Ingin Investasi Saham? Simak Sektor Saham Pilihan pada 2018

Sektor saham keuangan, industri dasar dan konsumsi cetak performa terbaik pada 2017. Lalu apa saja sektor saham pilihan pada 2018?

oleh Agustina Melani diperbarui 06 Jan 2018, 12:45 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2018, 12:45 WIB
IHSG Menguat 11 Poin di Awal Tahun 2018
Layar indeks harga saham gabungan menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Perdagangan bursa saham 2018 dibuka pada level 6.366 poin, angka tersebut naik 11 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kinerja pasar saham Indonesia mencatatkan performa cukup baik sepanjang 2017. Ini ditunjukkan dari dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tumbuh 19,99 persen.

Penguatan IHSG itu juga didukung sektor saham keuangan yang catatkan performa terbaik. Sektor saham keuangan naik 40 persen sepanjang 2017. Kemudian disusul sektor saham industri dasar dan konsumsi. Lalu bagaimana prediksi sektor saham pilihan pada 2018? Apa saja saham pilihannya?

Analis PT OSO Securities Riska Afriani menuturkan, ada sejumlah sektor saham yang menarik pada 2018 antara lain sektor saham tambang, konsumsi dan bank. Riska menuturkan, harga komoditas diperkirakan lanjutkan pemulihan pada 2018. Ini didukung dari harga batu bara akan mencapai US$ 90-US$ 95 metrik ton (MT) dan penguatan harga minyak.

Sedangkan sektor konsumsi menjadi pilihan lantaran pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 5,4 persen pada 2018. Pertumbuhan ekonomi itu masih akan ditopang dari konsumsi masyarakat dan pemerintah.

"Dana desa meningkat akan meningkatkan daya beli masyarakat," kata Riska saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Sabtu (6/1/2018).

Sedangkan sektor saham bank menjadi pilihan, menurut Riska lantaran pertumbuhan kredit akan meningkat pada 2018. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan kredit tumbuh 10 persen-12 persen. Hal itu ditopang dari ekonomi global yang membaik. Ditambah kinerja keuangan bank akan membaik.

"Kredit macet juga akan turun. Cadangan provinsi akan turun sehingga meningkatkan laba bank," kata Riska.

Ia menambahkan, Bank Indonesia (BI) juga diperkirakan masih mempertahankan suku bunga di kisaran 4,25 persen. Selain sektor saham keuangan, konsumsi dan tambang, Riska juga memperkirakan sektor properti alami pemulihan pada 2018, demikian juga dengan sektor konstruksi.

Hal senada dikatakan Head of Intermediary PT Schroder Investment Management Indonesia, Teddy Oetomo. Ia menilai, sektor saham konsumsi, infrastruktur, komoditas dan bank masih menarik pada 2018. Meski demikian, hal itu juga masih tergantung dari daya beli masyarakat.

Sektor konsumsi menarik, jangan hanya terlalu patok ke ritel. Sektor konsumsi juga bisa dari produsen. Kemudian perusahaan yang terafiliasi dengan infrastruktur secara proyek mungkin menarik. Bank juga dengan membaiknya kredit macet. Lumayan tersebar cukup luas," kata Teddy.

Di sektor saham konstruksi, Teddy memprediksi kemungkinan kinerjanya akan membaik ditopang proyek-proyek yang berjalan. Namun ia mengingatkan untuk mewaspadai level utang lantaran sektor ini juga intensif memerlukan modal untuk kerjakan proyek.

"Bobot utang diwaspadai. Prefer level utang tidak terlalu tinggi. Karena utang terlalu tinggi risiko makin besar. Paling baik cari perusahaan konstruksi dengan utang tidak terlalu tinggi," jelas dia.

Sementara itu, dalam riset PT Sinarmas Sekuritas menyebutkan, sektor saham menjadi pilihan antara lain sektor saham konsumsi, ritel, telekomunikasi, dan media.

Ada hal yang mendorong sektor saham itu jadi pilihan antara lain, meningkatnya daya beli masyarakat dan konsumsi akan berdampak terhadap sektor saham tersebut. Selain itu, sektor saham tersebut berpotensi naik pada 2018.

PT Sinarmas Sekuritas juga memilih saham tambang lantaran suplai masih kuat. Ditambah sektor saham properti yang dapat dicermati pelaku pasar lantaran risiko penurunan mulai terbatas.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

Saham Pilihan pada 2018

20160801-IHSG-Melesat-Jakarta-AY
Pekerja menunjuk layar sekuritas di Jakarta, Senin (1/8). IHSG mengakhiri perdagangan hari ini ditutup di teritori positif. Seharian, IHSG bergerak di zona hijau dan ditutup melesat hingga nyaris 3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Untuk pilihan saham, PT Sinarmas Sekuritas memilih saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), INDF, ICBP dan PT Nippon Indosari Tbk (ROTI).

Sedangkan sektor ritel, Sinarmas Sekuritas memilih saham PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), dan PT Mitra Adiperkas Tbk (MAPI). Sedangkan sektor telekomunikasi yang jadi pilihan yaitu sektor saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL).

Pilihan saham berdasarkan sektor, Riska memilih saham bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). DI sektor saham konsumsi, Riska memilih saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP)

Sedangkan sektor tambang, saham pilihannya antara lain PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Di sektor saham konstruksi, Riska memilih saham PT PP Tbk (PTPP). Sektor properti, saham pilihannya PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE).

 

IHSG Masih Berpotensi Naik

Pembukaan-Saham
Pekerja mengamati layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Chief Economist PT Bahana Sekuritas Budi Hikmat menuturkan, potensi saham di Indonesia masih berpeluang naik.

Meski price earning share (PER) bursa saham Indonesia dinilai tinggi, Budi menuturkan, hal tersebut juga harus dibandingkan dengan negara lain dan pertumbuhan laba perusahaan. Berdasarkan catatan akhir tahun Bahana Sekuritas, bursa saham India alami PER tinggi mencapai 21,8 kali dan Filipina sekitar 20,3 kali.

"Kita bukan paling mahal, cermati valuasi indeks di bursa Sensex dan PCOMP Filipina. Saya malah menduga, bursa saham Filipina akan alami koreksi bila mencermati perekonomiannya cenderung overheated dengan currenct account menjadi defisit dan kredit melaju sangat pesat," ujar Budi.

Budi juga mengingatkan dengan prinsip obligasi mendahului saham. Bila imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) bertenor 10 tahun dapat turun menjadi 5,9 persen berarti kebalikannya (earning yield) sebesar 16,9. Budi menuturkan, hal itu tidak jauh dengan PER yang ada sekarang jadi potensi upside lebih bergantung pada pertumbuhan laba.

"Saya bicara dengan seorang analis kita yang meyakini bahwa earning pada sektornya akan bertumbuh 16 persen. Nampaknya, ini tidak jauh dengan acuan untuk cuan saya berdasarkan penjumlahan rata-rata GDP growth dan standar deviasinya selama tujuh tahun terakhir, yang mencapai 15,5 persen. Jadi angka ini yang saya gunakan sebagai target kenaikan IHSG pada 2018," jelas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya