Bursa Asia Menguat Sambut Hasil Rapat The Fed

Bursa Asia menguat pada perdagangan saham Kamis pekan ini usai the Fed menaikkan suku bunga 0,25 persen pada pertemuan Desember.

oleh Agustina Melani diperbarui 14 Des 2017, 08:45 WIB
Diterbitkan 14 Des 2017, 08:45 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Tokyo - Bursa saham Asia menguat pada perdagangan saham Kamis pekan ini usai bank sentral Ameirka Serikat (AS) atau the Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga. Hal ini sudah diperkirakan pelaku pasar.

The Fed menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2017 sesuai dengan yang diharapkan. Kenaikan suku bunga the Fed diperkirakan kembali naik sebanyak tiga kali pada 2018.

Akan tetapi pengetatan kebijakan moneter tersebut dibayangi inflasi rendah. Hal itu juga meredakan harapan kebijakan moneter the Fed yang sangat ketat pada 2018. The Fed tetap mempertimbangkan inflasi untuk menaikkan suku bunga, dan diharapkan inflasi sesuai target.

"Hasil dari pertemuan the Fed menunjukkan kekhawatiran terhadap inflasi yang rendah. Ini kemungkinan hasilkan perbedaan pendapatan. Dari hasil pertemuan the Fed imbal hasil surat berharga AS bertenor 10 tahun turun tajam, yang menunjukkan seharusnya pasar tidak perlu melihat kenaikan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2018," jelas Junichi Ishikawa, Senior FX Strategis IG Securities, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (14/12/2017).

Imbal hasil surat berharga bertenor 10 tahun sedikit berubah menjadi 2,3547 persen. Indeks dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama pun sedikit berubah ke level 93,40.

Sentimen the Fed pun pengaruhi pergerakan bursa Asia. Pernyataan the Fed sesuai harapan pasar mendorong indeks saham MSCI Asia Pasifik naik 0,3 persen. Indeks saham Australia menguat 0,2 persen. Indeks saham Korea Selatan Kospi mendaki 0,55 persen.

Di pasar uang, dolar AS berada di kisaran 112,73 terhadap yen. Euro stabil berada di kisaran US$ 1,1832.

Pelaku pasar pun fokus terhadap euro. Bank sentral Eropa diharapkan tetap pertahankan kebijakan moneter. Pelaku pasar juga menunggu pandangan Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi mengenai ekonomi zona euro. Di pasar komoditas, harga minyak naik 0,35 persen menjadi US$ 56,81 didorong dolar AS yang tertekan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

The Fed Dongkrak Suku Bunga

Ilustrasi The Fed
Ilustrasi The Fed

Sebelumnya Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) menaikkan suku bunga 0,25 persen. Hal ini sudah diperkirakan oleh banyak pihak.

Akan tetapi, kebijakan the Fed tetap menaikkan suku bunga kembali pada 2018. Ekonomi pun diproyeksikan tumbuh lebih cepat.

Kebijakan the Fed tersebut merupakan masuk dari kebijakan akhir tahun 2017. Ini juga didorong dari data ekonomi relatif baik. Ini merupakan realisasi bagi bank sentral yang berjanji untuk melanjutkan pengetatan kebijakan moneter secara bertahap.

Setelah menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2017, the Fed diproyeksi akan naikkan suku bunga sebanyak tiga kali masing-masing pada 2018 dan 2019. Sebelum angka 2,8 persen tercapai dalam jangka panjang. Kebijakan itu tidak berubah sejak September.

"Aktivitas ekonomi meningkat dengan tingkat yang solid. Kenaikan data lapangan kerja yang solid,"ujar the Fed's policy committee dalam sebuah pernyataan.

Adapun tingka suku bunga the Fed naik 1,25 persen menjadi 1,5 persen pada pertemuan kebijakan the Fed pada Desember 2017. Sentimen itu pun berdampak positif ke bursa saham AS atau wall street.Namun imbal hasil surat berharga AS jadi tertekan.

Pejabat the Fed juga mengakui kalau ekonomi telah meningkat pada 2017. Ini ditunjukkan dari kenaikan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat pengangguran di masa mendatang.

Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan tumbuh 2,5 persen pada 2018. Angka ini naik dari perkiraan 2,1 persen pada September. Sementara itu, tingkat pengangguran turun menjadi 3,9 persen pada 2018 dibandingkan proyeksi terakhir 4,1 persen.

Namun inflasi tetap 2 persen,seperti target the Fed. Namun ada potensi inflasi kembali melemah sehingga menimbulkan kekhawatiran the Fed tidak melihat alasan untuk percepat kenaikan suku bunga yang diharapkan.

Ini berarti, reformasi pajak oleh Presiden AS Donald Trump jika disahkan Kongres akan berlaku tanpa bank sentral merespons dengan bentuk tingka suku bunga dan kekhawatiran lonjakan inflasi yang tinggi.

"Ini menunjukkan setidaknya beberapa anggota the Fed tidak melihat alasan untuk mempertahankan suku bunga dengan ekonomi tumbuh lebih kuat," ujar Kate Warne, Investment Strategist Edward Jones seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis 14 Desember 2017.

Adapun pejabat the Fed melihat tingkat suku bunga naik menjadi 3,1 persen pada 2020. Angka ini di atas target yang diharapkan the Fed 2,8 persen. Ini mengindikasikan kemungkinan kekhawatiran tentang kenaikan tekanan inflasi dari waktu ke waktu.

The Fed juga menyatakan tetap konsisten untuk mengurangi neraca. Pihaknya tidak investasikan kembali surat berharga dan aset berupa sekuritisasi masing-masing US$ 12 miliar dan US$ 8 miliar per bulan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya