Asal Usul Lontong Cap Go Meh, Kuliner Asimilasi Tionghoa dan Indonesia

Dalam perayaan Cap Go Meh, masyarkat Tionghoa Indonesia memiliki menu khusus yang wajib ada untuk disantap bersama

oleh Panji Prayitno diperbarui 05 Feb 2023, 13:30 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2023, 13:30 WIB
Asal Usul Lontong Cap Go Meh, Kuliner Asimilasi Tionghoa dan Indonesia
Tampilan [Lontong](2680027 "") [Cap Go Meh](2849268 ""), tak beda jauh dengan lontong opor. (foto : liputan6.com / edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Jakarta Cap Go Meh merupakan rangkaian perayaaan tahun baru China yang dirayakan 15 hari setelah perayaan Imlek. Dalam setiap perayaan pasti selalu memiliki sajian khas masing- masing.

Dalam perayaan Cap Go Meh, masyarkat Tionghoa Indonesia memiliki menu khusus yang wajib ada untuk disantap bersama. Menu tersebut bernama Lontong Cap Go Meh.

Dirangkum dari berbagai sumber, Lontong Cap Go Meh merupakan masakan adaptasi dari pada Tionghoa Indonesia terhadap masakan Indonesia, tepatnya masakan Jawa.

Lontong Cap Go Meh sendiri disajikan dengan opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng ati, acar, telur pindang, abon sapi, bubuk koya, sambal, dan kerupuk.

Pengaruh masakan Tionghoa tampak jelas pada adaptasinya ke dalam masakan Indonesia. Misalnya mie goreng, lumpia, bakso, dan siomay. Akan tetapi pengaruh ini juga berlaku dua arah.

Peranakan Tionghoa yang telah sekian lama bermukim di Nusantara sangat dipengaruhi oleh selera masakan Indonesia. Dipercaya lontong cap go meh adalah adaptasi Tionghoa Indonesia terhadap masakan lokal Indonesia.

Para pendatang Tionghoa pertama kali bermukim di kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa, misalnya Semarang, Pekalongan, Lasem, dan Surabaya. Hal ini berlangsung sejak zaman Majapahit.

Pada saat itu hanya kaum laki-laki etnis Tionghoa yang merantau ke Nusantara. Mereka menikahi perempuan Jawa penduduk lokal, hal ini melahirkan perpaduan budaya Peranakan-Jawa.

Saat Cap go meh, kaum peranakan Jawa mengganti hidangan yuanxiao (bola-bola tepung beras) dengan lontong yang disertai berbagai hidangan tradisional Jawa yang kaya rasa, seperti opor ayam dan sambal goreng.

Perayaan Cap Go Meh sendiri mulai dikenal penduduk setempat sebagai sesuatu yang benar-benar baru, aneh dan menyenangkan. Adaptasi berjalan dengan cepat.

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

Saksikan video pilihan berikut ini: 

Akulturasi Budaya

Selayaknya pendatang, mereka juga memperkenalkan segala jenis budaya, pengajaran, makanan, dan pengetahuan lain seiring dengan pembelajaran mereka sendiri dengan kebiasaan setempat.

Memperlancar proses asimilasi, para pendatang ini berkreasi dengan makanan pokok yang sudah ada sejak dulu kala yaitu beras nasi. Untuk menggenapkan dan memenuhi persyaratan menyambut bulan purnama dibuatlah lontong yang berbentuk bulat juga. Teknik membuat lontong ini dipercaya diadaptasi dari teknik pembuatan bakcang/kicang yang sudah ada ribuan tahun.

Untuk pelengkap hidangan tadi sekaligus untuk menghormati Laksamana Cheng Ho yang seorang Muslim, dikreasikan lagi pendamping lontong tadi dengan “sup” ayam modifikasi dan silang budaya antara pendatang dan penduduk asli.

Menggunakan rempah-rempah yang memang sudah ada dan digunakan sejak lama di bumi Nusantara ini, ditambahkan santan, dan sebagainya, bisa jadi inilah asal mula masakan opor.

Sampai saat ini, tidak ada satupun peneliti kuliner dan referensi yang bisa menjelaskan asal usul opor ayam. Praduga inipun hanya berdasarkan imajinasi saya sendiri, didasari beberapa referensi baik ilmiah maupun fiksi ilmiah, sehingga tulisan ini lebih merupakan fiksi ilmiah daripada suatu hasil penelitian ilmiah yang sahih dan akurat.

Dipercaya pula bahwa lontong cap go meh mengandung perlambang keberuntungan, misalnya lontong yang padat dianggap berlawanan dengan bubur yang encer.

Hal ini karena ada anggapan tradisional Tionghoa yang mengkaitkan bubur sebagai makanan orang miskin atau orang sakit, karena itulah ada tabu yang melarang menyajikan dan memakan bubur ketika Imlek dan Cap go meh karena dianggap ciong atau membawa sial.

Bentuk lontong yang panjang juga dianggap melambangkan panjang umur. Telur dalam kebudayaan apapun selalu melambangkan keberuntungan, sementara kuah santan yang dibubuhi kunyit berwarna kuning keemasan, melambangkan emas dan keberuntungan.

Dan sebenarnya, secara simbolis, lontong menggantikan ‘sajian’ di negeri asalnya yaitu yuanxiao alias ronde.

Penulis: Nila Amalia Putri

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya