, kadang-kadang alirannya besar namun lain waktu aliran air kecil bahkan tidak mengalir sama sekali. Setelah diteliti ternyata ada batang kayu (watang) besar yang melintang menghalangi aliran air.
Berpuluh-puluh orang berupaya mengangkat watang tersebut. Namun, watang tidak berhasil disingkirkan. Akhirnya, Banurekso menghimpun kekuatan kesaktiannya. Watang berhasil disingkirkan.
Batang memiliki dua kali periode pemerintahan kabupaten. Periode pertama diawali pada zaman kebangkitan kerajaan Mataram Islam sampai datangnya penjajahan dari Eropa kira-kira pada awal abad ke-17 sampai dengan 31 Desember 1935.
Sedangkan periode II pemerintahan Kabupaten Batang dimulai pada awal kebangkitan Orde Baru (8 April 1966) sampai sekarang. Sejak dihapuskan status Kabupaten oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1 Januari 1936, Batang tergabung dengan Kabupaten Pekalongan sampai 8 April 1966.
Advertisement