Dari Dugderan hingga Warak Ngendog, Intip Tradisi Sambut Ramadan di Kota Semarang Ini

Berkembang sebuah tradisi arak-arakan untuk menyambut datangnya bulan Ramadan.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 19 Mar 2023, 00:00 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2023, 00:00 WIB
Karnaval Dugderan
Sejumlah warga bersiap mengikuti prosesi tradisi Kirab Dugderan di Lapangan Simpang Lima Semarang, Jumat (3/5/2019). Prosesi Dugderan yang sudah berlangsung sejak 1881 di Semarang itu digelar setiap menyambut bulan suci Ramadan. (Liputan6.com/Gholib)

Liputan6.com, Semarang - Untuk menyambut bulan Ramadan, masyarakat Kota Semarang memiliki tradisi yang diberi nama dugderan. Tradisi ini bahkan sudah ada sejak 1881, yakni pada masa Bupati KRMT Purbaningrat.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, pada masa tersebut, berkembang sebuah tradisi arak-arakan untuk menyambut datangnya bulan Ramadan. Tradisi ini biasanya dilakukan satu hari sebelum bulan puasa.

Usai salat Asar, bedug Masjid Besar Kauman akan dipukul dan disusul dengan penyulutan meriam di halaman pendapa kabupaten di Kanjengan. Nama dugderan diambil dari bunyi yang dihasilkan oleh beduk yang dipukul dan meriam yang disulut, yakni 'dug' dan 'der'.

Mendengar suara beduk dan meriam, masyarakat pun berkumpul di alun-alun di depan masjid Kauman. Selanjutnya, keluarlah Kanjeng Bupati dan Imam Masjid Besar memberikan sambutan dan informasi, salah satunya tentang penentuan awal bulan puasa.

Prosesi tradisi dugderan terdiri dari tiga agenda, yakni pasar (malam) dugderan, prosesi ritual pengumuman awal puasa, dan kirab budaya warak ngendog. Tiga agenda tersebut kini menjadi satu kesatuan dalam tradisi dugderan di Kota Semarang.

Sementara itu, warak ngendog menjadi ikon tradisi dugderan hingga sekarang. Sebenarnya, warak ngendhog adalah hewan mitologi yang bentuknya berasal dari perpaduan kambing pada bagian kaki, naga pada bagian kepala, dan buraq di bagian badan.

Warak ngendog berasal dari dua kata, yakni warak yang berasal dari bahasa arab 'wara'' yang berarti suci dan 'ngendhog' yang berarti bertelur dalam bahasa Jawa. Dua kata itu bisa diartikan sebagai siapa saja yang menjaga kesucian di bulan Ramadan kelak akan mendapatkan pahala di Hari Raya Idul Fitri.

Mengutip dari akun Instagram @eventsclick, tradisi dugderan pada 2023 akan digelar 20-21 Maret. Pada 20 Maret kegiatan diadakan di Kawasan Simpang Lima, sedangkan pada 21 Maret digelar di Balai Kota Semarang. Seperti dugderan pada tahun-tahun sebelumnya, dugderan kali ini juga akan dimeriahkan oleh arak-arakan, warak ngendhog, dan kirab budaya.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya