Waspada Buaya-Buaya Agresif Musim Bertelur di Sumbar

Januari-Maret merupakan waktunya buaya untuk bertelur dan mengerami. Pada periode itu, buaya-buaya akan menjadi lebih agresif.

oleh Novia Harlina diperbarui 30 Jan 2023, 16:00 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2023, 16:00 WIB
Sebanyak 15 telur buaya muara menetas setelah dierami induknya sekitar 90 hari di tengah kebun kelapa sawit milik warga Ujuang Labuang Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, Sumatera Barat. (Liputan6.com/ Novia Harlina)
Sebanyak 15 telur buaya muara menetas di tengah kebun kelapa sawit milik warga Ujuang Labuang Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, Sumatera Barat. (Liputan6.com/ ist)

Liputan6.com, Padang - Beberapa waktu belakangan konflik antara manusia dan satwa buaya muara kerap terjadi di Sumatera Barat, pihak terkait menyimpulkan ada beberapa faktor yang jadi penyebabnya.

"Betul, kami menerima sejumlah pengaduan masyarakat terkait konflik manusia dan buaya, bahkan ada buaya yang ditangkap oleh warga," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar Ardi Andono, Minggu, (29/1/2023).

Ia menyebut berdasarkan pengaduan masyarakat, sebagaian besar konflik berupa kemunculan buaya di sungai-sungai yang bersinggungan dengan aktivitas masyarakat.

Kejadian serangan buaya terhadap masyarakat kerap terjadi pada pencari lokan, penambang pasir dan beraktivitas MCK di sungai.

Ardi menyampaikan perilaku dan siklus hidupnya, satwa bernama latin Crocodylus porosus itu pada Januari hingga Maret memasuki musim kawin dan bertelurnya satwa buaya.

Buaya yang akan kawin dan bertelur cenderung mencari lokasi yang aman dari gangguan individu lainnya. Terutama induk buaya yang sedang bersiaga di sarang telurnya.

"Induk buaya ketika menjaga telurnya akan sangat agresif dan sensitif terhadap keberadaan mahkluk lain termasuk manusia," jelasnya.

 

 

 

Wilayah Konflik

Pihaknya telah menurunkan petugas di lokasi-lokasi kejadian konflik. Tercatat selama Januari 2023 Tim WRU BKSDA Sumbar telah melakukan kegiatan penanganan konflik manusia buaya di 8 lokasi, yakni:

1. Desa Marunggi Kecamatan Pariaman Selatan Kota Pariaman.

2. Korong Pasir Baru Nagari Pilubang Kecamatan Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman.

3. Nagari Sungai Buluh Utara Kabupaten Kecamatan Batang Anai Kabupaten padang Pariaman.

4. Nagari Sungai Buluh Selatan kecamatan Batang Anai Kabupaten padang pariaman.

5. Nagari lubuk Pandan kecamatan 2 x 11 kayu tanam Kabupaten padang Pariaman.

6. Sungai Bt. Lampah Kp. Maringging Jr. Bungo Tanjuang Nagari Malampah Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.

7. Nagari katiagan, Kabupaten Pasaman Barat.

8. Nagari Sungai Liku Pelangi Kecamatan Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir Selatan.

9. Nagari Campago Selatan, kecamatan V koto kampung Dalam kabupaten padang Pariaman.

Untuk mencegah terjadinya konflik manusia dan buaya, Ardi mengimbau masyarakat menghindari melakukan aktivitas di wilayah yang potensial sebagai sarang buaya.

Kemudian meningkatkan kewaspadaan jika menggunakan perahu di sungai atau muara sungai terutama jika perahu berisi ikan, kerang atau udang, jika bertemu langsung dengan buaya.

Masyarakat, sambungnya,  sebaiknya menghindari sisi depan dan bergeraklah kearah samping atau belakang, dan jika bertemu telur ataupun anak buaya maka segera menjauh dari lokasi itu.

Pihaknya juga mengimbau masyarakat agar ikut andil melestarikan buaya dan berbagi ruang dan hidup berdampingan dengan satwa liar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya