Liputan6.com, Yogyakarta - Penemuan senyawa beracun urushiol dalam kulit kacang mete menjelaskan mengapa produk ini selalu dijual dalam keadaan terkupas di pasaran. Racun ini termasuk dalam kelompok yang sama dengan racun pada pohon jelatang karena berasal dari keluarga tanaman Anacardiaceae.
Mengutip dari berbagai sumber, Urushiol dalam kulit kacang mete mentah memiliki potensi bahaya bagi manusia. Kontak langsung dengan kulit dapat menyebabkan iritasi serius seperti ruam, gatal, dan pembengkakan.
Advertisement
Senyawa ini juga berbahaya jika termakan dalam bentuk mentah, berisiko menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan. Proses pengolahan kacang mete membutuhkan protokol keselamatan khusus untuk melindungi pekerja.
Advertisement
Baca Juga
Penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan khusus, masker, dan pakaian pelindung menjadi kewajiban selama proses pengupasan untuk mencegah kontak dengan urushiol. Paparan berulang terhadap senyawa ini dapat meningkatkan sensitivitas dan memperparah reaksi alergi.
Setelah pengupasan, kacang mete harus melalui proses pemanasan dengan suhu dan durasi yang tepat. Tahap ini bukan hanya untuk menghilangkan sisa urushiol, tetapi juga mengembangkan cita rasa khas kacang mete.
Standar keamanan pangan internasional mewajibkan kacang mete dipasarkan dalam kondisi terkupas dan matang untuk melindungi konsumen. Laboratorium pengawasan mutu secara rutin melakukan pemeriksaan kandungan urushiol pada kacang mete.
Setiap batch produksi harus melewati pengujian untuk memastikan tingkat urushiol berada di bawah ambang batas aman sebelum didistribusikan ke pasar. Standar ini menjadi acuan bagi industri pengolahan kacang mete di berbagai negara.
Meskipun berbahaya bagi manusia, kulit kacang mete yang mengandung urushiol memiliki potensi pemanfaatan di sektor industri. Setelah melalui proses pemurnian khusus untuk menghilangkan racunnya, minyak dari kulit kacang mete dapat diolah menjadi bahan baku pelumas, resin, dan berbagai produk kimia industri.
Penulis: Ade Yofi Faidzun