Jurus Hadapi Krisis Pangan 2050 ala Akademisi UGM

Dekan Fakultas Pertanian UGM Jaka Widada memaparkan jumlah penduduk yang meningkat akan menjadi salah satu penyebab krisis pangan ini.

oleh Tifani diperbarui 01 Des 2022, 00:00 WIB
Diterbitkan 01 Des 2022, 00:00 WIB
Pojok Bulaksumur UGM
Pojok Bulaksumur UGM

Liputan6.com, Yogyakarta - Akademisi Universitas Gajah Mada (UGM) memprediksi dunia akan mengalami krisis pangan pada 2050. Bahkan Indonesia juga tidak luput dari ancaman serius ini.

Hal itu berdasarkan prediksi Food and Agriculture Organization (FAO), sebagai organisasi pangan dunia. Dekan Fakultas Pertanian UGM Jaka Widada memaparkan jumlah penduduk yang meningkat akan menjadi salah satu penyebab krisis pangan ini.

Ia menyebutkan setidaknya ada 10 miliar penduduk pada tahun 2050.

"Akan terjadi kelaparan kalau produksi makanan tidak naik 70 persen dari sekarang," kata Jaka, Selasa (29/11/2022) dalam acara diskusi Pojok Bulaksumur di UGM Yogyakarta.

Jaka Widada juga menjelaskan bahwa krisis pangan juga dipengaruhi oleh perubahan iklim yang terjadi saat ini. Pasalnya, perubahan iklim turut berdampak pada produksi pangan di Indonesia.

Ia mencontohkan dampak nyata perubahan iklim terjadi di Indonesia adalah air. Ketika dirinya melintasi Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, sudah banyak petani yang menggunakan air sumur dalam untuk sawah.

Padahal, ini berbahaya karena tidak diketahui seberapa banyak cadangan air di dalam tanah. Untuk mengatasi hal itu, Jaka menjelaskan bahwa saat ini UGM sedang membangun model memanen air hujan untuk pertanian di Selopamioro, Bantul.

Tujuannya supaya air hujan dapat dikelola dan cukup untuk mengairi area ladang selama 1 tahun. Sementara, Wakil Dekan Fakultas Kehutanan UGM Widiyatno mengatakan, keberadaan pembangunan juga dapat turut menyumbang ancaman krisis pangan ini.

Sebab, ketika membangun perumahan pada akhirnya akan membuka tata ruang. Lahan produksi bahan pangan akhirnya tergusur karena pembangunan yang tidak tepat.

"Beberapa hal yang memang dilakukan adalah menjaga hutan. Vegetasi tutupan hutan di suatu kawasan," kata Widiyatno.

Ia memaparkan setidaknya ada 30 persen vegetasi hutan agar perubahan iklim dapat terminimalkan dampaknya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya