Liputan6.com, Medan - Masyarakat Suku Batak identik dengan tradisi musik dan tarian yang meriah. Suku di Sumatra Utara ini selalu melibatkan musik dalam berbagai pelaksanaan upacara, baik adat maupun keagamaan.
Musik biasa dimainkan untuk mengiringi tarian seremonial tor-tor atau biasa dikenal sebagai adat ni gondang dohot tortor. Dikutip dari laman indonesiakaya.com, lekatnya musik dengan suku ini membuat masyarakat Suku Batak memiliki banyak alat musik tradisional yang khas.
Salah satunya adalah alat musik gondang atau gendang dalam Bahasa Indonesia. Gondang adalah permainan musik yang digunakan oleh masyarakat Batak, terutama umat Parmalim, dalam ritual keagamaan atau tradisi setempat.
Advertisement
Baca Juga
Nilai sakral melekat dalam gondang, sehingga tidak bisa dimainkan sembarangan. Gondang terdiri dari tiga jenis alat musik, yakni taganing, gordang dan odap.
Ketiga alat musik ini digantung di atas balok atau rak-rak kayu. Gondang sabangunan terdiri dari lima taganing (gendang yang punya peran melodis).
Di antaranya, 1 gordang (gendang besar penentu ritme), 3-4 ogung atau gong (pembentuk ritme konstan), dan 1 hesek (perkusi). Biasanya menggunakan botol kosong atau lempeng besi yang dipukul untuk membantu irama, dan sarune bolon (alat musik tiup).
Gondang Batak Toba memiliki andil penting pada setiap nada dan lagu yang dimainkan dalam gelaran upacara adat hingga keagamaan. Dalam pertunjukan, alat musik ini memiliki peran ganda, yaitu sebagai pembawa melodi sekaligus sebagai ritme variabel dalam beberapa lagu.
Selain itu, berperan sebagai dirigen yang memberikan aba-aba dengan isyarat ritme yang harus dipatuhi seluruh anggota ansambel sekaligus memberikan semangat kepada pemain yang lain.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Sakral
Gondang Batak Toba menjadi alat musik tradisional yang dianggap sakral. Menjadi seorang partaganing atau penabuh gendang tidak bisa sembarangan. Seseorang harus berguru terlebih dahulu pada pargonsi (pemain musik gondang) yang sudah memiliki keahlian bermusik. Menurut kepercayaan lama Batak Toba, seorang partaganing dan parsarune (peniup sarune) disejajarkan dengan dewa.
Sebab, keduanya mampu menyampaikan semua permohonan dan harapan kepada Debata Mulajadi Nabolon atau penguasa tertinggi. Alat musik gondang sepat dilarang dimainkan saat masa penjajahan Belanda.
Musik gondang dianggap pemujaan terhadap roh nenek moyang, sehingga kehadirannya dilarang. Larangan ini bertahan hampir 40 tahun sampai tahun 1938.
Larangan itu memberikan pukulan keras bagi seni gondang. Pada masa-masa berikutnya hanya sedikit warga Batak yang memahami nilai dasar dan keaslian gondang.
Akhirnya, kini gondang lebih banyak dimainkan sebagai sekadar hiburan yang dipadu dengan alat musik modern.
Advertisement