3 Biang Stunting Kota Bandung Versi Survei AKS: Pernikahan Usia Dini, Sanitasi, dan Pola Makan 

AKS mengumumkan tiga faktor utama penyebab stunting di Kota Bandung

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 23 Okt 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2022, 07:00 WIB
FOTO: Tingkat Prevalensi Stunting di Indonesia Masih Tinggi
Orangtua mendampingi anaknya bermain di RPTRA Meruya Utara, Jakarta, Selasa (25/1/2022). Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia, prevalensi stunting atau gizi buruk di Indonesia saat ini mencapai 24,4 persen. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Bandung - Tim Audit Kasus Stunting (AKS) Kota Bandung, menyampaikan, terdapat tiga faktor utama kasus stunting atau di Kota Bandung yakni pernikahan usia dini, sanitasi dasar hingga pola makan para ibu hamil. Kesimpulan diambil dari hasil survei yang mereka lakukan di dua kecamatan.

"Ada tiga penyebab terbesar stunting di Kota Bandung yakni pola makan calon ibu, permasalahan sanitasi dasar, dan penanganan remaja menikah usia dini". 

Hal itu disampaikan perwakilan Tim AKS Kota Bandung, dr. Dini Hidayat, yang juga Kepala Divisi Obstetri dan Ginekologi Sosial RS Hasan Sadikin Bandung saat pembahasan Hasil Audit Stunting I di Auditorium Balai Kota Bandung, disiarkan ulang melalui keterangan pers, Jumat (21/10/2022).

Ketiga faktor utama stunting berkaitan dengan aspek ekonomi. Menurut Dini, edukasi terkait antisipasi stunting pun harus terus digencarkan.

"Ada yang umur 14 tahun dinikahkan orangtuanya karena merasa sudah tidak sanggup secara ekonomi. Akhirnya saya cuma bisa memberi saran agar menunda kehamilan dulu," kata Dini. "Ada yang lagi hamil, tapi makannya cuma mi instan, mungkin karena cuma itu yang bisa masuk perut," katanya lagi.

Stunting sendiri adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.


Jadi Prioritas

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Bandung, Dewi Kania Sari, mengatakan, survei dilakukan di Kecamatan Babakan Ciparay (Kelurahan Margahayu Utara dan Kelurahan Babakan Ciparay) dan Kecamatan Bandung Kidul berfokus di Kelurahan Kujangsari.

Di Kelurahan Margahayu Utara yang menjadi sasaran survei adalah bayi dua tahun (baduta) dan ibu nifas berisiko stunting, Kelurahan Babakan Ciparay yakni ibu hamil berisiko stunting, sementara di Kujangsari sasarannya calon pengantin berisiko stunting.

"Dua kecamatan itu berdasarkan prevalensi tertinggi se-Kota Bandung," katanya.

Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di Kota Bandung sejumlah 26,40 persen. Pemerintah Kota Bandung menargetkan, prevalensi itu turun jadi 23,12 persen di tahun 2022, terus ditekan hingga hanya 14 persen pada 2024.

"Dari hasil audit pertama ini, kita akan mengambil rencana tindak lanjut penanganan stunting. Stunting menjadi prioritas kami, sudah dimasukkan ke RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah)," kata Dewi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya