Liputan6.com, Jambi - Mukhtar Hadi jongkok di bawah kolong sembari memandangi belasan arca tinggalan peradaban di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Candi Muaro Jambi. Belasan arca purbakala tinggalan peradaban leluhur itu teronggok di kolong bangunan museum Candi Kedaton di Desa Baru, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Senin (1/4/2024).
Beberapa Nandi atau arca Gajah dan Singa itu ditaruh miring telentang. Ia hanya beralasan busa dan kayu. Arca lainnya tampak kusam berselimut debu. Di sela-sela sudut padmasana, bahkan telah menempel sarang rayap.
Advertisement
Baca Juga
"Saya sangat prihatin, karena sudah hampir dua tahun temuan arkeologi ini terbengkalai, terlantar, dan ditempatkan di tempat yang tidak layak," kata Mukhtar Hadi kepada Liputan6.com.Â
Advertisement
Berju--sapaan akrab Mukhtar Hadi yang juga aktivis pelestari budaya di Desa Muara Jambi mengaku tak habis pikir mengapa Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V bisa menelantarkan temuan purbakala yang mengandung ilmu pengetahuan sejarah dan kebudayaan.Â
Dia menjelaskan, belasan benda purbakala di antaranya beberapa arca, makara, dan padmasana peninggalan peradaban Candi Muaro Jambi itu sebelumnya disimpan di gedung koleksi.Â
Namun, kini kondisinya terlantar di bawah bangunan panggung tanpa penutup selama hampir dua tahun. Tak hanya arca yang ditelantarkan, Borju mengatakan, ada pula serpihan abu kremasi yang hanya terbungkus plastik dan ditaruh di dalam kotak. Arca dan tinggalan di sana layaknya benda mati dan tidak memiliki narasi sejarah yang bisa dipelajari.
Peradaban di Muaro Jambi ratusan abad silam memang sudah kesohor. Dalam sejarahnya dari berbagai literatur, Kawasan Candi Muaro Jambi dulunya juga menjadi pusat pendidikan agama Buddha abad VII-XIII, yang terluas di Indonesia dan Asia Tenggara.Â
"Sangat disayangkan benda-benda itu memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi, tapi ini ditelantarkan," ujar Borju.
Selain dikhawatirkan akan mempercepat kerusakan karena ditaruh ditempat terbuka, benda-benda purbakala itu juga dikhawatirkan bisa hilang dijarah karena sistem keamanannya yang kurang memadai.
Borju mendesak agar tinggalan peradaban masa lampau di Kawasan Cagar Budaya Nasional itu diperlakukan dan ditempatkan di tempat yang layak. Dia mengakui sekarang bahwa KCBN Muaro Jambi sedang dalam tahap pengembangan dan belum memiliki gedung koleksi permanen.
"Paling tidak ini bisa ditempatkan di kantor BPK Wilayah V menjelang ada gedung koleksi yang baru. Kita yang awam saja merasa ini tidak layak, dan mungkin secara ilmu arkeologi harus ada penanganan mengenai barang temuan arkeologi ini," kata Borju.
"Ini enggak sangat masuk akal, kalau ini jadi tempat sementara kok jarak waktunya sudah hampir dua tahun," sambung Borju.
Apa Kata Balai Pelestarian Kebudayaan V
Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, yang menaungi KCBN Muaro Jambi membantah mereka telah menelantarkan benda-benda purbakala tinggalan masa klasik di Muaro Jambi.
"Benda purbakala tersebut hanya untuk sementara waktu ditempatkan di situ sambil menunggu ruang khusus untuk koleksi," kata Arkeolog BPK Wilayah V Novi Hari Putranto ketika dihubungi via telepon WhatsApp.
Dia menjamin benda bersejarah tersebut aman karena telah dilakukan penjagaan oleh anggota sekuriti yang bertugas. Ia berulang kali menjelaskan bahwa lokasi tersebut adalah tempat penyimpanan sementara. Selain itu, pihaknya tidak akan melakukan hal yang semena-mena terhadap tinggalan purbakala itu.
"Oh tidak ditelantarkan, karena di situ ada proses pembersihan, perawatan. Dan juga yang disitu seperti gedung koleksi temuan Candi Kedaton juga untuk sementara juga sembari kita menunggu punya gedung koleksi yang representatif," kata Novi.
Apa yang dikatakan soal perawatan dan pembersihan terhadap benda purbakala berbanding terbalik. Fakta di lapangan yang ditemukan Borju, justru menemukan kondisi arca dan benda sejarah tersebut diselimuti debu dan salah satu arca telah menempel sarang rayap.
Menurut Borju, penelantaran benda purbakala juga berbanding terbalik dengan pengembangan besar-besaran yang dilakukan pemerintah saat ini.
Sebab pengembangan dan restorasi kawasan Candi Muaro Jambi menelan dana lebih kurang sebesar Rp1,5 triliun. Dana tersebut berasa dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dana Bendahara Umum Negara (BUN), ada juga dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jambi.
Secara rinci, dana Rp1,5 triliun itu digelontorkan untuk dua tahun anggaran, yaitu tahun 2023 sebanyak Rp600 miliar dan tahun 2024 Rp850 miliar.
"Semoga masalah ini menjadi lebih diperhatikan lagi keberadaannya oleh pemangku kebijakan," demikian Borju.
Â
Â
Advertisement