Nasib 34 WNI Asal Sulut dan Palembang Korban Perdagangan Orang di Kamboja

Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules Abraham Abast mengatakan, asesmen dilakukan oleh Interpol Indonesia (Divhubinter Polri), Polda Sulut dan KBRI di Kamboja.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 16 Des 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 16 Des 2022, 12:00 WIB
Puluhan WNI asal Sulut dan Palembang korban perdagangan orang di Kamboja.
Puluhan WNI asal Sulut dan Palembang korban perdagangan orang di Kamboja.

Liputan6.com, Manado - Sebanyak 34 Warga Negara Indonesia (WNI) asal Sulut dan Palembang yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja, menjalani asesmen di markas kepolisian setempat.

Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules Abraham Abast mengatakan, asesmen dilakukan oleh Interpol Indonesia (Divhubinter Polri), Polda Sulut dan KBRI di Kamboja.

Abast mengungkapkan, kegiatan asesmen dilakukan oleh Ses NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri Brigjen Pol Amur Chandra, Atase Kepolisian di Thailand Kombes Pol Endon Nurcahyo, Atase Pertahanan di Kamboja Kolonel CPM Mochamad Rizal, dan Staf KBRI di Kamboja.

“Juga oleh Dir Reskrimum Polda Sulut Kombes Pol Gani Siahaan serta anggota,” ungkap Abast, Kamis (15/12/2022) siang, di Mapolda Sulut.

Saat ini sedang dilakukan asesmen oleh pihak kepolisian Kamboja terhadap 34 WNI, di markas kepolisian Kamboja yang berada di Phnom Penh.

“Setelah asesmen oleh pihak kepolisian Kamboja, mereka akan dibawa ke KBRI di Kamboja, dan selanjutnya akan difasilitasi hingga kembali ke Indonesia,” ujarnya.

Gani Siahaan juga sedang melakukan asesmen, untuk mengetahui bagaimana proses 34 WNI sampai di Kamboja dan kegiatan mereka selama di Kamboja.

Abast menerangkan, beberapa waktu yang lalu Divhubinter Polri beserta Dir Reskrimum Polda Sulut dan anggota telah dikirimkan ke Kamboja untuk mengetahui riwayat perjalanan WNI berkaitan informasi adanya 34 WNI yang saat ini berada di markas kepolisian Kamboja.

“Kronologisnya sehingga mereka berada di markas kepolisian Kamboja yaitu, pada awalnya para WNI ini direkrut oleh satu orang warga negara Malaysia dan diiming-imingi atau dijanjikan akan dipekerjakan dengan gaji tinggi,” papar Abast.

Namun setelah bekerja selama beberapa bulan, ternyata mereka mendapat gaji yang tidak sesuai dengan iming-iming atau tawaran pada saat mereka akan dipekerjakan.

Karena tidak sesuai dengan gaji yang dijanjikan oleh perekrut, mereka kemudian meminta untuk berhenti bekerja dari pihak pengelola namun tidak diperkenankan. Kemudian mereka hanya ditempatkan di ruangan atau rumah milik pengelola.

“Kemungkinan besar mereka tidak diizinkan untuk berhenti bekerja karena biaya yang cukup besar pada saat mendatangkan beberapa WNI ini,” ujarnya.

Kemudian mereka berusaha untuk menghubungi pihak KBRI di Kamboja, sehingga pihak KBRI berkoordinasi dengan pihak kepolisian Kamboja yang ada di Phnom Penh.

Selanjutnya, pihak KBRI di Kamboja bersama kepolisian Kamboja, Atase Kepolisian di Thailand, dan Atase Pertahanan di Kamboja membebaskan mereka dari tempat bekerja yaitu di Poipet, Kamboja. Lokasi ini berjarak sekitar 7-8 jam berkendaraan dari Phnom Penh, ibu Kota Kamboja.

“Setelah dikeluarkan dari Poipet, mereka dibawa ke markas kepolisian Kamboja di Phnom Penh. Dan saat ini kondisi ke 34 WNI tersebut dalam keadaan baik dan sehat,” kata Abast.

Dia juga menepis isu terkait adanya penganiayaan secara fisik terhadap para WNI tersebut. Karena berdasarkan hasil sementara yang didapatkan dari Gani Siahaan, menurut keterangan beberapa WNI, mereka tidak mendapatkan penganiayaan secara fisik.

“Namun menurut mereka memang terjadi intimidasi ataupun ditakut-takuti akan dilakukan kekerasan atau lain sebagainya namun tidak mendapatkan penganiayaan secara fisik,” jelas dia.

 

 

Dijadikan Scammer

Para WNI tersebut dipekerjakan di Poipet, sebagai scammer. Scammer dalam arti, mereka bekerja untuk melakukan penipuan secara online kepada WNI lainnya, yang ada di Indonesia tentunya.

“Nah, ini pekerjaan mereka, sehingga mungkin ini juga menjadi ralat kami. Di mana sebelumnya kami sudah menyampaikan bahwa, mereka dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga ataupun di tempat hiburan,” ujarnya.

Sesuai informasi awal, diduga para WNI tersebut masuk ke Kamboja dengan berbagai fasilitas dan berbagai cara.

Ada mungkin yang dengan jalur legal, namun banyak juga yang ilegal seolah-olah wisatawan atau turis.

“Yang jelas mereka masuk ke Kamboja untuk bekerja sebagai scammer dan awalnya mereka tertarik karena diiming-imingi atau dijanjikan dengan gaji yang cukup tinggi,” katanya.

Abast mengatakan, 34 WNI tersebut seluruhnya bukan warga Sulut. Info sementara dari hasil pemeriksaan, 34 WNI tersebut terdiri dari 33 warga Sulut dan 1 warga Palembang.

“Dan menurut mereka, masih banyak WNI khususnya dari Sulut yang masih berada di Poipet. Saat ini WNI tersebut belum berada di Phnom Penh, baik di markas kepolisian Kamboja maupun di KBRI Kamboja,” ujar Abast memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya