Cerita Yenny Kolaborasi Dengan Penjahit Kembangkan Produk Baru Bernama Ecotik

Ia menggabungkan teknik ecoprint dengan batik yang menjadi kekayaan budaya Cirebon dan hasilnya memuaskan.

oleh Panji Prayitno diperbarui 20 Mei 2023, 13:07 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2023, 11:41 WIB
Cerita Yenny Kolaborasi Dengan Penjahit Kembangkan Produk Baru Bernama Ecotik
Yenny dan Rebecca dua pelaku UMKM yang berkolaborasi mengembangkan teknik ecoprint dan batik dalam dunia fesyen. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon Inovasi dan kolaborasi menjadi kunci untuk mempertahankan eksistensi UKM Cirebon di tengah tantangan global. Meski pandemi covid-19 dinyatakan selesai, kondisi ekonomi masih dianggap belum pulih.

Seperti yang dialami pelaku usaha sabun Natural Cirebon Yenny Prayogo. Ia masih konsisten menggeluti usaha di bidang kreatif. 

Sejak tahun 2017, Yenny sudah menggeluti usaha pembuatan sabun herbal. Yenny mengaku tidak menyangka usahanya tersebut kini berkembang.

Usaha Yenny berawal dari melihat kondisi sang anak yang selalu bermasalah dengan kulit. Kulit anak kering, sehingga dia harus secara rutin datang ke dokter untuk meminta krim kulit khusus untuk anaknya.

"Sabun herbal sekarang masih jalan dan saya terus berinovasi bikin usaha lain," ujar Yenny, Sabtu (20/5/2023).

Pandemi covid-19 menuntut Yenny untuk berinovasi dalam mempertahankan keberlangsungan usahanya. Yenny pun mulai mengembangkan produk herbal untuk memenuhi kebutuhan para penyintas dan masyarakat umum yang berjuang melawan covid-19.

Yenny memulainya dari usaha membuat bahan herbal yang dikeringkan. Seperti lemon, kunyit, jahe merah, temulawak hingga sereh kering.

"Sabun herbal masih bertahan cenderung stabil. Ketika covid-19 usaha pesanan herbal meningkat," ujar dia. 

Yenny pun terus berinovasi dengan membuat paket hampers herbal. Untuk satuannya, produk herbal dijual mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 5 ribu per toples.

Dua ide usaha yang dijalaninya masih berjalan hingga sekarang. Namun, ide usaha Yenny tidak berhenti sampai disitu.

Ecotik

Cerita Yenny Kolaborasi Dengan Penjahit Kembangkan Produk Baru Bernama Ecotik
Yenny dan Rebecca dua pelaku UMKM yang berkolaborasi mengembangkan teknik ecoprint dan batik dalam dunia fesyen. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

"Setelah pandemi dinyatakan selesai saya inisiatif lagi mengembangkan usaha di bidang fesyen," kata Yenny.

Bersama rekan sesama pelaku UKM yang lain, Yenny membuat inovasi kain dan pakaian Ecotik. Kolaborasi ecoprint dan batik yang ada di sehelai kain. 

Ide usaha tersebut berawal dari maraknya industri kreatif di bidang fesyen ecoprint. Ia menggabungkan teknik ecoprint dengan batik yang menjadi kekayaan budaya Cirebon dan hasilnya memuaskan.

"Beberapa desain pertama kami dipajang di Mall UKM dan langsung ada yang beli. Brand kolaborasi kami Alas Kelir," ujar Yenny. 

Yenny melakukan kolaborasi dengan Tim Desainer Rebecca Gracia Hartanto. Pada kolaborasi ini, Yenny bertugas membuat motif ecoprint dan batik.

Kemudian, Rebecca membuat model pakaian, jika keduanya sepakat langsung dijahit pakaian. 

"Untuk ecoprint saya pakai daun kersem, daun gulma pokoknya tanaman yang ada di dekat rumah saja. Kalau batik saya membatik sendiri," ujar Yenny.

Meski belum memproduksi banyak, produksi ecotik kolaborasi Yenny dan Rebecca langsung diterima masyarakat. Produk inovasi mereka pernah dipamerkan dalam pameran inacraft hingga dipajang ke mall ukm.

Yenny mengaku, produk ecotik tersebut menyuguhkan inovasi fesyen yang berbeda. Meski sebelumnya, penggabungan ecoprint dan batik pernah dipelajarinya saat ada kegiatan kerjasama mengajar dengan Korea Selatan di salah satu SMPN 1 dan SMPN 18 Kota Cirebon.

Baju Pengantin

Cerita Yenny Kolaborasi Dengan Penjahit Kembangkan Produk Baru Bernama Ecotik
Yenny dan Rebecca dua pelaku UMKM yang berkolaborasi mengembangkan teknik ecoprint dan batik dalam dunia fesyen. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

"Waktu itu orang dari Korea yang ajari dan saya kepikiran ini potensi dikembangkan dan baru berani saya keluarkan tahun ini. Covid-19 selesai dan geliat ekonomi mulai perlahan tumbuh saya pikir orang pasti butuh ke fesyen lagi," ujar Yenny.

Bukti lain produknya diterima masyarakat ketika beberapa desain pakaiannya dibeli. Desain pertama dibuat Yenny dan Rebecca saat ikut lomba inacraft dan karnaval batik.

"Semua dibuat dengan tangan dan memang saat ini masih dominan ke kain katun. Tapi kami pernah buat di bahan bridal dan hasilnya bagus," kata Yenny. 

Produk inovasi dan kolaborasi mereka dibanderol mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 1 juta. Tergantung tingkat kesulitan hingga bahan kain yang digunakan. 

Yenny berharap produk inovasi nya diterima dan menginspirasi yang lain. Sementara Tim Desainer Alas Kelir Rebecca Gracia Hartanto mengatakan, produk ecotik dibuat menggunakan tangan. 

"Tidak ada cetakan ya batik nya batik tulis ecoprint juga sendiri. Ecotik tidak hanya di kain katun tapi juga kain sutera, kain organdi, kain sifon dan bridal yang biasa dipakai pengantin," ujar Rebecca.

Melihat peluang tersebut, Rebecca maupun Yenny bertekad fokus mengembangkan ecotik pada tahun ini. Bahkan, keduanya akan berinovasi mengembangkan ecotik dengan media kain pengantin. 

"Sudah ada bukti ecotik di baju pengantin dan mungkin kami fokus kesitu," ujar Rebecca. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya